Suatu Realitas Zaman saat ini …. Rendah hati??? Gitu aja kok repot!!! Suatu ungkapan pendek yang pernah saya dengar. Tetapi entah … saya menjadi terusik dengan kata-kata itu. Ketika kita disibukkan dengan berbagai hal dalam kehidupan kita, “Rendah hati” mungkin adalah sebuah kata yang hampir hilang dari perbendaharaan bahasa sehari-hari. Hampir setiap hari kita mendengar atau menyaksikan berita-berita atau nonton teve betapa para pemimpin kita, para elite politik dan pejabat publik menunjukkan arogansi kekuasaan atau jabatannya. Pertikaian politik di antara para pemimpin juga telah memberi gambaran yang jelas tentang betapa mereka sungguh merasa dirinya paling benar, paling mewakili rakyat, dan paling mengerti persoalan. Demikian halnya dengan para pakar dan pengamat politik, ekonomi dan sosial. Semuanya berlomba-lomba untuk memberikan komentarnya kepada publik dengan merasa diri paling benar dan orang lain paling salah. Kita memang tidak perlu mengatakan bahwa saudara kita itu tinggi hati, sombong, high profile, arogan, selalu ingin dihormati dan diistimewakan, tidak mau mendengar, tidak mau melayani, karena hal itu sama dengan kita juga tidak memiliki kerendahan hati (maaf ...seribu maaf ini hanya suatu pengamatan lho.....sejauh saya lihat di teve dan baca-baca berita. Woww..ha ...ha...siapa tahu sebenarnya kita juga belum rendah hati di lingkungan keluarga, masyarakat, tempat kerja, dll).
Pernah dalam suatu seminar dan dalam buku dikatakan bahwa kerendahan hati merupakan salah satu indikator dari tingginya kecerdasan spiritual seseorang. Seorang yang tidak bisa menunjukkan sikap atau karakter rendah hati, berarti belum mencapai kedamaian dengan dirinya. Dari hasil riset yang dilakukan oleh Gay Hendrick, PhD dan Kate Ludeman, PhD terhadap 800-an manajer perusahaan yang mereka tangani selama 25 tahun, salah satu kesimpulannya adalah bahwa para pemimpin yang berhasil membawa perusahaan atau organisasinya ke puncak kesuksesan biasanya adalah orang yang memiliki integritas, mampu menerima kritik, rendah hati, dan mengenal dirinya dengan baik. Para pemimpin yang sukses ini ternyata memiliki kecerdasan spiritual yang jauh lebih tinggi dari manusia rata-rata. Mereka justru adalah manusia yang rendah hati.
Berikut ini adalah sejumlah karakteristik atau ciri-ciri dari seseorang yang memiliki sifat rendah hati. Jika kita memiliki salah satu saja dari ciri-ciri ini, berarti kita memiliki kecerdasan spiritual yang lebih baik dibanding kita tidak memilikinya.
Memandang Setiap Individu Unik, Istimewa dan Penting....
Pribadi yang rendah hati biasanya justru memandang bahwa orang lain sebagai ciptaan Tuhan memiliki keunikan dan keistimewaan, sehingga dia senantiasa membuat orang lain merasa penting. Karena sesungguhnya setiap pribadi adalah istimewa. Setiap orang adalah spesial, unik, dan berhak untuk dihargai. Manusia adalah pribadi yang harus diperlakukan khusus. Manusia adalah makhluk yang sangat sensitif. Jika kita meragukan hal ini, lihat diri kita sendiri dan perhatikan betapa mudahnya kita merasa disakiti atau tersinggung. Jika apa yang Anda pikirkan mengenai orang lain berubah, maka sikap dan tindakan mereka terhadap Anda juga akan berubah. Karena manusia sangat sensitif satu sama lain dalam banyak hal, kita biasanya sangat peka terhadap apa yang dipikirkan oleh satu sama lainnya. Jika hubungan kita dengan isteri/suami, kekasih, teman, rekan bisnis, rekan kerja atau orang tua kita tidak sebagaimana yang kita harapkan, cobalah lihat lebih jauh ke dalam alam pikiran kita. Apa yang sesungguhnya kita pikirkan saat ini tentang orang tersebut? Orang seperti apa (suami/isteri, kekasih, sahabat, rekan) yang kita ciptakan dalam pikiran kita. Kita pasti memiliki hal-hal atau gambaran yang negatif atau jelek tentang orang tersebut.
Mau Mendengar dan Menerima Kritik ....
Salah satu ciri kerendahan hati adalah mau mendengar pendapat, saran dan menerima kritik dari orang lain. Sering dikatakan bahwa Tuhan memberi kita dua buah telinga dan satu mulut, yang dimaksudkan agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Kadang-kadang hanya dengan mendengarkan saja kita dapat menguatkan orang lain yang sedang dilanda kesedihan atau kesulitan. Dengan hanya mendengar, kita dapat memecahkan sebagian besar masalah yang kita hadapi. Mendengar juga berarti mau membuka diri dan menerima, suatu sifat yang menggambarkan kerelaan untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain maupun diri kita sendiri.
Demikian halnya dengan kritik, harus senantiasa dipandang sebagai sarana untuk kita belajar dan bertumbuh. Kritik harus kita pandang sebagai bahan baku kita untuk mengembangkan diri, bukan untuk menunjukkan kita salah atau benar. Apapun bentuk dan cara penyampaian kritik harus senantiasa kita pandang positif dalam proses pembelajaran yang berlangsung terus menerus dalam hidup kita. Banyak sekali dari kita yang memandang kritik sebagai hal pribadi, yang menunjukkan kelemahan dan kegagalan kita. Padahal sebaliknya kritik justru menunjukkan kemenangan dan kedewasaan kita dalam menghadapi setiap tantangan dan kesulitan.
Mau Melayani ....
Memang tidak bisa dielakkan manusia lebih cenderung ingin dilayani, diberi hak-hak istimewa, diutamakan dan dihormati. Bahkan menurut Dale Carnegie, salah satu prinsip dasar dalam menangani manusia adalah membuat orang lain merasa penting. Karena pada dasarnya setiap individu ingin merasa dirinya penting, diutamakan dan dihormati. Maka tidak heran kalau ada yang mengatakan ”Kepemimpinan justru sering diartikan dengan jabatan formal, yang justru menuntut untuk mendapat fasilitas dari orang seharusnya dilayani. Bahkan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani”. Sifat mau melayani dimulai dari dalam diri kita. Mau melayani menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Hal tersebut dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani orang lain. Kembali kita diingatkan bahwa sifat mau melayani berarti memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dilayani. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari orang lain yang membutuhkan pelayanannya.
Menang Tanpa Ngasorake, Ngalah Tapi Ora Kalah ....
Mungkin kita masih ingat Nuansa Kasih edisi Minggu, 15 Juni 2008. Ada peribahasa Jawa yang mengatakan : ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, lan sugih tanpa bondo. Artinya menyerang tanpa pasukan, menang tanpa harus menindas dan kaya tanpa harta. Filosofi yang terkandung di dalamnya menunjukkan kerendahan hati yang sangat dalam. Dalam mengkritik atau memenangkan suatu persaingan kita tidak perlu menunjukkan kehebatan maupun memamerkan apa yang kita miliki, bahkan ketika kita menang sekalipun tidak ada rasa pamer atau kesombongan yang terlihat. Falsafah ini sungguh merupakan gambaran yang sangat jelas tentang arti rendah hati. Sebaliknya, jika kita harus mengalah demi kebaikan ataupun jika kita kalah dalam suatu pertandingan atau persaingan kita tidak boleh merasa gagal atau dikalahkan. Kekalahan atau kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan atau kemenangan. Jangan hanya melihat hasil pada satu dimensi waktu tertentu, tetapi kita harus menikmati proses, karena orang bijak mengatakan ”success is a journey not a destination”.
Berani Mengakui Kesalahan dan Meminta Maaf
Salah satu ciri manusia rendah hati adalah senantiasa berani mengakui kesalahan dan meminta maaf jika melakukan kesalahan atau menyinggung perasaan orang lain. Manusia rendah hati adalah manusia yang sangat peduli dengan perasaan orang lain. Bedakan dengan mereka yang senantiasa peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Orang seperti ini bukan rendah hati, tetapi rendah diri atau tidak memiliki rasa percaya diri, sehingga dia selalu khawatir dengan apa yang akan dipikirkan atau dikatakan orang lain tentang dirinya.
Rela Memaafkan .....
Rela memaafkan juga merupakan ciri seseorang yang rendah hati. Bahkan dalam setiap agama dikatakan bahwa kita harus mau mengampuni kesalahan sesama kita, karena Tuhan juga mau mengampuni dosa-dosa kita. Sifat ini justru tidak kita temui dalam keseharian kita. Masih banyak dari kita yang tidak dapat memaafkan orang lain dan senantiasa hidup dalam dendam dan sakit hati. Maka kita diingatkan bahwa dengan tidak rela memaafkan, kita justru membiarkan diri kita digerogoti oleh perasaan dendam dan sakit hati yang menimbulkan berbagai penyakit baik fisik maupun kejiwaan. Rela memaafkan justru lebih ditujukan kepada kepentingan diri kita sendiri, untuk menghindarkan kita dari penyakit dan tekanan dalam kehidupan kita.
Lemah Lembut dan Penuh Pengendalian Diri ....
Ciri yang jelas dari orang yang rendah hati adalah sikapnya yang lemah lembut (gentle) dan penuh pengendalian diri (self control). Kita tidak pernah membiarkan emosi lepas kontrol. Kita tidak menunjukkan kemarahan dengan sikap kasar, kata-kata yang tidak baik, atau melakukan tindakan fisik. Kemarahan atau kekecewaan yang dirasakan senantiasa dapat kita kendalikan sepenuhnya, dalam arti bukan diluapkan (expressed), bukan pula dilupakan, diacuhkan atau ditahan (supressed), tetapi dilepaskan dengan pasrah (released). Sekalipun sulit, tetapi yakinlah kita bisa.
Mengutamakan Kepentingan Yang Lebih Besar ...
Kita diingatkan kembali mengenai orientasi hidup kita. Orientasi hidup kita ternyata tidak hanya untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan tetapi justru kepentingan bersama. Seorang yang rendah hati justru senantiasa mengutamakan kepentingan dan nilai yang lebih besar dibandingkan kepentingan pribadi ataupun golongannya. Sedangkan yang sering kita amati, justru para pemimpin, wakil rakyat dan politisi lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan golongannya. (atau bisa jadi kita sendiri seperti itu.... ha... ha..tidak boleh sakit hati lho....).
Hari ini kita diundang oleh Sabda Tuhan merenungkan hidup kita. Bagaimana kita berjuang hidup rendah hati di keluarga, lingkungan, tempat kerja, masyarakat, dan dimana aja kita berada sebagai pengikut Kristus. Mari kita renungkan ayat-ayat cantik ini (tidak hanya nomor handphone yang cantik lhooo!! Tetapi Sabda Tuhan juga cantik membimbing hidup kita): I Petrus 5:5: "Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Ulangan 8:2 "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak". Matius 11:29: "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan". 1 Timotius 4:12: “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu".
Dominus Vobiscum.
(Sumber: RD. @d@m Soen di Buletin Paroki Nuansa Kasih, Minggu 6 Juli 2008)