Tuesday, March 13, 2007

April MOP

Cerita berikut ini kami dapatkan dari milis sebelah...

Bulan April Sebentar Lagi datang, mau tahu Sejarah April Mop, seorang teman
mengirimkan kisah ini, mudah-mudahan bermanfaat :

Tahukah, bahwa perayaan April Mop yang selalu diakhiri dengan kegembiraan dan kepuasan itu, sesungguhnya berawal dari suatu tragedi besar yang sangat menyedihkan dan memilukan???

April Mop, atau The April's Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487, atau bertepatan dengan 892 H. Sejak dibebaskan Islam pada abad ke- 8M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur.

Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Perancis. Perancis Selatan dengan mudah dibebaskan. Kota Carcassone, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walaupun sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Got dan Navaro di daerah sebelah Barat yang berupa pegunungan. Islam telah menerangi Spanyol. Karena sikap para penguasa Islam yang begitu baik dan rendah hati, banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulusdan ikhlas memeluk Islam.

Muslim Spanyol bukan saja beragama Islam, namun sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca Al-Qur'an, namun bertingkah laku berdasarkan Al-Qur'an. Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas, dan segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.

Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun selalu gagal. Maka dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam Spanyol. Akhirnya mereka menemukan cara untuk menaklukkan Islam, yakni dengan pertama-tama melemahkan iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya.

Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirimkan alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada membaca Al Qur'an. Mereka juga mengirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niupkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.

Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa dikuasai Pasukan Salib Penyerangan oleh pasukan Salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua. Satu-persatu daerah di Spanyol jatuh.

Granadaadalah daerah terakhir yang ditaklukkan . Penduduk-penduduk Islam di Spanyol (juga disebut orang Moor) terpaksa berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara Salib terus mengejar mereka. Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara Salib mengetahui bahwa banyak muslim Granadayang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara Salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka.

Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Namun beberapa dari orang Muslim diperbolehkan melihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan.
Setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah disediakan, mereka pun segera bersiap untuk meninggalkan Granadadan berlayar meninggalkan Spanyol.

Keesokan harinya, ribuan penduduk muslim Granadakeluar dari rumah-rumah mereka dengan membawa seluruh barang-barang keperluan, beriringan berjalan menuju pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai pasukan Salib, memilih bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka.

Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara Salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika mereka membakari rumah-rumah tersebut bersama dengan orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya. Sedang ribuan umat Islam yang tertahan di pelabuhan, hanya bisa terpana ketika tentara Salib juga membakari kapal-kapal yang dikatakan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena sama sekali tidak bersenjata.
Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang para tentara Salib telah mengepung mereka dengan pedang terhunus.

Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara Salib segara membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman. Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April. Inilah yang kemudian diperingati oleh dunia Kristen setiap tanggal 1 April sebagai April Mop (The April's Fool Day). Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain.
Bagi umat Kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara Salib lewat cara-cara penipuan.
Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekedar hiburan atau keisengan belaka.

Bagi umat Islam, April Mop tentu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. Hari di mana ribuan saudara-saudaranya seiman disembelih dan dibantai oleh tentara Salib di Granada, Spanyol. Sebab itu, adalah sangat tidak pantas juga ada orang Islam yang ikut-ikutan merayakan tradisi ini. Siapapun orang Islam yang turut merayakan April Mop, maka ia sesungguhnya tengah merayakan ulang tahun pembunuhan massal ribuan saudara-saudaranya di Granada, Spanyol, 5 abad silam.

Wahai saudara-saudariku sesama Muslim, sampai hatikah Anda semua merayakan April Mop sekarang ini, setelah mengetahui apa yang sebenarnya melatarbelakangi perayaan yang diadakan dunia Barat setiap tanggal 1 April itu???

Perempuan, Maafkan Mata Jalangku


MARI bicara soal kecantikan. Laki-laki mana sih yang tidak menoleh melihat wajah cantik? Atau perempuan mana yang tidak ingin disebut cantik? Cantik itu seperti apa? Simak deh pendapat Hendro --sebut saja begitu-- seorang wartawan majalah perempuan. Buat cowok ini, cantik menurutnya adalah cewek itu harus tinggi, kulit putih, rambut lurus dan tubuh proporsional. Benarkah?

Saya --penulis-- adalah seorang laki-laki. Kecantikan menurut versi laki-laki, adalah kecantikan stereotype pasaran yang betul-betul dimodifikasi oleh media habis-habisan. Tidak ada media yang menampilkan sampul majalahnya secara ekstrem dengan sosok perempuan [mungkin juga laki-laki] yang "tidak lazim". Lazim disini masih dalam perspektif media. Tidak banyak media yang secara "nekat" dan "revolusioner" memajang sosok yang gendut, berkulit hitam, atau rambut keriting. Jadi, cantik itu masih berkutat fisik yang indah.

Tapi bagaimana kalau saya sodorkan data, hanya 1% perempuan Indonesia yang merasa dirinya cantik? Tidak percaya? Penelitian yang digelar oleh Harvard University ini digagas secara global karena melibatkan sekitar 11 negara, termasuk Indonesia, dan mengajak sekitar 2000 responden.

Rupanya, mereka [baca: perempuan] begitu kuat terindoktrinisasi, betapa cantik itu harus utuh secara fisik, dari atas sampai bawah. Seorang tokoh feminis bernama Naomi Wolf pernah menulis buku berjudul The Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Against. Menurut Wolf, banyak perempuan rela menderita dengan melakukan diet dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat tubuhnya agar tetap langsing, indah dan cantik. Personifikasi cantik itulah yang membuat perempuan [di Indonesia] selalu merasa tidak cantik. Padahal, mungkin secara fisik, sudah seperti bidadari dari khayangan.

Media juga kental mencitrakan kecantikan dengan segala sesuatu yang ideal dan indah.-indah saja. Diluar yang dicitrakan, perempuan tidaklah cantik. Jadi, melihat perempuan tanpa citra ideal tadi, sama saja mengatakan dia tidak cantik. Mau jeng?

Dalam kaitan ini, laki-laki melihat kecantikan dengan tolok ukur penilaian terhadap perempuan yang seksi, indah, wangi saja. Selebihnya, tolok ukurnya jelas, perempuan itu tidak cantik. Dalam teori Edward Lison, dijelaskan pada dasarnya komposisi tubuh manusia 30% adalah animal. Dari runtutan sejarah, manusia adalah primata atau kera. Sedangkan 70% menyangkut dari sisi karakter pribadi, sosial, budaya, dan yang paling tinggi adalah religius. Kalau merunut dari teori Lison, seorang laki-laki melihat wanita cantik, secara naluri air liurnya akan keluar. Itu artinya ada daya tarik tertentu dalam tubuh wanita.

Apakah dengan begitu, laki-laki kemudian mengkondisikan dirinya sebagai sosok yang punya hak menentukan arti kecantikan perempuan? Seorang feminis Australia, Germaine Greer dalam bukunya The Female Enouch mengatakan bahwa sebenarnya banyak perempuan tidak menyadari keunikan dirinya dan membiarkan tubuhnya didefinisikan oleh pihak lain terutama kaum laki-laki. Perempuan tidak harus selalu menjadi ideal seperti yang diidamkan laki-laki. Satu pernyataan yang cukup tajam dari Greer adalah tubuh [perempuan] seharusnya menjadi media bagi perempuan untuk keluar dari ketertindasan, tekanan yang membuat dirinya terpinggirkan.

Bebas dari ketertindasan disini, menurut penulis, menjadi cantik itu seharusnya berkorelasi dengan perasaan enjoy. Ketika perempuan enjoy dengan dirinya yang hitam, berambut keriting, bertubuh pendek, atau tak punya dada montok, saat itulah dia cantik. Persepsi orang lain mungkin berbeda, tapi kecantikan itu boleh saja menjadi milik si perempuan tadi.

Disadari atau tidak, sebenarnya setiap masa itu punya persepsi kecantikan ideal yang berbeda-beda. Ketika masa renaissance, perempuan bertubuh tipis atau twiggy, adalah sosok yang diidamkan. Tapi masa victoria, perempuan yang padat berisi dengan dada besar, disebut kecantikan yang ideal. Memasuki abad 21, kecantikan mulai diarahkan seragam oleh kekuatan besar media. Hasilnya, awal 80-an sampai sekarang, cantik ideal itu sangat stereotype. The Beauty is Wealth.

Apakah salah menjadi cantik fisik? Tentu saja tidak. Tapi perhatikan soal kepuasan kecantikan yang dimiliki. Dari hasil penelitian di atas, wanita Filipina, 87% diantaranya, menyatakan bahwa mereka puas dengan kecantikan yang dimiliki. Sementara, wanita Indonesia, Jepang dan Korea memilih 'sangat tidak puas' dengan kecantikan yang mereka miliki. Apabila ditelaah lebih lanjut, khususnya wanita di Bandung, ternyata mempunyai tingkat kepuasan jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang berada di Medan dan Jakarta akan kecantikan yang dimiliki.

Saya adalah laki-laki. Dari kecil, saya dan mungkin juga Anda, sudah masuk wilayah stereotype yang kuat. Bahwa perempuan harus di dapur dan laki-laki pergi ke sawah bekerja keras. Saya mungkin juga laki-laki jalang. Yang memaknai kecantikan secara lahiriah saja, melihat fisik indah saja sebagai sebuah komoditi. Mata jalang saya sering memandang "liar" pada perempuan yang menurut saya menarik secara seksual.

Real Beauty memang tak bisa ditemukan secara mata lahir. Mata hati lebih jeli melihatnya. Tidak gampang menemukan kecantikan sejati dalam sekejap. Termasuk lewat mata jalang saya. Real beauty adalah menikmati kekurangan dan kelebihan diri sendiri. Perempuan, maafkan mata jalang saya.

(kiriman dari teman)

Keperjakaan, Gugatan Kepada Laki-Laki

KEPERAWANAN? Tiba-tiba satu kata ini menjadi tidak adil untuk perempuan. Tuntutan masih perawan ketika menikah, selalu didengungkan tanpa pernah bertanya apakah perlu juga mempertanyakan soal keperjakaan. Secara biologis, perempuan yang tidak perawan bisa dilihat dari selaput daranya. Tapi bagaimana dengan laki-laki yang tidak perjaka? Kecuali kena "penyakit kelamin" praktis rada sulit menerkanya.

Kembali pada perkara keperawanan dan keperjakaan tadi. Kalau perawan berarti emas, lalu bagaimana dengan keperjakaan yang kasat mata itu? Sebab pada kasus-kasus lama selalu istri yang ketahuan sudah tidak perawan lagi yang akan dilecehkan. Lantas bagaimana para istri tahu kalau suaminya sudah tidak perjaka?

Bagi saya keperawanan hanya simbol dan itu tidak mutlak. Mungkin karena budaya yang menjunjung tinggi keperawananlah yang membuatnya terlihat begitu sakral dan suci. Bukankah seharusnya yang dilihat itu hati dan jiwanya. Sebab yang sering saya dengar begitu. Lihatlah perempuan bukan dari fisiknya, namun dari kecantikan dalamnya atau yang tren disebut inner beauty.

Entah kenapa dari tadi saya hanya menyatakan ketidakadilan melulu. Mungkin karena saya terlalu penasaran dengan jawaban-jawaban yang juga kasat mata seperti keperjakaan. Atau saya terlalu perfeksionis membela kaum perempuan? Sampai saat ini saya masih tidak mengerti.

TAHUKAH kita, Eva Peron, istri diktator Argentina Juan Peron, pada umur 14 tahun menyerahkan keperawanannya kepada penyanyi tengo, Jose Armani. Ratu Catherine II dari Rusia, yang hidup antara 1729-1796 pada umur 23 tahun menyerahkan keperawanannya kepada seorang Saltyokov. Kemudian menjadi kaisar seluruh Rusia sejak 1762 sampai meninggal. Puput Melati, digosipkan hamil sebelum menikah. Ini gara-gara ia memutuskan untuk menikah usia muda, 21 tahun.

Data ini, kiranya bisa kita jembeng menjadi panjang. Akan tetapi, masalah keperawanan tetap menjadi penting. Rata-rata, hampir semua pesohor di Indonesia secara eksplisit maupun implisit mengaku masih perawan saat pesta pernikahan. Pasalnya, mereka takut jika tidak perawan saat menikah. Takut digunjingkan dan sanksi sosial. Keperawanan, dalam konteks sederhana, sering dipahami dari ukuran seseorang yang belum pernah melakukan hubungan seksual. Cakupannya pun sangat terbatas, hanya berlaku bagi perempuan, bertaut dengan selaput dara. Bagaimana dengan keperjakaan?

Definisi semacam itu, ternyata dalam perkembangannya dinilai usang. Tidak adil. Menyesatkan. Sebab, bagaimana dengan perempuan yang diperkosa, naik sepeda atau naik kuda, kemudian robek selaput daranya? Justru karena itulah, kita perlu berintim-intim dengan masalah ini.

Benarkah hanya cewek yang harus tetap perawan sampai menikah? Apakah kalau cowok boleh tidak perjaka? Boleh jajan sebelum kawin? Keperawanan, katanya, dipahami sebagai belum pernah berhubungan seksual. Keperawanan dianggap positif atau negatif bergantung pada umur, jenis kelamin dan budaya seseorang, serta sikap dan keyakinan pribadinya. Keputusan untuk tetap perawan atau bersebadan sepenuhnya, tergantung yang bersangkutan.

Keperawanan bukan melulu sesuatu yang hilang atau diambil orang lain secara fisik, tetapi juga faktor emosional. Perempuan yang diperkosa secara emosional, hakikatnya masih perawan, meski terenggut selaput daranya. Sebaliknya orang yang berselingkuh melalui cybersex atau phonesex, sejatinya kehilangan keperawanan dan keperjakaan] secara emosional.

Penulis berada pada posisi yang merasakan ketidakadilan yang dirasakan perempuan. Laki-laki memang merasa superior karena secara kasat mata, meskipun sudah melakukan hubungan seks seribu kali, masih bisa mengaku perjaka. Laki-laki merasa superior karena merasa berhak memilik "keperawanan" perempuan yang dinikahi atau dikasihinya. Tapi apakah perempuan juga tidak berhak memiliki keperjakaan laki-laki yang notabene suami atau kekasihnya?

Jadi, rasanya tidak adil ketika "tuntutan-tuntutan" laki-laki menguat, sementara menisbikan "tuntutan-tuntutan" perempuan. Keperjakaan & keperawanan, harus diletakkan pada posisi yang seimbang, bukan men-subordinasi. ....

Saturday, March 10, 2007

200 Pesawat Tak Layak Terbang

Minggu, 11 Mar 2007,

Lima Jenazah Warga Australia Teridentifikasi
JAKARTA - Ada 200 dari 573 pesawat komersial di negeri ini yang tak layak terbang jika aturan baru pembatasan usia pesawat diberlakukan. Pesawat-pesawat tersebut berusia 20-35 tahun. Padahal, ketentuan baru yang disiapkan pemerintah membatasi usia operasi pesawat maksimal 20 tahun dan yang masuk ke Indonesia maksimal 10 tahun.

"Maskapai tidak perlu khawatir. Ini belum final. Pemerintah juga telah menyiapkan skenario kedua, yakni mematok umur maksimal operasi pesawat 25 tahun," kata Direktur Direktorat Sertifikasi Kelaikan Pesawat Udara Dephub (DSKU) Yurlis Hasibuan usai diskusi Elegi Tragedi Transportasi Belum Berakhir Sampai di Sini di Mario's Place, Jakarta, kemarin. Aturan saat ini, kata Yurlis, pemerintah membatasi usia operasi maksimal 35 tahun atau siklus pendaratan 70 ribu kali.

Menurut Yurlis, mengantisipasi terjadinya kecelakaan udara, DSKU akan memperketat pengawasan terhadap maskapai penerbangan. "Kami tempatkan orang di masing-masing maskapai untuk melakukan pengawasan dan setiap hari lapor pada saya. Sebelum saya tanda tangan kelaikan, saya periksa," ujarnya.

Saat ini, tambah Yurlis, pihaknya memiliki 85 inspektur teknik dan 30 pilot. Ini belum ditambah 40 tenaga independen dari luar Departemen Perhubungan. "Tahun ini kita tambah 15 orang, fresh graduate dari Curug," tambahnya.

Yurlis mengatakan, belajar dari terbakarnya Boeing 737-400 Garuda Indonesia (GA 200) Selasa lalu yang diduga kuat akibat pilot error, Dephub juga akan menerapkan kebijakan baru. Yakni, maskapai diwajibkan memasang approach and landing accident reduction (ALAR). Sebenarnya alat tersebut bukan barang baru bagi dunia penerbangan dan telah direkomendasikan organisasi penerbangan internasional. Namun, dengan alasan mahal, Indonesia belum menerapkannya. "Minggu depan kita terapkan," jelasnya.

Cara kerja alat berbentuk flat data recorder tersebut adalah mencatat kerja pilot selama penerbangan. Ini berbeda dengan dua kotak hitam (black box) yang mencatat dua data, yakni flight data recorder dan cockpit voice recorder yang lebih ke data fisik pesawat. "Kalau pilot terbangnya gini-gini (sambil memeragakan pesawat oleng, Red) akan ketahuan. Bentuknya juga rahasia, tidak dipamer-pamerkan, " tambah Yurlis.

Bisa jadi alat tersebut diletakkan di tempat duduk pilot. Tapi, lagi-lagi, karena biaya besar yang harus dikeluarkan maskapai untuk membeli alat tersebut, pemerintah tidak akan mewajibkan setiap pesawat memiliki ALAR.

Menurut Yurlis, pada tahap awal setiap tipe pesawat minimal dilengkapi dua ALAR dengan alat perekamnya. "Misalnya Garuda punya 30 Boeing 737-300, paling tidak ada dua yang dilengkapi ALAR," tambahnya. Sampai saat ini, ujarnya, baru Air Asia yang memiliki alat tersebut. Semahal apa harganya? "Soal harga jangan tanya saya. Nanti saya tanyakan ke Air Asia," ujarnya lantas tertawa.

Meski sudah dilengkapi ALAR, urusan tidak selesai di situ. Setiap maskapai harus selalu mengadakan pengecekan untuk mengetahui seberapa optimal kerja pilot. "Implementasi ALAR harus konsisten, jangan asal dipasang," ujarnya.

Sebagai pengawasan terhadap kemungkinan human error, DSKU juga akan melakukan investigasi pesawat per rute. Kegiatan rahasia tersebut dilakukan seorang investigator yang mengawasi penerbangan rute tertentu.

"Yang dilakukan investigator hanya duduk. Dia mengawasi, pokoknya apa yang terjadi in route, semua dilihat. Kerja sama berdua (antara pilot dan kopilot, Red) bagus nggak, komunikasi tower lancar atau tidak, dan melihat adakah instrumen di kokpit yang mati," ujarnya.

Soal sertifikasi pilot, Yurlis masih memegang aturan lama, yakni enam bulan untuk pilot dan satu tahun untuk kopilot. Dengan kecelakaan yang sering terjadi, apakah sertifikasi bakal dipercepat? "Belum sampai perubahan. Aturan tetap begitu. Tapi, masing-masing perusahaan bisa saja lebih cepat seperti Garuda yang tiga bulan. Kita tunggu KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) beri rekomendasi, " tambah Yurlis.

Dia menambahkan, kecelakaan pesawat GA 200 di Jogjakarta memberi pembelajaran akan pentingnya menjaga kondisi pilot dan kopilot tetap optimal. Penyelidikan pesawat nahas yang diduga human error itu merupakan penyelidikan terbesar, yang juga dilengkapi psikolog untuk memeriksa kru pesawat. Soal grounded yang terhadap pilot dan kopilot merupakan pencegahan preventif demi penyelidikan. "Itu dilakukan sampai hasil KNKT diumumkan. Setelah itu baru bisa dikembalikan sebagai pilot," tambahnya.

Teridentifikasi

Lima jenazah korban terbakarnya pesawat Garuda Indonesia GA 200, Selasa lalu, dipastikan warga negara Australia. Tim forensik gabungan RS Sardjito, Disaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri, dan DVI Australia juga telah mengidentifikasi kelima korban tersebut.

Kelima warga Australia itu adalah Morgan Mellish, Mark Scott, Brice Steele, Allison Sudradjat, dan Elizabeth O'Neill. Liz O'Neill adalah juru bicara dan counsellor Public Affairs Kedutaan Besar Australia di Jakarta.

Dalam posisinya tersebut, O'Neill termasuk pejabat kedutaan yang banyak berhubungan dengan wartawan. Saat ini, misalnya, O'Neill sedang menyiapkan keberangkatan tujuh pimpinan redaksi media cetak dan elektronik di Indonesia untuk menghadiri Australia-Indonesia Senior Editors Meeting di Sydney dan Canberra, 16-23 Maret. Bahkan, sepekan sebelum kepergiannya, O'Neill sempat mewawancarai wakil Jawa Pos yang akan hadir dalam pertemuan tersebut melalui telepon.

Ketua Tim DVI Mabes Polri Kombespol Slamet Purnomo mengatakan, setelah semua korban warga Australia berhasil diidentifikasi, semua jenazah segera dibawa ke Australia. Namun, proses pemulangan itu juga masih menunggu surat resmi dari pemerintah Indonesia.

"Kami tidak tahu apakah dari Jogja langsung dibawa ke Australia atau transit di Jakarta dulu," kata Slamet kepada wartawan di Jogja kemarin.

Sementara itu, Mabes Polri menyatakan, dari hasil Labfor Polri, visum et repertum korban, pemeriksaan saksi mata, serta kapten pilot M. Marwoto Komar dan kopilot Gaha Saman Rohmana, didapatkan sejumlah keterangan penting. Marwoto menyatakan, seluruh petunjuk instrumen pesawat dalam kondisi baik dan normal serta secara fisik tidak ditemukan adanya asap, api, ledakan, atau pun gangguan lainnya.

"Maka, kami nyatakan tidak ada sabotase, serangan teroris, atau bom yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan itu," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto melalui pesan pendek kemarin.

Jenderal bintang dua itu menambahkan, kendati KNKT adalah sebuah badan independen, mereka membuka diri untuk bekerja sama dengan Polri di lapangan. "Tapi, soal teknis penerbangan sepenuhnya sedang dilakukan KNKT," lanjutnya.

Untuk itu, Polri terus berkoordinasi dengan KNKT untuk melakukan evaluasi. Rapat-rapat semacam itu melibatkan unsur KNKT dan Polri yang terdiri atas Kapolda DIJ, Bareskrim Mabes Polri, Puslabfor, Pusat Identifikasi, dan Disdokkes Polri.

Di bagian lain, Bareskrim Mabes Polri benar-benar ingin membidik pihak yang bertanggung jawab dalam setiap kecelakaan pesawat. Sebuah kursus kejuruan penyidikan kecelakaan pesawat tengah disiapkan. Rencananya, kursus itu diadakan di Pusdik Reskrim, Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat, pada Juni-Juli mendatang.

"Saya kini diminta untuk mengumpulkan teman-teman sebagai tenaga pengajar," kata Kombes Pol (pur) Jhon T. Brata saat dihubungi kemarin sore. Mantan Wakasudit Pilot Subdit Pol Udara Mabes Polri itu melanjutkan, tujuan kursus itu adalah memberikan pengetahuan teknis kepada penyidik tentang segala hal yang berkaitan dengan pesawat. "Supaya fakta tidak dimanipulasi dan polisi tidak dikelabui," tambahnya.

Menurut Jhon, jika ditelisik lebih jauh UU 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, hasil kerja KNKT memang tidak bisa digunakan sebagai bahan penyidikan dan penuntutan. "Sebab, KNKT hanya mencari unsur apa untuk kemudian melakukan perbaikan, sedangkan polisi mencari unsur siapa. Maka, polisi perlu bergerak sendiri sebagaimana di Amerika, misalnya," bebernya.

Pihak KNKT telah memeriksa pilot Marwoto Komar. Hal itu diungkapkan Kolonel Hindrayanto, psikiater tim penyelidik kasus Garuda.

"Marwoto sudah bercerita mengenai kronologi kecelakaan pesawat tersebut. Singkatnya, dia telah memberikan keterangan kepada kami," ucap Hindrayanto ketika dikonfirmasi Jawa Pos tadi malam.

Kendati demikian, perwira menengah dari TNI-AU tersebut menyatakan, belum ada kesimpulan yang bisa diambil dari pemeriksaan tersebut. "Ceritanya masih sepotong-sepotong. Untuk pengambilan kesimpulan masih jauh karena harus di-combined dengan fakta-fakta dan temuan yang ada," imbuhnya.

Hindrayanto juga menjelaskan bahwa terkait dengan kondisi psikis Marwoto, pemeriksaannya harus dilakukan secara bertahap. "Tadi dia bercerita tentang A, namun belum lengkap. Besok, kami coba akan meminta dia bercerita tentang kelanjutannya hingga lengkap, baru membahas hal B," katanya. Dia lantas menyebutkan bahwa pilot dan kopilot diperiksa di tempat yang masih dirahasiakan.

Apakah cerita Marwoto mengindikasikan adanya kerusakan mesin? Sayang, Hindrayanto menolak menjelaskan. "Kami tidak bisa menjawabnya karena keterangan yang kami dapatkan juga belum sepenuhnya lengkap. Kami khawatir nanti timbul salah persepsi dari keterangan yang sepotong-sepotong tersebut. Akibatnya, langkah penyelidikan kami malah semakin bias," ujarnya. (ein/naz/ano/ lin)

Menggugah Rasa Keindonesiaan

Mochtar Buchori

Gelisah, jengkel, dan cemas! Itulah suasana hati saat mengikuti seminar "Kita Indonesia!" yang menampilkan tiga pembicara Prof Sastrapratedja SJ, Kamala Chandrakirana MA, dan Prof Syafi’i Ma’arif di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, 24 Februari 2007.

Ketiga pembicara menekankan betapa rawannya situasi kebangsaan kita dewasa ini. Ketiga pembicara menyimpulkan, Sila Kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dapat dijadikan titik mula untuk memulihkan rasa kekitaan, rasa keindonesiaan, di antara kita yang masih merasa terpanggil untuk menjaga kelanggengan bangsa Indonesia.

Kegelisahan ini rupanya dimulai dengan munculnya pendriyaan (gewaarwording) di antara perancang seminar bahwa rasa kekitaan, rasa keindonesiaan, mulai memudar. Menurut perancang seminar, kini banyak orang merasa kita bukan lagi "bangsa Indonesia". Kita sekadar kumpulan manusia yang menghuni wilayah geografis yang bernama Indonesia.

Ini sungguh kemunduran historis yang mengkhawatirkan. Mengapa? Dulu kita mendirikan negara ini dengan rasa kekitaan, rasa keindonesiaan, yang amat kuat. Semboyan tahun 1945 yang berbunyi "Merdeka atau Mati!" merupakan saksi sejarah dari rasa kebersamaan yang kuat.

Dalam Kata Pengantar atas ketiga makalah itu dikatakan, kini banyak orang di antara kita tidak menyadari, memudarnya rasa keindonesiaan dapat menjadi awal kepunahan kita sebagai bangsa. Kita bisa kehilangan ciri pokok bangsa, yaitu kemampuan untuk berbagi kehidupan (sharing life), berbagi ingatan tentang masa lampau (sharing memory), dan berbagi pengalaman sejarah (sharing history).

Menurut para pemrakarsa seminar, memudarnya rasa keindonesiaan terjadi karena pendangkalan dalam memaknai Sila "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Menurut Prof Sastrapratedja, pendangkalan ini menghambat—dan nyaris menghentikan—proses pemberadaban (civilizing process) dalam diri bangsa kita. Penghambatan proses pemberadaban ini menggerogoti kemampuan kita untuk mengatur perilaku, kemampuan mengendalikan diri, dan kemampuan melawan diri sendiri. Hilangnya kemampuan mengendalikan dan mengatur diri bisa membuat kita membinasakan diri sendiri.

Rapuhnya kemanusiaan

Analisis Prof Sastrapratedja yang bersifat filosofis ini mendapat ilustrasi empiris dari kedua pembicara lain. Makalah Kamala Chandrakirana dari Komnas Perempuan dan Prof Syafi’i Ma’arif dari Muhammadiyah memaparkan berbagai peristiwa dan kasus yang mucul sebagai akibat pendangkalan dalam memaknai Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hilangnya empati, solidaritas, kepedulian, dan rasa keadilan telah melahirkan berbagai tindak kekerasan yang memperlihatkan makin menipisnya keberadaban (civility) kehidupan bersama.

Kamala Chandrakirana menguraikan, rapuhnya rasa kemanusiaan dalam nurani bangsa telah membuat perempuan menjadi sasaran dari berbagai bentuk kekerasan oleh laki-laki, oleh sesama perempuan yang merasa memiliki kekuasaan, dan oleh penguasa. Akibat lain dari pendangkalan ialah maraknya kemunafikan dalam masyarakat kita, yang oleh Prof Syafi’i Ma’arif disebut sebagai "tidak bersahabatnya laku dengan kata".

Prof Syafi’i Ma’arif menunjukkan bagaimana orang Indonesia yang mengaku beragama siang-malam mengkhianati pesan-pesan moral agamanya tanpa pernah merasa berdosa. Tidak hanya agama yang kini dikhianati orang, tetapi juga ideologi nasional, Pancasila juga dikhianati. Menurut Prof Syafi’i Ma’arif, "Pancasila pada periode-periode tertentu juga dijadikan pembenar terhadap libido politik yang haus kekuasaan dengan segala akibatnya bagi nasib kita semua."

Menurut Prof Sastrapratedja, peristiwa kekerasan di Ambon, Poso, dan Peristiwa Mei 1998 telah mempertontonkan kepada seluruh dunia kegagalan kita mengendalikan perilaku sendiri.

Kegagalan ini harus ditebus dengan menjalani berbagai kepahitan dalam mengelola masyarakat. Prof Sastrapratedja mengatakan, kekerasan (violence) tidak hanya terkait dengan hak milik dan keamanan fisik, tetapi juga dengan "esensi manusia itu sendiri", yaitu kebebasan. Mengutip JM Domenach, Prof Sastrapratedja menulis, "Hewan mencari mangsanya. Mangsa manusia adalah kebebasan."

Masa depan bangsa

Dalam situasi kita kini, timbul rasa cemas atau khawatir mengenai masa depan bangsa dan negara. Secara keseluruhan, ini merupakan pertanda, sebagai bangsa kita masih sehat. Tetapi, jika rasa khawatir ini dibiarkan berkembang secara berlebihan, maka akan tercipta suasana yang tidak sehat. Tidak seluruh bangsa ini sakit. Yang sakit ialah lapisan-lapisan tertentu dalam generasi dewasa. Sedangkan berbagai lapisan dalam generasi muda masih sehat. Yang perlu dilakukan ialah menjaga agar generasi yang masih bersih tidak terkontaminasi oleh penyakit yang menghinggapi sementara golongan dalam generasi dewasa: kemunafikan, lepas kendali diri, dan kecenderungan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan setiap perbedaan. Masa depan bangsa masih dapat diselamatkan.

Dalam pendapat saya, langkah utama yang harus ditempuh untuk tujuan ini ialah mengembangkan model pendidikan yang akan memberikan kepada generasi muda kemampuan memahami dan menghayati nilai-nilai selain memahami fakta- fakta serta hukum-hukum tentang kehidupan dalam ruang (space) fisik.

Model pendidikan seperti ini akan membekali siswa dengan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan kearifan (wisdom). Berbekal tiga keutamaan (virtues) ini, generasi muda akan mampu menangkap makna dalam konsep-konsep abstrak, seperti kemanusiaan, keadilan, keberadaban, dan kehidupan yang bermartabat, selanjutnya menggunakan nilai- nilai itu sebagai acuan dalam usaha bersama mengembangkan kehidupan bangsa yang bermakna dan bermartabat.

Mendesaknya model pendidikan seperti ini akan terasa jika kita ingat, dalam zaman yang amat menekankan pragmatisme dan mengabaikan idealisme, kini kehidupan sehari-hari kita penuh godaan untuk mengikuti gaya hidup yang menjanjikan kemewahan dengan usaha sekecil mungkin. Sikap ini lahir dari anggapan, teknologi mampu mengambil alih sebagian besar kinerja yang harus dilakukan manusia. Kini sedikit orang yang menyadari, jalan menuju negara selalu ditaburi emas (De weg naar de hel is met goud geplafeit).

Dapatkah model pendidikan seperti ini dikembangkan? Dapat, asal dengan sadar kita berusaha untuk menjauhkan pendidikan dari penyakit reduksionisme, yaitu kecenderungan memperendah kadar intelektual dari suatu program pendidikan. Kita harus dengan sadar berusaha agar pelajaran sejarah tidak direduksi menjadi hafalan kronologi peristiwa; pelajaran seni lukis tidak menjadi pelajaran tentang teknik menggambar; dan pelajaran Pancasila tidak direduksi menjadi pelajaran untuk melatih anak-anak menjadi beo politik.

Melalui model pendidikan ini kita akan dapat menggugah generasi mendatang untuk menghidupkan kembali dan memperbarui semangat kebersamaan, semangat kekitaan, dan semangat keindonesiaan.

Mochtar Buchori Pendidik

Friday, March 9, 2007

Just for laugh

The old man struggles to get up from the couch then starts putting on his coat.
His wife, seeing the unexpected behavior, asks, "Where are you going?"
He replies, "I'm going to the doctor."
She says, "Why, are you sick?"
He says, "Nope, I'm going to get me some of that Viagra stuff."
Immediately the wife starts working and positioning herself to get out of her rocker then begins to put on her coat.
He says, "Where the hell are you going"?
She answers, "I'm going to the doctor, too."
He says, "Why, what do you need?"
She says, "If you're going to start using that rusty old thing, I'm getting a tetanus shot

CHRISTIAN WAYS TO REDUCE STRESS



An Angel says, "Never borrow from the future. If you worry about what may happen tomorrow and it doesn't happen, you have worried in vain. Even if it does happen, you have to worry twice."
1. Pray

2. Go to bed on time.

3. Get up on time so you can start the day unrushed.

4. Say No to projects that won't fit into your time schedule, or that will compromise your mental health.

5. Delegate tasks to capable others.

6. Simplify and unclutter your life.

7. Less is more. (Although one is often not enough, two are often too
many.)

8. Allow extra time to do things and to get to places.

9. Pace yourself. Spread out big changes and difficult projects over time; don't lump the hard things all together.
10. Take one day at a time.

11. Separate worries from concerns. If a situation is a concern, find out what God would have you do and let go of the anxiety. If you can't do anything about a situation, forget it.

12. Live within your budget; don't use credit cards for ordinary purchases.

13. Have backups; an extra car key in your wallet, an extra house key buried in the garden, extra stamps, etc.

14. K.M.S. (Keep Mouth Shut). This single piece of advice can prevent an enormous amount of trouble.

15. Do something for the Kid in You everyday.

16. Carry a Bible with you to read while waiting in line.

17. Get enough rest.

18. Eat right.

19. Get organized so everything has its place.

20. Listen to a tape while driving that can help improve your quality of life.

21. Write down thoughts and inspirations.

22. Every day, find time to be alone.

23. Having problems? Talk to God on the spot. Try to nip small problems in the bud. Don't wait until it's time to go to bed to try and pray.

24. Make friends with Godly people.

25. Keep a folder of favorite scriptures on hand.

26. Remember that the shortest bridge between despair and hope is often a good "Thank you Jesus."

27. Laugh.

28. Laugh some more!

29. Take your work seriously, but not yourself at all.

30. Develop a forgiving attitude (most people are doing the best they can).

31. Be kind to unkind people (they probably need it the most).

32. Sit on your ego.

33. Talk less; listen more.

34. Slow down.

35. Remind yourself that you are not the general manager of the universe.

36 . Every night before bed, think of one thing you're grateful for that you've never been grateful for before. GOD HAS A WAY OF TURNING THINGS AROUND FOR YOU. "If God is for us, who can be against us?" (Romans 8:31)

Telur Kosong

Oleh: Tidak Diketahui
Judul asli: The Empty Egg

Jeremy dilahirkan dengan tubuh yang berbeda dengan tubuh normal dan otak yang lamban. Pada usia 12 tahun, ia masih berada di kelas dua SD, kelihatannya ia kurang dapat belajar. Gurunya, Doris Miller, sering merasa jengkel karenanya. Ia suka membuat gerakan yang mengganggu di kursinya, berbicara hal-hal yang tidak masuk akal (asal bicara), dan membuat gaduh atau mengeluarkan suara yang aneh dan berisik. Pada lain waktu, ia berbicara dengan jelas dan dapat dimengerti, seolah-olah ada suatu sinar yang telah menerangi kegelapan otaknya. Seringkali, bagaimanapun juga, Jeremy hanya menyakitkan hati gurunya. Suatu hari sang guru memanggil kedua orang tuanya dan meminta mereka datang untuk berkonsultasi membicarakan perihal Jeremy. Ketika orang tua Jeremy, penjaga hutan, masuk ke kelas yang kosong, Nona Doris berkata kepada mereka, "Jeremy benar-benar bagian dari sebuah sekolah khusus. Rasanya tidak adil baginya untuk bersama-sama dengan anak-anak lainnya yang lebih muda yang tidak mempunyai masalah dalam belajar. Mengapa, ada kesenjangan usia sebanyak
lima tahun antara Jeremy dengan murid lainnya."

Istri penjaga hutan menangis pelan sambil memegang tissue, ketika suaminya berbicara. "Nona Miller," katanya, "tidak ada lagi sekolah yang berada dekat di daerah ini. Ini akan membuat Jeremy kaget dan shock berat bila kami harus membawanya keluar dari sekolah ini. Kami tahu benar kalau ia sangat senang berada di sekolah ini"

Nona Doris duduk tertegun lama setelah orang tua Jeremy meninggalkannya, menatap salju diluar jendela kelas. Dinginnya salju seakan merasuk jiwanya. Ia sangat bersimpati dengan sang penjaga hutan. Segalanya, anak satu-satunya mereka mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Tapi ini tidak adil untuk membiarkannya tetap berada di kelas. Ia mempunyai 18
murid lainnya yang lebih muda untuk di ajar, dan Jeremy adalah seorang anak terbelakang. Selanjutnya, ia tidak pernah belajar untuk membaca dan menulis. Mengapa harus membuang waktu percuma untuk mencoba mengajarnya? Saat ia mempertimbangkan segala sesuatunya, perasaan bersalah menghinggapinya. Aku mengeluh padahal masalahku tidak seberapa dibandingkan masalah keluarga yang miskin itu, pikirnya.

Ya Tuhan, tolonglah aku agar dapat lebih sabar lagi menghadapi Jeremy. Mulai hari itu, ia berusaha keras untuk mengabaikan suara Jeremy yang mengganggu dan tatapan matanya yang kosong. Kemudian suatu hari, ia berjalan dengan pincang ke mejanya, menyeret kakinya. "Saya mencintaimu, Ibu Miller," ucapnya, cukup keras bagi semua yang ada di kelas tersebut untuk mendengar ucapannya. Siswa lainnya tertawa cekikikan, dan wajah Nona Doris pun menjadi merah. Ia terbata-bata berkata, "Me-mengapa, itu sangat bagus, Jeremy. Se-sekarang duduklah." Musim semi tiba, dan anak-anak membicarakan dengan antusias akan datangnya hari Paskah. Nona Doris bercerita kepada mereka cerita mengenai Yesus, dan untuk lebih menjelaskan lagi arti dari kehidupan baru yang bertumbuh terus, ia memberikan setiap anak sebuah telur plastik besar. "Sekarang," ia berkata pada mereka, "Saya mau kalian membawa telur ini pulang dan membawanya kembali besok dengan sesuatu di dalamnya untuk menunjukkan suatu hidup baru. Kalian mengerti?" "Ya, Ibu Miller," anak-anak menanggapi dengan penuh antusiasnya kecuali Jeremy. Jeremy mendengarkannya dengan penuh perhatian; matanya menatap terus wajah Nona Doris, gurunya. Ia bahkan tidak mengeluarkan suara yang mengganggu seperti biasanya. Apakah ia mengerti apa yang dikatakannya mengenai kematian dan kebangkitan Yesus? Apakah ia mengerti akan tugas yang diberikannya?

Mungkin ia dapat memanggil kedua orang tuanya dan menjelaskan tugas yang diberikannya kepadanya. Sore itu, dapur nona Doris mengalami masalah. Ia memanggil tuan tanah dan menantinya selama sejam dan memperbaikinya. Setelah itu, ia masih harus berbelanja makanan, menyetrika pakaian, dan menyiapkan bahan ulangan perbendaharaan kata untuk keesokkan harinya. Ia lupa menelpon orang tua Jeremy.
Keesokkan paginya, 19 anak-anak datang ke sekolah, tertawa dan berbincang-bincang saat mereka meletakkan telurnya dalam sebuah keranjang rajutan di atas meja Nona Miller. Setelah mereka menyelesaikan pelajaran matematika, tibalah saatnya untuk membuka telur-telur. Pada telur pertama Nona Doris mendapati bunga. "Oh ya, setangkai bunga menandakan kehidupan yang baru," katanya. "Ketika tumbuhan mulai tumbuh di atas tanah, kita mengetahui bahwa musim semi tiba." Seorang gadis kecil di baris pertama melambaikan tangannya. "Itu telurku, bu," ia berteriak. Telur berikutnya berisi kupu-kupu plastik, kelihatan sangat nyata. Nona Doris mengangkatnya. "Kita semua tahu kalau seekor ulat berubah dan bertumbuh menjadi seekor kupu-kupu yang cantik. Ya, itu juga suatu kehidupan yang baru." Yudy kecil tersenyum bangga dan berkata, "Ibu Miller, itu milikku." Kemudian, Nona Doris mendapati sebuah batu dengan lumut di sisi atasnya. Ia menjelaskan bahwa lumut juga menunjukkan kehidupan. Billy berkata dengan lantang dari kursi belakang kelas, "Ayahku menolongku membuatkan itu," he bersinar-sinar. Kemudian Nona Doris membuka telur ke empat. Ia
menarik napas dalam-dalam terkejut. Telurnya kosong. Pasti ini milik Jeremy, pikirnya, pasti ia tidak mengerti apa yang ia perintahkan. Andai saja ia tidak lupa untuk menelpon orang tuanya.

Karena Nona Doris tidak ingin mempermalukannya, ia segera menyingkirkan telur itu dan mengambil telur lainnya. Tiba-tiba, Jeremy berkata. "Ibu Miller, tidakkah ibu ingin membicarakan telurku?"
Dengan bingungnya, Nona Doris menjawab, "Tapi Jeremy, telurmu kosong" Jeremy menatap mata Nona Miller dan berkata pelan, "Ya, tetapi kubur Yesus juga kosong." Waktupun berhenti. Kemudian ketika Nona Miller berkata lagi, Nona Miller bertanya padanya, "Apakah kamu tahu mengapa kubur Yesus kosong?" "Oh, ya," Jeremy berkata, "Jesus telah mati dibunuh dan diletakkan di sana. Kemudian BapaNya membangkitkanNya. " Bel istirahat berbunyi. Ketika semua anak dengan riangnya berlari ke halaman sekolah, Nona Doris menangis. Kebekuan dalam dirinyapun akhirnya mencair.
Tiga bulan kemudian, Jeremy meninggal. Semua yang datang memberikan penghormatan terakhirnya pada saat pemakamannya diadakan, terkejut melihat 19 telur di atas peti matinya, semuanya kosong. Selamat berpisah Jeremy. Tuhan mengasihimu selalu. - FY. Tuhan memberkati !!! God bless you !!! Dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut anak ini dalam namaKu, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." - Lukas 9 : 48.

Mungkinkah Membangun Republik Tanpa Kekerasan?


KOMPAS, Sabtu, 03 Juli 2004

ACEH. Nama salah satu provinsi di Indonesia, yang kini disebut Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu langsung mengingatkan pada kekerasan yang meruyak di berbagai wilayah Tanah Air. Namun peristiwa kekerasan yang "monumental" , menandai jatuhnya rezim Orde Baru, terjadi di Jakarta. Ibu kota republik ini tiba-tiba menjadi seperti medan perang dalam kerusuhan Mei tahun 1998, menewaskan lebih dari 1.200 orang, menghancurkan banyak bangunan dan nasib manusia. Semua itu terjadi dalam situasi damai. Artinya, Jakarta tidak berada dalam situasi darurat perang.

LALU sebutlah Sambas, Poso, Maluku, dan Papua Barat. Daerah- daerah itu langsung mengingatkan pada lebih sejuta orang yang menjadi pengungsi di negerinya sendiri. Semuanya merupakan dampak langsung dan tidak langsung dari kekerasan yang digunakan oleh pihak-pihak yang bertikai.

Kekerasan seperti disahkan terhadap "yang lain". Sejarawan Freek Colombijn dalam artikelnya "Explaining the Violent Solution in Indonesia" (The Brown Journal of World Affairs, edisi musim semi 2002) menyatakan, budaya kolektif di Indonesia memungkinkan untuk menjadikan suatu kelompok yang tidak sejalan sebagai "yang lain", atau dikonstruksikan sebagai "yang lain". Konstruksi "yang lain" inilah yang menyebabkan korban diperlakukan secara tidak manusiawi, dengan menghancurkan identitas kemanusiaannya.

Kasus kekerasan yang sangat khusus dan dehumanisasi mencakup kasus-kasus pemerkosaan massal selama Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia. Hal yang sama juga terjadi di Jakarta dalam kerusuhan Mei 1998. Korbannya adalah perempuan etnis Tionghoa.
Kekerasan mengikuti gaya hidup yang disimbolkan dalam bentuk-bentuk yang khas dan berlangsung seperti paradoks. Maling ayam ditangkap dan dipukuli, bahkan dibakar,sementara koruptor berjalan melenggang tanpa beban.

Situasi inilah, yang boleh jadi, membuat Indonesia dinobatkan menjadi "the worst place to be president" oleh majalah Newsweek edisi 9 Juli tahun 2001. Majalah itu juga mencatat, negara dengan sekitar 17.000 pulau ini menyimpan 1.000 titik api yang sewaktu- waktu siap menyala. Kalau tidak dapat dikelola, dapat dengan mudah bertransformasi menjadi kekerasan yang memakan korban.

Sejak tahun 1998 Indonesia dikenal sebagai negeri penuh kekerasan, meski sebenarnya kekerasan terus berlangsung selama 32 tahun Pemerintahan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru sangat waspada terhadap konflik yang mungkin terjadi di negeri yang penuh keberagaman dengan lebih dari 300 kelompok etnis dan lebih 90 persen penduduknya beragama Islam. Mereka menyadari, konflik sangat mudah dipicu oleh persoalan ketenagakerjaan, pertanahan, atau konflik sumber daya alam dalam bentuk konflik antaretnis dan antaragama.

Karena itulah Pemerintah Orde Baru bertekad menciptakan stabilitas, dan sering kali melakukannya dengan cara-cara kekerasan. Seluruh potensi konflik disembunyikan dengan rapi di bawah karpet tebal "Persatuan dan Kesatuan".

Peristiwa yang paling mengerikan terjadi sepanjang tahun 1966-1967 merupakan sejarah hitam bangsa ini. Sedikitnya 500.000 orang terbunuh dan ratusan ribu orang yang dituduh sebagai anggota Partai Komunis Indonesia dan simpatisannya dihukum tanpa proses pengadilan.
Sebelumnya juga terjadi kekerasan pada pihak-pihak yang dicap sebagai "pemberontak" terhadap kekuasaan yang sah, seperti DI dan PRRI. Kekerasan seperti menjadi alat untuk "memenangi pertempuran" antara "yang baik" dan "yang jahat". Manusia dihilangkan kemanusiaannya ketika stigma "jahat" dilekatkan pada dirinya.

Laporan Pembangunan Manusia 2001, Menuju konsensus baru: Demokrasi dan Pembangunan Manusia di Indonesia (2001) mencatat, antara kurun tahun 1965-1998 terjadi 72 peristiwa kekerasan antarwarga masyarakat, 35 peristiwa kekerasan antara masyarakat terhadap negara, dan 34 peristiwa kekerasan oleh negara terhadap masyarakat.

Eskalasi kekerasan yang meningkat luar biasa pada masa reformasi sebenarnya menunjukkan potensi konflik yang telah lama diredam. Antara tahun 1998-1999 terjadi 97 peristiwa kekerasan antarwarga masyarakat, 22 peristiwa kekerasan oleh masyarakat terhadap negara, dan enam peristiwa kekerasan oleh negara terhadap masyarakat.

MENURUT New Oxford Dictionary (1998), kekerasan atau violence adalah "tingkah laku yang melibatkan kekuatan fisik untuk melukai, menyakiti, merusak atau membunuh seseorang atau sesuatu."
Kekerasan di Indonesia dapat diklasifikasikan dalam beberapa faktor. Pertama, kekerasan oleh negara, termasuk kekerasan yang disahkan oleh peraturan dan undang-undang karena sering kali dibuat untuk kepentingan perusahaan atau pihak-pihak tertentu. Kekerasan oleh aparat dilakukan untuk mengalihkan perhatian dari tuntutan rakyat akan pembaharuan, dan ketika menghadapi kasus-kasus kekerasan massal, termasuk di dalamnya pembiaran.

Kedua, kekerasan yang dilakukan oleh komunitas terhadap aparat negara, yang bisa disebabkan oleh kekecewaan atau frustrasi terhadap aparat; oleh keinginan untuk mempertahankan diri dari tindakan aparat negara atau oleh pembalasan yang berkaitan dengan ketidakadilan dan lemahnya hukum.

Kekerasan lainnya terjadi di antara warga masyarakat yang dilatarbelakangi oleh agama, keyakinan dalam suatu komunitas, seperti gagasan pemurnian, dan kekerasan yang berkaitan dengan isu-isu tematis seperti pembunuhan terhadap dukun santet. Jenis kekerasannya meliputi kekerasan fisik, verbal, atau jenis kekerasan khusus seperti kekerasan seksual.
Suatu peristiwa kekerasan melibatkan lebih dari satu faktor yang berinteraksi dan hampir tidak ada peristiwa kekerasan yang secara murni disebabkan oleh satu faktor, meski pun beberapa kasus kekerasan direduksi ke dalam dikotomi yang sederhana atas dasar agama.

Bahkan, peristiwa bunuh diri sekalipun tidak bisa secara murni dijadikan klasifikasi tersendiri, sebagai kekerasan terhadap diri sendiri, atau mutlak sebagai kesalahan individu. Seperti dikemukakan sosiolog dan filsuf terkemuka dari Perancis, Emile Durkheim (1858-1917), tidak ada tanggung jawab mutlak terhadap diri sendiri karena individu tak bisa dilepaskan dari "the social" yang menjadi causa prima dari semua itu. Contoh paling jelas adalah bunuh diri (harakiri) yang banyak dilakukan oleh prajurit Jepang ketika Jepang kalah perang.

Ihwal kekerasan menjadi seperti hal yang wajar dalam kehidupan berbangsa, mungkin merupakan kelanjutan dari sejarah. "Genealogy of violence" di Indonesia, mengutip sejarawan Henk Schulte Nordholt (dalam Colombijn dan Lindblad, Roots of Violence in Indonesia, 2002), kembali kepada masa-masa penjajahan, bahkan mungkin sebelumnya. Kekerasan yang eksesif terus terjadi pada masa penjajahan Jepang, bahkan perjuangan kemerdekaan juga diwarnai oleh kekerasan dan darah.

Dia menggambarkan pemerintah penjajah sebagai rezim yang menebarkan ketakutan (regime of fear). Kekerasan yang dilakukan negara melalui kebijakan dan aparatnya terus berlanjut selama masa pemerintahan Soeharto. Pertanyaannya, mengapa di negara-negara yang pernah dijajah, seperti Malaysia, tingkat kekerasannya tidak setinggi di Indonesia. Jawabannya panjang, karena harus membedah struktur politik, ekonomi, sosial, dan budaya di negeri itu. Namun, sebenarnya Malaysia juga mengalami kerusuhan berdarah antar-ras pada 1969.

India, negara demokrasi terbesar di Asia itu juga menyimpan potensi konflik dan kekerasan berkesinambungan sejak pemisahan India-Pakistan tahun 1949, berujung pada kekerasan yang mengatasnamakan agama, kasta, dan kelompok- kelompok di luar kasta. Namun, pendapat lain menyebutkan bahwa penggunaan kekerasan di Indonesia terjadi sepanjang sejarah pergantian kekuasaan yang harus dirunut sejak zaman Ken Arok, atau jauh sebelumnya. Kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia juga mengenal subculture of violence, ditandai dengan senjata-senjata khas, yang dengan mudah digunakan kalau identitas kesukuannya terganggu kehormatannya. Penegakan hukum secara konsisten diyakini dapat mengatasi tindak kekerasan. Di negara-negara dengan penegakan hukum yang kuat dan konsisten, angka kekerasan berkurang. Akan tetapi, Indonesia barangkali memiliki kekhususan.

Dalam beberapa hal, hukum formal justru menjadi sumber konflik. Beberapa kasus kekerasan di Indonesia terkait dengan masalah-masalah hukum adat yang berbenturan dengan hukum formal menyebabkan terusiknya rasa keadilan masyarakat. Otonomi daerah terasa ambigu karena mengakui hak-hak adat di satu sisi, tetapi pada saat yang sama harus memenuhi hukum negara.

Kemudian ada "bom waktu" yang terkait dengan struktur demografi-sosial, yang sebenarnya juga bersifat struktural di enclave-enclave daerah transmigrasi yang dibangun atas dasar kelompok etnis dan agama. Solidaritas dan rasa saling percaya tidak dapat begitu saja diandaikan, apalagi kalau terjadi kesenjangan sosial-ekonomi yang dalam di antara kelompok-kelompok itu.

Akan tetapi, di negara-negara dengan kesenjangan sosial relatif kecil dan mempunyai tradisi demokrasi yang kuat pun, kekerasan, dalam bentuknya yang lebih subtil tidak berkurang. Di AS, kekerasan di kalangan anak muda adalah persoalan yang sangat serius. Kekerasan itu, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyebabkan kematian anak berusia 5-15 tahun mencapai 87 persen dari seluruh kekerasan di 26 negara berkembang.

Tak ada satu bangsa pun yang luput dari sejarah kekerasan. Bahkan mitologi-mitologi dunia pun penuh dengan kekerasan. Karena itu, kekerasan, di mana pun barangkali harus dikonseptualisasika n secara sistemik, bukan individual, karena lingkaran kekerasan bekerja dalam struktur kelembagaan dan budaya yang kompleks.

INDONESIA harus dipahami sebagai "unfinished project". Nation building yang digembor-gemborkan harus menjadi program terarah. Civic nationalism harus dibangun untuk menghadapi menguatnya ethno-nationalism dalam zaman yang penuh paradoks ini, dan itu tak bisa dilakukan dengan metodologi yang dogmatik seperti P-4 pada masa Orde Baru.
Hal lainnya adalah politik identitas. Negara modern ternyata tidak sepenuhnya mampu membawa warganya meninggalkan identitas tribalnya sehingga perilaku masyarakat, juga elite politiknya, belum menanggalkan ciri-ciri primitifnya. Pengelompokan partai politik dan cara berkampanye yang acap kali mengeksploitasi primordialisme adalah salah satu wujud dari insting primitif yang terus digunakan tanpa malu-malu.

Banyak situasi memunculkan konflik laten. Di antaranya, ketika orang memahami identitasnya sebagai identitas tunggal. Situasi ini memunculkan stereotip-stereotip terhadap suku, agama, atau kelompok lain yang disembunyikan dalam-dalam di suatu bagian diri, dibungkus oleh sikap toleransi yang semu. Namun, hal itu akan muncul pada saat-saat kritis dalam wujud kekerasan verbal atau bahkan fisik. Ketika kekerasan terjadi, manusia lupa pada hakikat kemanusiaannya sendiri.

Karena itu, pendidikan sangat penting; namun bukan pendidikan formal dengan proses belajar mengajar seperti saat ini. Di banyak sekolah, komunikasi di dalam kelas masih bersifat searah. Guru bertindak sebagai diktator pemegang kebenaran.
Harus ditumbuhkan proses belajar yang aktif dan kooperatif sehingga murid berkembang dengan leluasa untuk kritis, kreatif, dan menuju kepada kesadaran multikultural. Dengan demikian, ia terpacu untuk membangun komunitasnya tanpa terjebak ke dalam egoisme dan pandangan sempit primordialisme.

Kekritisan itu barangkali yang akan mampu menolak tayangan kekerasan yang disodorkan dalam format berita, liputan khusus, atau hiburan di media massa, khususnya televisi.
Bisa jadi kekerasan di dalam tayangan televisi itu memang merupakan wajah kita dan dapat diharapkan membuat efek jera bagi pemirsa. Namun, berbagai penelitian juga memperlihatkan, tayangan seperti itu dapat menanamkan nilai, khususnya dalam diri orang muda-yang lebih sulit membedakan antara kehidupan nyata dan fantasi-untuk menerima kekerasan sebagai cara menyelesaikan persoalan.

Kajian terhadap tayangan kekerasan pada jam tayang utama stasiun televisi ABC, CBS, Fox, NBC, UPN, dan WB dalam Laporan PTC State of the Television Industry di AS (2003) memperlihatkan semakin banyak tayangan kekerasan, semakin besar kemungkinannya untuk ditiru oleh pemirsanya.
Namun, televisi adalah industri. Di dalam sistem kapitalisme neoliberal, pertimbangan utamanya adalah uang. Maka, tayangan kekerasan pun diperlakukan sebagai komoditas; semakin banyak iklan, semakin ditambah jam tayangnya.

MEMBANGUN republik tanpa kekerasan hanya dimungkinkan kalau lingkaran kekerasan diputuskan. Pekerjaan besar itu mencakup masalah struktural yang rumit, terkait dengan hukum, struktur ekonomi, politik, budaya, sosial, termasuk pendidikan, yang tidak bisa dipilah-pilah.
Namun, diskusi meninggalkan pertanyaan besar yang tidak terjawab: Apakah kekuasaan yang menyebabkan kekerasan atau kekerasan digunakan untuk kekuasaan? Apakah kekerasan bersifat liberatif ketika digunakan sebagai alat perjuangan atau malah akan melahirkan kekerasan baru, seperti lingkaran kekerasan yang ditemukan oleh teolog Brazil, Don Helder Camara?
(Maria Hartiningsih)

Syariat Islam, Pengalaman Negara-Negara Islam

Oleh: Muhibuddin Hanafiah

Polarisasi berbagai pandangan dari kedua kelompok besar seperti yang telah penulis jelaskan dalam tulisan sebelumnya dapat dijumpai dalam sejumlah referensi. Hartono Mardjono (1997:31) dalam sebuah bukunya menulis bahwa sebenarnya dengan berangkat dari atau melalui ketentuan pasal 29 ayat (2) UUD 1945, seluruh syariat Islam, khususnya yang menyangkut bidang-bidang hukum muamalah, pada dasarnya dapat dijalankan secara sah dan formal oleh kaum muslimin, baik secara langsung atau tidak langsung, dengan jalan diadobsi dalam hukum positif nasional. Pelaksanaan syariat Islam dalam bidang muamalat oleh kaum muslimin, bahkan oleh siapapun juga yang menghendakinya, terbuka lebar melalui azas "kebebasan berkontrak yang dianut pada pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam kasus ini Hartono mencontohkan bukti keberhasilan lahirnya Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Perbankan, yang kesemuanya telah berhasil mentransformasikan ajaran-ajaran Islam dalam hukum posisitif nasional. Adalah kenyataan belakangan ini bahwa sebagian ketentuan syariat itu telah diadopsi secara parsial dan diam-diam dalam praktik-praktik ekonomi seperti asuransi dan perbankan. Akan tetapi pengadopsian itu masih sebatas pada tataran hukum perdata (muamalah) saja. Sementara hukum pidana (jinayah) nampaknya hukum syariah belum berjalan. Brangkali inilah yang sedang diperjuangkan oleh sebagian pihak sehingga seluruh aspek hukum itu dapat disyariatkan, atau minimal hukum syariat itu diberi kesempatan untuk mendampingi hukum positif.

Sementara itu, Nurcholish Madjid (2003:6) sebagai salah seorang pelopor intelektualisme Islam liberal di Indonesia mengemukakan bahwa format baru dalam mengartikulasikan Islam di Indonesia adalah menitikberatkan pada substansi, bukan bentuk. Yaitu mengintegrasikan dan mensistensikan secara harmonis antara paham keislaman dan keindonesiaan, mengembangkan basis dan komitmen teologis untuk menyokong demokrasi dan pluralisme agama dan kultural. Oleh karena itu, kalangan intelektual Muslim Indonesia berupaya membangun kesadaran politik umat Islam untuk tidak memaksakan kehendak dan sistem simbol keislaman ke dalam wacana politik bangsa yang sangat plural. Ditambahkan bahwa pengalaman gerakan islamisasi politik di berbagai belahan negara Islam seperti Mesir, Pakistan, Arab Saudi, dan Kuwait telah gagal mengangkat citra Islam yang demokratis dan menghargai HAM. Yang terjadi justru hukum syariat telah sepenuhnya menjadi stagnan di tangan kelompok ulama konservatif dan semangat dinamiknya hilang secara total.

Prinsip gerak dalam struktur syariat sebagaimana dicita-citakan penyair-filosof Pakistan Muhammad Iqbal secara praktis tidak terlihat di negara-negara Islam. Justru yang terjadi sebaliknya; stagnasi dan penolakan perubahan. Setiap legislasi progresif yang memberikan hak-hak Islam kepada kaum perempuan disambut dengan penolakan keras oleh ulama konservatif. Perubahan status qou rezim politik monarkhi di negara Islam tertentu tidak akan terjadi kecuali apabila proses demokratisasi terhadap rezim itu dapat berlangsung. Para penguasa menghalangi setiap upaya ini dan selalu berupaya mencari legitimasi Islam melalui elit ulama. Merekalah yang menolak perubahan apapun dalam hukum syariat. Negara-negara tersebut bertengger pada etos konservatif. Sekularisme dan demokratisasi dianggap sebagai anti-Islam. Hanya dengan demokratisasi masyarakat muslim akan dapat menggapai konsep kewargaan dan penghormatan HAM.

Ditambah lagi, penerapan hukum syariat di negara-negara muslim tersebut tidak ada keseragaman. Terdapat perbedaan yang tajam dalam menginterpretasikan hukum-hukum tersebut. Sebagai contoh, wanita Kuwait hingga belakangan ini tidak diberikan hak memilih, karena bertentangan dengan hukum Islam. Pada sisi lain, di Pakistan, Bangladesh, Turki, dan Indonesia, kaum wanita bukan hanya diberikan hak pilih, tetapi bahkan menjadi pemimpin negara. Di Arab Saudi, kaum wanita tidak boleh mengemudi mobil, sementara di negara lain mereka melakukannya dengan leluasa. Di sebagian negara Islam lainnya, kaum wanita tidak dibolehkan keluar rumah dan pergi ke sekolah, ke pasar atau tempat publik lainnya tanpa ditemani keluarga laki-laki, bahkan dalam keadaan darurat sekalipun. Semua itu dilakukan atas nama Islam.

Syariat Islam di Aceh

Demikian juga di daerah yang telah diujicobakan penerapan syariat Islam seperti halnya di Aceh, masalah lain mengemuka manakala penerapannya belum maksimal. Karena itu banyak pihak malah mengeritik pelaksanaan syariat Islam di wilayah hukum NAD yang masih terkesan sangat parsial dan hanya menyentuh lapisan masyarakat bawah, yang hanya melakukan "dosa-dosa kecil". Sementara para elitnya yang bergelimang dalam berbagai penyimpangan wewenang publik belum tersentuh hukum syariah. Demikian juga pengalaman negara-negara Islam lainnya dalam menerapkan hukum syariat yang belum maksimal dan berbeda pola penerapannya. Sementara di Nanggroe Aceh Darussalam sebagai satu-satunya daerah di Indonesia yang baru saja mencoba memberlakukan syariat Islam, ternyata sampai saat ini telah menuai banyak masalah. Di antara kasus yang menjadi bias dalam penegakan syariat Islam di Aceh yang diangkat oleh sejumlah pengamat adalah masalah pendekatan dalam menyosialisasikan syariat Islam oleh beberapa oknum polisi syariat yang kurang simpatik, kurang mempertimbangkan prosedural dalam bertindak dan mengusut delik perkara pelanggaran syariat Islam, dan tidak jarang menjadi salah kaprah dalam mencapai tujuan. Demikian juga dalam menindak para pelanggar syariat Islam tidak mengindahkan hak pembelaan dan martabat kemanusiaan pelaku yang umumnya kaum perempuan. Sebut saja beberapa pelontaran pandangan dari sejumlah aktivis di Aceh yang intinya merasa belum saatnya syariat Islam itu diformalkan. Di antara mereka adalah saudara Fuad Mardhatillah, Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Mashudi SR, Cut Husniaty, Juanda, dan beberapa teman lain.

Tetapi walau bagaimana pun, masalah ini cukuplah sebagai bagian problem internal umat Islam. Kita yang akan menyelesaikannya sendiri, baik dalam konteks lokal maupun nasional. Perbedaan pandangan di antara umat Islam dalam menilai jalannya pelaksanaan syariat hendaknya lebih menyempurnakan kekurangan yang selama ini dirasakan. Bukan sebaliknya, justru melemahkan apalagi mengingkari syariat itu sebagai bagian tidak terpisahkan dari tatanan kehidupan umat Islam dalam semua aspeknya. Berbagai hambatan yang masih dialami, sebagaimana diungkapkan Kepala Dinas Syari'at Islam NAD, baik tantangan internal di Aceh maupun tantangan eksternal yang selalu dikaitkan pada isu-isu global seperti perlindungan hak-hak azasi manusia, keseteraan gender, dan demokratisasi diharapkan dapat dijembatani sedemikian rupa sehingga kedua hambatan tersebut melebur dalam satu bangunan kesepahaman bersama yang inheren. Demikian juga dengan hambatan dalam sistem kenegaraan Indonesia dan sumber daya manusia sebagai pemikir dan mufassir yang mampu menyusun langkah dan tahapan kerja pelaksanaan syariat di Aceh.

Berdasarkan catatan di atas, perkembangan pemikiran keislaman terutama dalam konteks Indonesia menarik ditelaah lebih lanjut dalam bingkai kajian akademis seperti halnya masalah respon (menerima dan menolak) terhadap penerapan syariat Islam dengan argumentasi yang dibangun oleh masing-masing pihak. Apalagi kehadiran sejumlah para pembaharu pemikiran Islam di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan baru dalam aspek polarisasi sudut pandang yang lebih luas, terbuka dan toleran dalam melihat dan mengamati pelbagai persoalan keagamaan dalam platform kebangsaan yang begitu plural. Di antara demikian heterogen para pemikir dan tokoh pembaharu itu, maka di antara yang menarik untuk didiskusikan adalah pemikiran para liberalis Islam Indonesia seperti Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra, Saiful mujani, Ulil Abshar Abdalla, Masdar F. Mas'udi, Jalaluddin Rahmat, Taufik Adnan Amal, dan sederetan nama lainnya. Mereka telah memberikan konstribusi positif bagi pengembangan pemikiran keagamaan di Indonesia.

Nampaknya, belum banyak diketahui secara mendalam bagaimana dasar pemikiran yang terbangun? Bagaimana pula implikasinya pemikiran tersebut terutama bagi umat Islam Indonesia secara internal? Juga implikasinya bagi syariat Islam itu sendiri dalam tatanan politik di Indonesia. Dengan demikian, kajiian ini menemukan urgensitasnya karena demikian penting masalah yang dicoba angkat untuk diteliti lebih lanjut. Terlebih dalam konteks penerapan syariat Islam di Aceh, dibutuhkan tidak hanya penelitian yang mampu mengungkap segala persoalan yang selama ini mengganjal, tetapi juga dapat menawarkan suatu alternatif baru yang dapat membawa angin segar bagi siapapun.

*) Penulis adalah Mahasiswa S3 UIN Ciputat Jakarta, Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.

Thursday, March 8, 2007

Opini Pelangi Tipologi Jilbab

Mohamad Guntur Romli, aktivis Jaringan Islam Liberal


Jilbab, secarik kain untuk menutupi kepala dan rambut perempuan, tak lagi menjadi masalah sederhana. Jilbab menyuguhkan kepada kita dua konteks yang berbeda dan saling bertentangan. Suatu waktu, mengenakan jilbab diperlukan usaha keras karena ada yang melarangnya. Namun, di sisi lain, pemakaian jilbab justru dipaksakan. Bila tak mengenakannya akan dijatuhi hukuman: cemeti hingga mati.
Contoh yang pertama, beberapa waktu lalu, beberapa pegawai perempuan di Sogo, Jakarta, mengalami kesulitan dengan pihak manajemen karena mereka memakai jilbab. Demikian juga di beberapa negara di Eropa, khususnya di Prancis, yang saat ini menerapkan pelarangan pemakaian simbol-simbol agama di tempat umum--tak hanya simbol Islam.
Di ranah lain, Menteri Sosial Pakistan Zill-e Huma, 20 Februari lalu, ditembak mati oleh kelompok Islam garis keras di Pakistan gara-gara tak mengenakan jilbab. Demikian juga perempuan-perempuan di Aceh yang tertangkap basah tidak mengenakan jilbab akan dicambuk di muka umum selepas salat Jumat. Di Padang, melalui surat keputusan wali kota, mengenakan jilbab menjadi kewajiban. Beberapa daerah lain di Indonesia juga mempraktekkan hal yang sama: bila ada itikad menerbitkan peraturan tentang moral ataupun syariah, mewajibkan perempuan berjilbab menjadi agenda utama.
Contoh-contoh di atas sengaja saya hadirkan untuk memperlihatkan betapa persoalan jilbab ini sudah dipandang secara hitam-putih. Lebih dari itu, ada semacam ketakutan yang berlebihan dari dua arus tersebut. Apabila hal ini sengaja didiamkan, jilbab akan dimusuhi dan akan terus-menerus dilarang oleh mereka yang membenci. Sebaliknya, mereka yang mendukung jilbab akan terus memperjuangkannya.
Saya kira, di sinilah letak pentingnya mendiskusikan kembali fenomena jilbab. Pihak yang setuju ataupun menolak harus menyadari bahwa jilbab, sebagai fenomena, membawa pesan yang beragam. Menganut satu persepsi saja terhadap fenomena jilbab ini akan menjerumuskan kita pada bentuk penghakiman yang sewenang-wenang. Keputusan apa pun yang diambil, bila berasal dari asumsi yang salah, tak akan pernah bisa menyelesaikan masalah, malah akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar.
Pada hemat saya, paling tidak ada empat tipologi yang bisa dipakai saat melihat fenomena jilbab. Tipologi ini berhubungan dengan motif, bentuk jilbab, dan gaya hidup yang mengenakannya.
Pertama, jilbab atas alasan teologis, yaitu kewajiban agama. Mereka yang mengenakan jilbab ini akan memahaminya sebagai kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Bentuk jilbab pun sesuai dengan standar-standar syariat, tak hanya menutup rambut dan kepala, tapi juga--menurut sebagian dari mereka--hingga sampai ke dada. Jilbab yang lebar, bila perlu menutupi seluruh tubuh. Perempuan yang mengenakan jilbab seperti ini juga akan berhati-hati bergaul di ruang publik.
Kedua, alasan psikologis. Perempuan yang berjilbab atas motif ini sudah tidak memandang lagi jilbab sebagai kewajiban agama, tapi sebagai budaya dan kebiasaan yang bila ditinggalkan akan membuat suasana hati tidak tenang. Kita bisa menemukan muslimah yang progresif dan liberal masih mengenakan jilbab karena motif kenyamanan psikologis tersebut. Bentuk jilbab yang dikenakan berbeda dengan model pertama, dan disesuaikan dengan konteks dan fungsinya. Demikian juga dengan gaya hidup yang memakainya, jauh lebih terbuka, dan pergaulan mereka sangat luas, berbeda dengan model pertama.
Ketiga, jilbab modis. Jilbab sebagai produk fashion. Saya memandang jilbab model ini sebagai jawaban terhadap tantangan dunia model yang sangat akrab dengan perempuan. Namun, di sisi lain, ada nilai-nilai agama yang berusaha dipertahankan dan sebagai merek dagang. Munculnya outlet-outlet dan acara-acara peragaan busana muslimah mampu menghadirkan model jilbab dan busana muslimah yang telah melampaui persoalan agama.
Dua bulan lalu, di harian Al-Hayat, saya membaca laporan jurnalistik dari Maroko dan Aljazair bahwa para ulama agama di dua negara itu mengecam munculnya jilbab-jilbab modis. Menurut mereka, bentuk-bentuk jilbab tersebut tidak sesuai dengan standar syariat, demikian pula perilaku yang memakainya. Kata seorang ulama di antara mereka, bagaimana mungkin seorang muslimah bisa mengenakan jilbab yang mini dan transparan, kadang rambut dan lehernya terlihat, dan dipadukan dengan kaus yang ketat dan celana jins?
Fenomena ketiga ini sangat menarik saat ini untuk dikaji lebih lanjut. Arus modernisasi dan fashion tak bisa dibendung oleh apa pun. Ia bisa menciptakan fenomena baru. Dan asumsi-asumsi yang dipakai untuk memandangnya pun tak bisa seperti yang ditunjukkan oleh para ulama itu.
Sedangkan di Indonesia, jilbab modis sangat menjamur, sangat digemari kawula muda dan kalangan selebritas. Salah satu simbol yang bisa saya sebutkan adalah Gita KDI, penyanyi dangdut yang fasih bergoyang, yang mengenakan pakaian ketat namun tetap setia berjilbab. Jilbab dan busana Gita tak bisa lagi dilihat melalui model pertama, teologis, karena dalam aturan syariat yang jumud, perempuan jangankan bergoyang, menyanyi saja akan menyulut masalah.
Keempat, jilbab politis. Fenomena ini muncul dari berbagai kelompok Islam yang menggunakan simbol-simbol agama sebagai dagangan politik. Dalam konteks ini, jilbab tidak lagi menjadi persoalan keimanan, kesalehan, dan kesadaran pribadi, namun akan dipaksakan ke ruang publik. Inilah fenomena yang sebenarnya terjadi di Pakistan, di Aceh, dan di beberapa daerah di Indonesia yang berdalih ingin menerapkan syariat Islam.
Saya pribadi bisa menghormati apabila ada muslimah yang ingin mengenakan jilbab sebagai bentuk keyakinan pribadi, tanpa harus memakai standar pribadi tersebut terhadap orang lain. Misalnya pandangan bahwa yang memakai jilbab lebih soleh dan terhormat dari yang tidak memakai. Di sinilah pihak yang selama ini mencurigai jilbab perlu melihatnya secara cermat. Jilbab sebagai keyakinan pribadi tak perlu dimusuhi. Bila hal ini terjadi, akan menjadi senjata bagi varian keempat untuk mempolitisasi peristiwa tersebut.
Bila benar jilbab berhubungan dengan masalah keyakinan dan kesadaran, ia tak perlu peraturan. Di sini, jilbab akan dipakai dan dipahami secara sehat karena merupakan bentuk ekspresi keyakinan dan kebebasan. Jilbab dipakai sebagai model yang bisa memperkaya khazanah busana. Terserah apakah ia dipandang sebagai pakaian agama atau pakaian adat-istiadat.

Namun, yang pasti dan perlu disadari adalah jilbab tetaplah merupakan pakaian individu, yang tidak bisa dijadikan sebagai pakaian publik. Jilbab sebagai produk budaya akan senantiasa berubah. Apabila jilbab dijadikan pakaian publik atas dasar motif agama, namun orang yang tidak meyakini agama itu tetap saja diwajibkan memakai jilbab, sama saja dengan mewajibkan non-muslim untuk salat. Tidak lucu, bukan?

Mohamad Guntur Romli, aktivis Jaringan Islam Liberal

Jilbab, secarik kain untuk menutupi kepala dan rambut perempuan, tak lagi menjadi masalah sederhana. Jilbab menyuguhkan kepada kita dua konteks yang berbeda dan saling bertentangan. Suatu waktu, mengenakan jilbab diperlukan usaha keras karena ada yang melarangnya. Namun, di sisi lain, pemakaian jilbab justru dipaksakan. Bila tak mengenakannya akan dijatuhi hukuman: cemeti hingga mati.
Contoh yang pertama, beberapa waktu lalu, beberapa pegawai perempuan di Sogo, Jakarta, mengalami kesulitan dengan pihak manajemen karena mereka memakai jilbab. Demikian juga di beberapa negara di Eropa, khususnya di Prancis, yang saat ini menerapkan pelarangan pemakaian simbol-simbol agama di tempat umum--tak hanya simbol Islam.
Di ranah lain, Menteri Sosial Pakistan Zill-e Huma, 20 Februari lalu, ditembak mati oleh kelompok Islam garis keras di Pakistan gara-gara tak mengenakan jilbab. Demikian juga perempuan-perempuan di Aceh yang tertangkap basah tidak mengenakan jilbab akan dicambuk di muka umum selepas salat Jumat. Di Padang, melalui surat keputusan wali kota, mengenakan jilbab menjadi kewajiban. Beberapa daerah lain di Indonesia juga mempraktekkan hal yang sama: bila ada itikad menerbitkan peraturan tentang moral ataupun syariah, mewajibkan perempuan berjilbab menjadi agenda utama.
Contoh-contoh di atas sengaja saya hadirkan untuk memperlihatkan betapa persoalan jilbab ini sudah dipandang secara hitam-putih. Lebih dari itu, ada semacam ketakutan yang berlebihan dari dua arus tersebut. Apabila hal ini sengaja didiamkan, jilbab akan dimusuhi dan akan terus-menerus dilarang oleh mereka yang membenci. Sebaliknya, mereka yang mendukung jilbab akan terus memperjuangkannya.
Saya kira, di sinilah letak pentingnya mendiskusikan kembali fenomena jilbab. Pihak yang setuju ataupun menolak harus menyadari bahwa jilbab, sebagai fenomena, membawa pesan yang beragam. Menganut satu persepsi saja terhadap fenomena jilbab ini akan menjerumuskan kita pada bentuk penghakiman yang sewenang-wenang. Keputusan apa pun yang diambil, bila berasal dari asumsi yang salah, tak akan pernah bisa menyelesaikan masalah, malah akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar.
Pada hemat saya, paling tidak ada empat tipologi yang bisa dipakai saat melihat fenomena jilbab. Tipologi ini berhubungan dengan motif, bentuk jilbab, dan gaya hidup yang mengenakannya.
Pertama, jilbab atas alasan teologis, yaitu kewajiban agama. Mereka yang mengenakan jilbab ini akan memahaminya sebagai kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Bentuk jilbab pun sesuai dengan standar-standar syariat, tak hanya menutup rambut dan kepala, tapi juga--menurut sebagian dari mereka--hingga sampai ke dada. Jilbab yang lebar, bila perlu menutupi seluruh tubuh. Perempuan yang mengenakan jilbab seperti ini juga akan berhati-hati bergaul di ruang publik.
Kedua, alasan psikologis. Perempuan yang berjilbab atas motif ini sudah tidak memandang lagi jilbab sebagai kewajiban agama, tapi sebagai budaya dan kebiasaan yang bila ditinggalkan akan membuat suasana hati tidak tenang. Kita bisa menemukan muslimah yang progresif dan liberal masih mengenakan jilbab karena motif kenyamanan psikologis tersebut. Bentuk jilbab yang dikenakan berbeda dengan model pertama, dan disesuaikan dengan konteks dan fungsinya. Demikian juga dengan gaya hidup yang memakainya, jauh lebih terbuka, dan pergaulan mereka sangat luas, berbeda dengan model pertama.
Ketiga, jilbab modis. Jilbab sebagai produk fashion. Saya memandang jilbab model ini sebagai jawaban terhadap tantangan dunia model yang sangat akrab dengan perempuan. Namun, di sisi lain, ada nilai-nilai agama yang berusaha dipertahankan dan sebagai merek dagang. Munculnya outlet-outlet dan acara-acara peragaan busana muslimah mampu menghadirkan model jilbab dan busana muslimah yang telah melampaui persoalan agama.
Dua bulan lalu, di harian Al-Hayat, saya membaca laporan jurnalistik dari Maroko dan Aljazair bahwa para ulama agama di dua negara itu mengecam munculnya jilbab-jilbab modis. Menurut mereka, bentuk-bentuk jilbab tersebut tidak sesuai dengan standar syariat, demikian pula perilaku yang memakainya. Kata seorang ulama di antara mereka, bagaimana mungkin seorang muslimah bisa mengenakan jilbab yang mini dan transparan, kadang rambut dan lehernya terlihat, dan dipadukan dengan kaus yang ketat dan celana jins?
Fenomena ketiga ini sangat menarik saat ini untuk dikaji lebih lanjut. Arus modernisasi dan fashion tak bisa dibendung oleh apa pun. Ia bisa menciptakan fenomena baru. Dan asumsi-asumsi yang dipakai untuk memandangnya pun tak bisa seperti yang ditunjukkan oleh para ulama itu.
Sedangkan di Indonesia, jilbab modis sangat menjamur, sangat digemari kawula muda dan kalangan selebritas. Salah satu simbol yang bisa saya sebutkan adalah Gita KDI, penyanyi dangdut yang fasih bergoyang, yang mengenakan pakaian ketat namun tetap setia berjilbab. Jilbab dan busana Gita tak bisa lagi dilihat melalui model pertama, teologis, karena dalam aturan syariat yang jumud, perempuan jangankan bergoyang, menyanyi saja akan menyulut masalah.
Keempat, jilbab politis. Fenomena ini muncul dari berbagai kelompok Islam yang menggunakan simbol-simbol agama sebagai dagangan politik. Dalam konteks ini, jilbab tidak lagi menjadi persoalan keimanan, kesalehan, dan kesadaran pribadi, namun akan dipaksakan ke ruang publik. Inilah fenomena yang sebenarnya terjadi di Pakistan, di Aceh, dan di beberapa daerah di Indonesia yang berdalih ingin menerapkan syariat Islam.
Saya pribadi bisa menghormati apabila ada muslimah yang ingin mengenakan jilbab sebagai bentuk keyakinan pribadi, tanpa harus memakai standar pribadi tersebut terhadap orang lain. Misalnya pandangan bahwa yang memakai jilbab lebih soleh dan terhormat dari yang tidak memakai. Di sinilah pihak yang selama ini mencurigai jilbab perlu melihatnya secara cermat. Jilbab sebagai keyakinan pribadi tak perlu dimusuhi. Bila hal ini terjadi, akan menjadi senjata bagi varian keempat untuk mempolitisasi peristiwa tersebut.
Bila benar jilbab berhubungan dengan masalah keyakinan dan kesadaran, ia tak perlu peraturan. Di sini, jilbab akan dipakai dan dipahami secara sehat karena merupakan bentuk ekspresi keyakinan dan kebebasan. Jilbab dipakai sebagai model yang bisa memperkaya khazanah busana. Terserah apakah ia dipandang sebagai pakaian agama atau pakaian adat-istiadat.

Namun, yang pasti dan perlu disadari adalah jilbab tetaplah merupakan pakaian individu, yang tidak bisa dijadikan sebagai pakaian publik. Jilbab sebagai produk budaya akan senantiasa berubah. Apabila jilbab dijadikan pakaian publik atas dasar motif agama, namun orang yang tidak meyakini agama itu tetap saja diwajibkan memakai jilbab, sama saja dengan mewajibkan non-muslim untuk salat. Tidak lucu, bukan?

Wednesday, March 7, 2007

NO REAL EVIDENCE OF IRAN'S LAUNCH OF NUCLEAR WEAPONS DEVELOPMENT

The Jakarta Post, March 6, 2007


By: Abdillah Toha, Jakarta

The editorial in The Jakarta Post on Feb. 28, titled Diplomacy --Muslim or otherwise, on the diplomatic role Indonesia should play in the Muslim world, was interesting and commendable. Regrettably, however, toward the end of the editorial, the Post, in my opinion, misled readers by providing unwarranted recommendations on how Indonesia should position itself on the Iranian nuclear issue. It says, "While we agree that the Iran nuclear issue should be resolved through diplomacy without resorting to violence, we feel that these nations should have taken a stronger position on the suspected nuclear violations Iran is committing." It continues with much stronger wording: "It would be a crime to allow the country the opportunity to develop a nuclear weapons program under the guise of a civilian nuclear energy program just because we are afraid to take a diplomatic stand."
The Post has cast a verdict on Iran and has asked Indonesia to take the same stand as that of Western countries, led by the United States. This stand is that Iran has to be punished based on the suspicion that they are in the midst of developing nuclear weapons through their uranium enrichment activities. Such suspicions have, of course, never been proven and are contradictory to the various statements, analyses and news reports we have seen and heard.
First, the accusation reminds us of the situation just before the American invasion of Iraq in 2003. To date there is no real evidence that Iran is embarking on a program to develop nuclear weapons. Intelligence reports submitted by western and US intelligence agencies to the IAEA were far from accurate, bear no real evidence, and IAEA failed to provide proves and findings of the Iranian suspected nuclear weapons program. Based on his experience in Iraq, former UN chief weapons inspector Hans Blix recently warned Europe, the United States and the UN Security Council that they are ''humiliating' ' Iran by demanding that it suspend uranium enrichment before any negotiations are conducted. "If indeed they produce the highly enriched uranium, I wouldn't say that is prohibited. They are within a legal right to do so as they assert it
is for peaceful purposes." Blix added.
Second, in contrast to Israel and North Korea, which have boasted of their nuclear capability, Iran has continuously denied having a nuclear weapons program. Iran has simply rejected any attempt to deny it the right to possess and develop nuclear technology and knowledge for peaceful purposes, which under the nuclear non-proliferation treaty (NPT) is clearly their right. Iran will most likely not develop a nuclear weapons program, as it is prohibited under a fatwa=
issued by their supreme spiritual leader. The majority of Iranians are Shia, and under the Shia legal hierarchy a fatwa from the supremesp iritual leader is seen as the highest command.
If we look carefully at the Iranian nuclear issue, we will find= inconsistencies and double standards to which the Iranians have been subjected. Different from the way the U.S. has treated the North Korean government, Iran, which has repeatedly declared its willingness to attend open negotiations, has not received a positive response because the U.S. insists Iran must completely halt its uranium enrichment program before negotiations can be held.
The six-party talks on North Korea, which recently produced a breakthrough, did not place a similar precondition on North Korea, which earlier abandoned the NPT and forced International Atomic Energy Agency inspectors to leave the country. Negotiations were continued even after North Korea officially announced its "successful" test of a nuclear weapon test.
We are all aware that the UN Security Council (UNSC) has peformed well below expectations. Among other things, it failed to prevent the U.S. invasion of Iraq. The U.S. uses all kinds of economic and military leverage to pressure UNSC members to follow its course. Failing that, the U.S. never hesitates to veto any resolution which it regards as detrimental to its national interests. Iran, under suspicion of developing nuclear weapons, has become a target of UN
sanctions.
The US even stresses that all options including military are on the table when it comes to Iran. Israel, on the other hand, which recently confessed openly having nuclear capability is free from any UN pressure. The US so far has vetoed nearly all UN resolutions designed to curtail Israeli conducts in the occupied territories and Middle East. Political analysts agree, therefore, that the US foreign policy against Iran in fact has little to do with Iran's presumed nuclear program. The policy is designed to weaken the Iranian government, protect US and Israeli interest, and to check Iranian increasing clout in the region. Iran is considered a stumbling block against the grand design of the Mid East policy of the United States. Under such global realpolitik where should Indonesia stand? As a newly elected non-permanent member of the UNSC representing the Asian region, Indonesia bears a huge responsibility. Its position on various issues and its vote on UNSC resolutions will be transparent and openly judged by the world.
It is true that Indonesia, a developing country still struggling to overcome various economic hurdles and alleviate poverty, remains largely dependent on the "kindness" of stronger economic powers such as the U.S. and Japan. From this point of view, Indonesian foreign policy should be directed more toward safeguarding its national interests with the main focus on its economy. On the other hand, our Constitution clearly mandates the government to participate actively in global diplomacy and take a resolute position toward achieving just and lasting peace in the world.
In the case of the Iranian nuclear issue, the United Nations' position, which is largely controlled by the U.S., is clearly disproportionate. This will merely endanger world peace further, as Iran is determined not to bow to the external pressure to which it feels it is being unjustly subjected.
It is a crime, to borrow the Post's terminology, to punish a country based on unproved suspicions. As a member of the UNSC, Indonesia should neither follow the position of those countries that feel "threatened" by Iran, nor should we take a confrontational stance against the super-power.
However, this does not mean we should simply remain neutral and abstain on this issue. Indonesia should instead be more creative and offer an alternative approach in the form of a more workable and just resolution that will bring the parties together at the negotiating table.
Talks similar to the ones on North Korea would be advisable. Only this time the participating countries should be widened to include major players in the Middle East.
The recent development where the U.S. is now willing to sit at the same table with Iran and Syria to find a solution to the Iraqi debacle is encouraging. This initiative should not be wasted by limiting the scope of the dialog only to Iraq. Wider and more urgent problems such as Palestine and the Iranian nuclear issue should also be on the agenda, once progress on Iraq is achieved. Indonesia needs to maintain a strong and unwavering position consistent with its long-term national interests and world peace. Only by doing so will Indonesia be reckoned with in the global political arena.
The writer is a member of the Foreign Affairs and Defense Commission at the House of Representatives, chairman of the Committee for Inter- Parliamentary Cooperation and executive committee member of the Inter-Parliamentary Union.

Injil Minggu Prapaskah III/C

Luk 13:1-9

MENGARAHKAN DIRI KE SANA, KE KEHIDUPAN!!

Luk 13:1-9 yang dibacakan pada hari Injil Minggu Prapaskah III/C ini memuat dua bagian. Yang pertama mengisahkan dua kejadian yang dapat menjadi bahan pelajaran untuk "bertobat" (ayat 1-3 dan 4-5) sedangkan bagian kedua (ayat 6-9) berbentuk perumpamaan yang melengkapi ajakan tadi.

Dalam kehidupan rohani bertobat berarti semakin mengalihkan kehidupan dan perhatian kepada Tuhan sambil dengan menyadari pelbagai kekeliruan yang telah terjadi. Orang yang merasa terhukum bisa diajak agar tidak lagi memandang diri selalu ada dalam keadaan itu. Orang yang merasa hidup beres di hadapan Tuhan masih perlu belajar agar tidak dibuai keyakinan semuanya sungguh begitu. Orang yang menjalankan agama dengan baik juga diajak agar berhati-hati agar tidak memperalat agama demi gengsi dan kepentingan sendiri.

TAFSIRAN POLITIK ATAU PENJELASAN AGAMA?

Kejadian macam apa dilaporkan kepada Yesus dalam ayat 1-3? Tak ada berita lain kecuali yang terdapat di sini. Dapat diperkirakan, orang-orang Galilea itu tersangkut dalam gerakan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Roma. Mereka ditangkap Pilatus ketika berziarah ke Yerusalem. Orang-orang itu dibunuh seperti korban sembelihan yang mau mereka bawa ke Bait Allah. Gubernur Romawi itu memang terkenal kejam menumpas beberapa upaya pemberontakan.

Mengapa perkara itu diceritakan kepada Yesus? Ada yang menjelaskan, orang hendak mengetahui sikap politik guru tersohor ini. Maklum Yesus sendiri berasal Galilea. Bila mengecam pembunuhan para peziarah itu, Yesus akan berhadapan dengan kekuasaan Romawi. Tetapi bila membenarkan, ia akan dianggap bersikap kurang nasionalis dan dicap tidak membela bangsa sendiri. Jadi agak sama dengan pertanyaan apa orang Yahudi boleh membayar pajak kepada Kaisar. Memang reaksi Yesus tidak pro atau kontra peristiwa penangkapan dan pembunuhan orang-orang Galilea itu. Tetapi penjelasan ini kurang dapat menerangkan mengapa Yesus juga membicarakan nasib delapan belas orang Yerusalem yang mati tertimpa menara di Siloam yang diutarakan dalam ayat 4. Jelas orang-orang naas ini tidak beragenda politik.

Karena penjelasan di atas tidak memuaskan, beberapa ahli tafsir lebih memusatkan perhatian pada reaksi Yesus. Mereka menjelaskan bahwa Yesus bermaksud menolak gagasan bahwa pengalaman buruk, malapetaka, atau kematian yang tak wajar adalah hukuman akibat dosa atau kesalahan. Ia menandaskan, baik orang-orang Galilea maupun orang-orang Yerusalem yang tertimpa menara itu tidak lebih berdosa dari orang-orang lain. Dengan perkataan lain, Yesus menyarankan agar orang mulai memperbaiki diri sendiri dahulu dan bertobat. Penjelasan ini menarik, dan tentu semua orang setuju betapa perlunya orang bertobat. Namun kita bukan hanya berminat pada seruan bertobat, kita mau tahu Injil hari mengajarkan bertobat dari apa dan untuk apa. Untuk itu marilah kita mencoba memahami dengan kunci yang diberikan Lukas sendiri.

ORANG GALILEA DAN ORANG YERUSALEM

Petikan hari ini menampilkan dua nama tempat, yang pertama Galilea, yakni daerah di utara, dan yang kedua kota Yerusalem. Di Israel ada tiga wilayah: paling utara disebut Galilea, paling selatan dikenal dengan nama Yudea (di wilayah ini terletak Yerusalem), antara kedua wilayah tadi terdapat Samaria. Orang Yudea, terutama yang dari Yerusalem, tidak begitu menyukai orang Samaria maupun orang Galilea. Lukas memakai nama-nama geografis ini untuk menenun Injilnya. Lihat perumpamaan orang Samaria yang baik hati terhadap orang Yerusalem yang naas dalam Luk 10:25-37. Bagaimana sikap orang Galilea terhadap orang Yerusalem? Lihat saja apa yang dikerjakan Yesus di Yerusalem - ia orang Galilea!

Memang ada persaingan bebuyutan antara orang Galilea dengan orang dari Yerusalem dan sekitarnya. Dapat dikatakan daerah utara umumnya lebih makmur karena lahan pertanian di sana subur dan penduduknya menikmati perekonomian yang lebih maju. Di sana juga beberapa waktu sebelum zaman Yesus mulai berkembang pesat bisnis perikanan danau. (Karena itu Yesus memilih nelayan sebagai murid-muridnya, mereka itu CEO dalam bisnis perikanan zaman itu, kayak lulusan ATMI yang tentunya bukan sekadar tukang las.) Secara politik, Galilea juga lebih sering bergolak daripada Yerusalem. Mereka lebih berani menghadapi kekuasaan asing, baik itu Yunani maupun Romawi. Tetapi masalah utama di Galilea sendiri ialah adanya ketimpangan sosial kendati secara umum wilayah itu cukup berkembang. Orang yang memiliki kemungkinan untuk maju sering kurang peduli terhadap kaum yang berkekurangan. Sebetulnya perkara ini bukan barang baru. Nabi Amos dan Hosea yang mengamati perilaku orang utara sering menelanjangi ketimpangan sosial di sana. Maka seruan agar menarik pelajaran dari kejadian orang Galilea itu juga seruan agar orang menumbuhkan kepedulian terhadap orang-orang miskin.

Orang Yerusalem merasa lebih memiliki prestise religius. Maklum pusat ibadat berada di kota itu. Para pemimpin agama juga tinggal di sana. Oleh karena itu orang Yerusalem acapkali agak memandang rendah orang Galilea. Gema sikap ini terdengar dalam Yoh 1:46. Di situ Natanael berkomentar mengenai Yesus, yang orang Galilea itu, dengan mengatakan, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret". Juga dalam Yoh 7:52 Nikodemus yang membela Yesus di hadapan kaum Farisi di Yerusalem malah ikut didamprat "Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tak ada nabi yang datang dari Galilea!"

Dalam Luk 13:4 ada sindiran bahwa orang Yerusalem bukan pula orang suci. Menarik diperhatikan, dalam ayat itu nama kota itu ditulis sebagai "Ierousaleem" . Dalam ulasan Injil Minggu Adven I disinggung bahwa bentuk ini dipakai Lukas guna menyebut kota Yerusalem sejauh dihuni orang-orang yang menolak kehadiran Yesus. Tapi bila ditampilkan dalam perspektif mereka yang menerima kedatangannya, maka nama kota itu ditulis sebagai "Hierosolyma" . (Untuk memudahkan, "Ierousaleem" diplesetkan saja sebagai "Yeru-zalim" - kota kezaliman, sedangkan "Hierosolyma" lebih dekat dengan "Yeru-syaloom" - kota kedamaian.) Dalam Injil hari ini Yerusalem memang ditampilkan sebagai kota yang tak bersih dari kesalahan, maka perlu bertobat. Tentunya, bertobat bukan dalam arti menyesali kesalahan ini atau itu tok, melainkan berusaha menjadi orang-orang yang menerima Yesus, dari "Ierousaleem" bertobat menjadi "Hierosolyma" .

Ringkasnya, masalah di Galilea ialah perbedaan antara orang kaya dan orang miskin, adanya ketakadilan sosial yang makin memojokkan orang miskin. Masalah orang Yerusalem ialah sikap saleh tapi sombong, merasa aman, "self-righteous" , mau mengatur Tuhan. Nah, dengan ini dapat disimak kembali seruan Yesus untuk bertobat yang ditujukan baik bagi orang yang memikirkan keadaan orang Galilea (ayat 3) maupun bagi yang berpikir mengenai kejadian di Yerusalem yang kota zalim itu (ayat 5). Dua wilayah itu melambangkan dua tipe kedosaan yang perlu dijauhi: kelekatan pada kekayaan sehingga melupakan sesama ("dosa orang Galilea"), dan sikap merasa diri sudah jadi orang lurus sehingga berlaku munafik dan bahkan memusuhi Yesus orang suruhan Tuhan sendiri ("dosa orang Yerusalem").

Perhatian kepada dua macam kedosaan itu digarisbawahi dalam Injil Lukas. Ingat perumpamaan orang kaya yang bodoh yang hanya memikirkan diri sendiri Luk 12:13-21 (tipe "keberdosaan Galilea") dan perumpamaan orang Farisi yang merasa diri lebih baik daripada pemungut cukai dan kaum pendosa lain Luk 18:9-14 ("tipe keberdosaan Yerusalem").

KEMURAHAN TUHAN DAN PERHATIAN PENGURUS KEBUN

Memang tobat lebih gampang digambarkan dengan menampilkan hal-hal yang mengerikan yang bakal terjadi bila orang tidak melakukannya. Namun pembicaraan seperti itu tidak banyak berarti bila tidak disertai kepercayaan akan kemurahan Tuhan serta usaha untuk membuat orang sungguh merasakan kemurahanNya. Tak mengherankan, Injil Lukas hari ini menyatukan seruan bertobat yang nadanya keras itu dengan perumpamaan yang menjelaskan bagaimana kerahiman Tuhan itu bisa menjadi kenyataan. Pohon ara yang tidak berbuah selama tiga tahun itu masih mendapat kesempatan setahun lagi..., boleh jadi tahun depan akan berbuah dan menjadi pohon yang baik! Perumpamaan itu juga memperlihatkan betapa besarnya peran pengurus kebun. Ia memintakan kelonggaran. Bukan itu saja. Ia bersedia mengusahakan agar pohon ara mandul itu bisa menjadi baik, ia menggemburkan tanah sekeliling, ia memberi rabuk. Hati sang empunya kebun melunak melihat kecintaan pemelihara kebun terhadap pohon yang naas itu. Pengurus kebun itu bukan administrator yang bekerja atas dasar kalkulasi untung rugi melulu, yang lega bila neraca klop angka-angkanya. ..yang tersenyum bangga bila bangku gereja penuh. Pengurus kebun itu orang yang mencari mereka-mereka yang sulit, yang sudah tanpa harapan lagi. Pengurus kebun ialah orang masih berani mendekati mereka-mereka yang menjengkelkan Tuhan sendiri. Tak meleset bila dikatakan, kita para pelayan umat diminta agar tidak membiarkan Tuhan putus asa. Lebih dari itu, dengan berani perumpamaan itu mengajarkan kita hendaknya jangan ikut-ikutan pergi sekalipun Tuhan sendiri sudah mau meninggalkan orang-orang itu! Kita masih tinggal di sana, kita bukan pemilik, kita ini pemelihara dan masih bisa berusaha agar mereka tidak ditebang.

Salam hangat,
A. Gianto

HUnDReD PrAyERs

100 Prayers


1
Praying with others across the world
Lord, you said that when two or three
would gather together in your name,
then you would be present with them.
I am praying by myself (or ‘on the Internet’)
but I am uniting myself
with many individual Christians
throughout the world
who, though separate,
are gathered together in another sense
to pray to you,
and I trust that you are with me now.
(NH)


2
When the thought of you wakens in us
God our heavenly Father,
when the thought of you
wakes in our hearts,
let its awakening
not be like a startled bird
that flies about in fear.
Instead, let it be like a child
waking from sleep
with a heavenly smile. (Søren Kierkegaard)


3
Christ our Morning Star
O Christ, our Morning Star,
Splendour of Light Eternal,
shining with the glory of the rainbow,
come and waken us
from the greyness of our apathy,
and renew in us your gift of hope. Amen. (Bede the Venerable)


4
Come, Holy Spirit
Come, Holy Spirit, fill the hearts of your faithful,
and enkindle in them the fire of your love.
Send forth your Spirit and they shall be created
And you shall renew the face of the earth.
O God, who has taught the hearts of the faithful
by the light of the Holy Spirit,
grant that by the gift of the same Spirit
we may be always truly wise
and ever rejoice in his consolation.
Through Christ our Lord. Amen.


5
At the rising of your sun
Lord God, Creator of light,
at the rising of your sun each morning,
let the greatest of all lights - your love -
rise, like the sun, within my heart.


6
Prayer of St Columba
Be, Lord Jesus, a bright flame before me,
a guiding star above me,
a smooth path below me,
a kindly shepherd behind me:
today, tonight, and forever.


7
I will be busy
O Lord,
you know how busy I must be this day.
If I forget you,
do not forget me.
(Sir Jacob Astley, before the Battle of Edgehill, 1642)


8
Prayer of a Breton fisherman
Lord, the sea is so wide
and my boat is so small.
Be with me.


9
Close to me
Lord, you are closer to me
than my own breathing,
nearer than my hands and feet. (St Teresa of Avila)


10
The Grail Prayer
Lord Jesus,
I give you my hands to do your work.
I give you my feet to go your way.
I give you my eyes to see as you do.
I give you my tongue to speak your words.
I give you my mind that you may think in me.
I give you my spirit that you may pray in me.
Above all,
I give you my heart that you may love in me
your Father and all mankind.
I give you my whole self that you may grow in me,
so that it is you, Lord Jesus,
who live and work and pray in me.


11
Praying the offering of self
Lord Jesus,
you told your friends
not to worry about the future.
You showed them
how to have the attitude of simple trust
that young children have,
so that they could place themselves
into the caring hands of your Father.
And so I ask for the power of your Spirit
that I may remain positive
throughout all that is ordinary in my daily life.
I know that your touch
can change people and situations,
and so I ask you
to join me in offering to our Father
not only the good things of this day
but also the suffering and sacrifices
that I want to offer cheerfully and lovingly,
and in a quiet and hidden way.
And so may any difficulties
and frustration and pain of this day
be transformed in your presence
for the benefit of other people. Amen.
(NH)


12
Knowing me better
I thank you, Lord,
for knowing me better than I know myself,
and for letting me know myself
better than others know me.
Make me, I pray you,
better than they suppose,
and forgive me for what they do not know.
(Abu Bekr)


13
from ‘St Patrick’s Breastplate’
I bind unto myself today
The power of God to hold and lead,
His eye to watch, his might to stay,
His ear to hearken to my need.
The wisdom of my God to teach,
His hand to guide, his shield to ward;
The word of God to give me speech,
His heavenly host to be my guard.
Christ be with me, Christ within me,
Christ behind me, Christ before me,
Christ beside me, Christ to win me,
Christ to comfort and restore me.
Christ beneath me, Christ above me,
Christ in quiet, Christ in danger,
Christ in hearts of all that love me,
Christ in mouth of friend and stranger.


14
Seeing and loving in others
what you see and love in them
God our Father,
the qualities I see lived out so well in some people
are a reflection of your own goodness,
and I know
that I have much to learn from other people
who reflect your image and likeness Gen 126
in different ways.
Inspire me
to respect others fully as my equals,
seeing and loving in them
what you see and love in them.
(NH)


15
Prayer of St Anselm
O Lord my God.
Teach my heart this day
where and how to find you.
You have made me and re-made me,
and you have bestowed on me
all the good things I possess,
and still I do not know you.
I have not yet done
that for which I was made.
Teach me to seek you,
for I cannot seek you
unless you teach me,
or find you
unless you show yourself to me.
Let me seek you in my desire;
let me desire you in my seeking.
Let me find you by loving you;
let me love you when I find you.


16
Burn up the dross
O God,
may the fire of the Holy Spirit
burn up the dross in our hearts,
warm them with love,
and set them on fire
with zeal for your service. Amen.


17
Ablaze with the fire of your Spirit
O Lord,
you have mercy on all,
take away from me my sins,
and mercifully set me ablaze
with the fire of your Holy Spirit.
Take away from me the heart of stone,
and give me a human heart,
a heart to love and adore you,
a heart to delight in you,
to follow and enjoy you. Amen.


18
That the Gospel may be ‘written’ in me
God our Father,
until the time of the printing press,
people copied the Gospel,
writing it by hand.
Slowly the Gospel took shape
- both on the page
and deep within themselves.
I ask that the Gospel
- the Good News of your love -
may be written in me
not with ink
but with the Spirit of God. 2 Cor 33
Only then will I grow as a credible witness
of the wealth of your love.
Day by day,
as the pages of my own life turn over,
remind me
that you write my name
on the palm of your hand. Is 4916
I ask this prayer through Jesus,
who is your Word,
living amongst us. Amen.
(NH)


19
The living heritage of our faith
God our Father,
if I could trace back
through the last two thousand years,
marking out routes
from Jesus himself
and then through people
whose faith has touched others
and so reached me,
I would be astounded
by the individuals I would encounter.
I give thanks, Father,
for all those people
over two thousand years
who have inspired others
and played their part
in passing on
to generation after generation
the living heritage of their faith.
Especially I give thanks
for those who lived their faith
through difficulties
and hardship and persecution.
I pray, Father, that I may grow
in your faith and love
through good times and bad. Amen.
(NH)


20
Respecting one another
God our Father,
you call each of us by name,
and you treasure each of us individually
as though no-one else exists.
Inspire us
to respect and value
each person who comes into our lives this day.
Amen. (NH)


21
May our ‘way of looking’ become more like yours
Lord, we come before you as we are.
We ask you to take away from us
all that makes us less than human.
Strengthen us with the power of your Spirit
that our attitude and outlook may develop,
and our “way of looking”
may become more like yours.
Help us to remain positive -
encouraging and appreciating one another,
looking upon people in the same way that you do. Amen. (NH)


22
Open my eyes and ears
Lord Jesus,
I ask you to open my eyes
as you did with the blind man, Jn 9
so that I may really see.
Tune my ears
as you did with the man who was deaf and dumb, Mk 731-37
so that I may really hear
what you are saying to me.
May the many experiences of my senses
remind me to be aware of others
and of all that is around me.
May all that I experience
lead me closer to you.


23
To recognise in others
Grant me to recognise in others, Lord God,
the radiance of your own face.
(Teilhard de Chardin, SJ)


24
Together as brothers and sisters
God our Father,
extend our horizons,
widen our vision,
and remind us how inter-connected we are
as your sons and daughters.
Breathe your Spirit into us
that we may live more truly
as brothers and sisters
of one another. Amen.
(NH)


25
Appreciating what we have in common with others
Lord, we ask you to open our eyes
that we may value and appreciate all people,
recognising what we have in common
rather than focusing
on what our differences might be.
Inspire us to distinguish
between what is important
and what is not,
and open our minds and hearts
that we may always be people of good will
who bring life and joy to others. Amen. (NH)


26
You are beside me
Lead me, Lord,
to recognise you
in the person beside me.
(NH)


27
Sarum Prayer
God be in my head
and in my understanding.
God be in my eyes
and in my looking.
God be in my mouth
and in my speaking.
God be in my heart
and in my thinking.
God be at my end
and at my departing. (Sarum Book of Hours, 1514)


28
God in my daily life
God to enfold me,
God to surround me,
God in my speaking,
God in my thinking.
God in my sleeping,
God in my waking,
God in my watching,
God in my hoping.
God in my life,
God in my lips,
God in my soul,
God in my heart.
God in my sufficing,
God in my slumber,
God in my ever-living soul,
God in mine eternity.
(Carmina Gadelica)


29
Judging or valuing others
Lord, inspire me to give of my best
and make good use
of the talents you have given me.
Show me how to be positive in attitude,
appreciating and valuing others,
always being ready to encourage
and give praise.
Sometimes I draw conclusions about people
in terms of what I think
is meant by “success” and “failure”,
but the “failure” of one person
might count as a great “success”
of someone with other talents.
Lead me never to judge people
but to accept others as they are,
knowing that it is together,
each with our differences,
that we build up your Kingdom. Amen. (NH)


30
Christ be behind me
Lord, I commit my failures
as well as my successes
into your hands,
and I bring for your healing
the people and the situations,
the wrongs and the hurts
of the past.
Give me courage, strength and generosity
to let go and move on,
leaving the past behind me,
and living the present to the full.
Lead me always to be positive
as I ‘entrust the past to your mercy,
the present to your love,
and the future to your providence’. St Augustine
(NH)


31
Breathing deeply in faith
O God,
teach me
to breathe deeply
in faith.
(Søren Kierkegaard)


32
The Jesus Prayer
Lord Jesus Christ,
Son of God,
have mercy on me,
a sinner.


33
Healing our memories
Penetrate these murky corners
where we hide our memories
and tendencies on which we do not care to look,
but which we will not yield freely up to you,
that you may purify and transmute them.
The persistent buried grudge,
the half-acknowledged enmity
which is still smouldering,
the bitterness of that loss
we have not turned into sacrifice,
the private comfort we cling to,
the secret fear of failure
which saps our initiative
and is really inverted pride,
the pessimism which is an insult to your joy.
Lord, we bring all these to you,
and we review them
with shame and penitence
in your steadfast light.
(Evelyn Underhill)


34
Choosing life rather than death
Lord, I acknowledge my sinfulness.
I ask you to empower me
with your Holy Spirit,
that I may resist temptation
and “choose life
rather than death”, Deut 3019
- good rather than evil -
in the ordinary circumstances
of my daily life. Amen.
(NH)


35
Acceptance and forgiveness in the scriptures
Loving Lord,
you tell us in the Bible
that whatever wrong we have done
you tread down our faults
to the bottom of the sea. Mic 719
We know there is no need
to keep thinking
about what we have done in the past, Is 4318
because you pardon
the wrongs we have done,
and you delight in showing mercy. Mic 718
You bind up all our wounds Ps 1473
and you renew us by your love. Zeph 317
Lord, you love all that you have made, Wis 1124
and it is your very nature
to love and forgive.
Lead us to be generous
in accepting and forgiving others
in the same way
as you accept and forgive us. Amen.
(NH)



36
Growing closer to you who are love
Father,
perhaps you have best been described as “love” 1 Jn 48
and, as “love keeps no record of wrongs”, 1 Cor 135
I rejoice in the completeness
of your personal love and acceptance
of each one of us.
Lead me each day to be faithful
and grow closer to Jesus
who calls me his friend. Jn 1514
It is through him and in him, Father,
that I am enabled to see you most fully: Col 115
you who call me by name. Is 431
(NH)


37
Psalm 23
Lord, you are like a shepherd to me,
and so I have all that I need.
You give me rest
in meadows of green grass,
and you lead me to water
where I gain new life and strength.
You guide me
along the way that is best for me.
Even when I walk in darkness
and everything around seems like death,
you are there, walking with me,
and the promise
of your love and faithfulness
helps to conquer my fear.
In the sight of those who do me down,
you invite me
to sit at table with you.
There you offer me
even more than I need,
and you remind me
that I am significant and special.
You call me to goodness and kindness
every day of my life,
and your house will be my home
my whole life long.



38
My choices and commitment
Lord, inspire me to live in such a way
that my choices each day
and my commitment to live in a positive way
may transform
the negative into something positive,
and the ordinariness of daily life
into something extraordinary. Amen.
(NH)


39
Negativity, forgiveness,
and resisting evil
God our Father,
may no-one’s negative actions
ever overpower my determination
to choose to live in a positive way.
I know that to forgive someone
can be far from being an easy option,
and I know that forgiveness
isn’t somehow pretending
that something wrong hasn’t happened.
Instead it is being generous, Father
- as your Son showed in his dying words -
in being willing to release the other person
from what natural justice demands
should be ‘punishment’ for wrong-doing.
Isn’t this, Father,
what is meant by “your mercy”
and what we are to do
in being called
to “be merciful” ourselves? Mt 57
For what I have done wrong, Father,
forgive me
to the extent that I am generous and gracious
in forgiving - or truly hoping to forgive -
those who have done wrong to me. Lk 114
Empower me
to break the cycle
of any hatred, resentment or bitterness,
always resisting evil Rom 1221
and conquering it with goodness.
Bring your healing and peace and wholeness
into the lives of those I pray for,
and into mine. Amen.
(NH)


40
“Do not kill” - and attention to the small things in life
Loving Lord,
I often see on the TV news
examples of inhumanity to others
- people being tortured, abused,
injured or killed.
I need to remind myself
that the commandment “do not kill”
also refers to my attitude
and what I do each day,
because it is in smaller ways
that I can destroy people
if I ignore them
or cut them off
or do them down.
Loving Lord, inspire me
to take care of the smaller things of life
as well as the bigger issues. Amen.
(NH)


41
Respect for all life
God our Father,
inspire us with a great respect
for all human life
from the time of the child
growing in the womb
to the point of death.
May that respect lead us
to grow in a sense of responsibility
for all our brothers and sisters
throughout the world,
knowing that, where one person suffers
and is degraded,
all of humanity is belittled and abused.
May we grow in a sense of love and care
for those less fortunate than ourselves,
and lead us to do something
about the troubles in our world.
Amen. (NH)


42
Psalm 139
Father and lover of life,
you know the depths of my innermost self,
and you understand me.
You protect me on every side,
shielding me from all harm.
When you put me together
in my mother’s womb,
you knew all about me.
I thank you for the wonder of myself,
and I stand in awe
at all that you have made.
As you know and love me,
so may I come to know and love you.
Guide me in your ways.
(NH: based on Ps 139)


43
Growing in wonder
God our Father,
may the vastness of your creation
that we can begin to see through a telescope,
remind us of the abundance of your love.
May the lowliness
of the smallest creatures and cells
that we can see through a microscope,
remind us of how insignificant - yet special -
we appear to be.
May our vision each day
of the world around us
remind us that you so loved the world
that you sent Jesus, your Son,
to be one of us.
In all that we observe,
open our eyes
so that we may really see
and grow in wonder and appreciation. Amen. (NH)


44
The Canticle of Creation
O Most High, all-powerful, good Lord God,
to you belong praise, glory,
honour and all blessing.
Be praised, my Lord, for all your creation
and especially for our Brother Sun,
who brings us the day and the light;
he is strong and shines magnificently.
O Lord, we think of you when we look at him.
Be praised, my Lord, for Sister Moon,
and for the stars
which you have set shining and lovely
in the heavens.
Be praised, my Lord,
for our Brothers Wind and Air
and every kind of weather
by which you, Lord,
uphold life in all your creatures.
Be praised, my Lord, for Sister Water,
who is very useful to us,
and humble and precious and pure.
Be praised, my Lord, for Brother Fire,
through whom you give us light in the darkness:
he is bright and lively and strong.
Be praised, my Lord,
for Sister Earth, our Mother,
who nourishes us and sustains us,
bringing forth
fruits and vegetables of many kinds
and flowers of many colours.
Be praised, my Lord,
for those who forgive for love of you;
and for those
who bear sickness and weakness
in peace and patience
- you will grant them a crown.
Be praised, my Lord, for our Sister Death,
whom we must all face.
I praise and bless you, Lord,
and I give thanks to you,
and I will serve you in all humility. (St Francis of Assisi)


45
Psalm 8
Lord, our God and King,
your greatness is seen
throughout the earth.
When I gaze at the heavens
which your fingers have formed,
and look at the moon and the stars
which you have set there,
I realise how small we are
in the magnificence of your creation.
Yet you treasure us
above all that you have made,
and you give us control
over all the works of your hand
- animals both wild and tame,
birds in the air,
and the creatures of the sea.
Lord, our God and King,
your greatness is seen
throughout the earth. (NH)


46
Psalm 104
Lord our God, how great you are,
and I give thanks to you.
You stretch out the heavens like a tent,
with the sun to mark our days of work
and the moon for our nights of rest.
Your fingers created the earth
and wrapped it with the ocean like a cloak.
There the ships sail,
and beneath them glide the great sea creatures
that you made to play with.
You pour down rain
which the ground takes up.
You set springs gushing forth in the valleys,
and streams that flow
between the mountains,
giving water to all that lives.
You make grass grow for the cattle
and crops in abundance for our needs.
You bring goodness to the trees,
and in their branches
the birds build their nests.
Swarms of all living creatures
are so many
that they could never be counted.
What variety you have created, Lord,
arranging everything so wisely!
You send your Spirit, and all things have life.
Fill us with your Spirit, Lord,
and give us new life,
and renew the earth that you love.
(NH)


47
Justice and Peace and the care of creation
God our Father,
we give you thanks
for the talents you have given to mankind,
and for the blessings received
through those who use their gifts well.
We think of the beauty of the world
which you proclaimed to be good,
but we are also conscious of our misuse
of what you have given to us:
- from the ore in the ground
we fashion bullets and weapons;
- from the oil under the sea
we derive explosives;
- we damage and pollute
our own environment
for short-term gains;
- from the atoms of existence
we produce bombs of mass destruction.
Our governments spend money in our name
maintaining “butter mountains” and “wine lakes”,
and we subsidise farmers
to “set aside” land
so that less food is produced,
even though our brothers and sisters
die each day from hunger.
On our paper money
we print the images of famous people,
yet often do not treasure and uphold
the dignity of all who are made
in your image and likeness.
Open our hearts
to be influenced for good,
and inspire us
to touch the hearts of others.
Enable us to change
the things that contradict your love,
and may all your people
work and grow together
as brothers and sisters,
building up your kingdom on earth. Amen.
(NH)


48
Injustice and my own attitude
Lord, it’s good
to be actively concerned
about the abuses of human rights
in other countries,
but I must not lose sight
of the mis-treatment of others closer to me.
Most particularly, Lord,
point out to me my own failings
in lacking respect
for those who come into my daily life.
I readily condemn slavery,
but help me to liberate those I know
who are overburdened.
I condemn torture,
but lead me to discourage the use
of cruel words and actions.
Remind me
that those who degrade others
are themselves diminished.
Enlighten me
so that I do not
jump to conclusions about people,
or be judgmental.
Lead me always to respect individuals
for who they are,
realising that their experiences
may be different from my own,
as each follows paths in life
that are individual to them.
May I grow in appreciation
that those who think differently from me
can hold equally valid views.
In these and other ways, Lord,
may I grow in respect for all people.
This day, may others respect me
as much as I respect them.
Amen. (NH)


49
God’s love and our concern
Lord, we remember before you
all our brothers and sisters
who are weighed down with suffering.
Bless and guide us
that your love may be reflected
in our concern for the hungry,
the oppressed and the unloved.
Help us to acknowledge
and grow in appreciation
that all people are made
in your image and likeness. Amen. (NH)


50
A prayer of Pope Paul VI
Make us worthy, Lord,
to serve our brothers and sisters
throughout the world
who live and die in poverty and hunger.
Give them by our hands
this day their daily bread,
and by our understanding love
give peace and joy. Amen.


51
Hear my voice, Lord
- a Prayer of Pope John Paul II
for Justice and Peace
To you, Creator of nature and humanity,
of truth and beauty, I pray:
Hear my voice,
for it is the voice
of the victims of all wars and violence
among individuals and nations.
Hear my voice,
for it is the voice
of all children who suffer and who will suffer
when people put their faith in weapons and war.
Hear my voice
when I beg you to instil
into the hearts of all human beings
the vision of peace,
the strength of justice
and the joy of fellowship.
Hear my voice,
for I speak for the multitudes
in every country and in every period of history
who do not want war
and are ready to walk the road of peace.
Hear my voice
and grant insight and strength
so that we may always respond
to hatred with love,
to injustice with total dedication to justice,
to need with the sharing of self,
to war with peace.
O God, hear my voice,
and grant to the world your everlasting peace.
(Pope John Paul II at
Hiroshima, Japan, 1981)


52
Giving praise because they do what they were created to do
God our Father,
you made the great lights in our sky:
the sun to rule in the day,
and the moon and the stars in the night
- all because your great love lasts for ever.
Our sun and moon
and the stars that you call by name
all give you praise,
because they do what they were created to do.
Lead me, Father,
to reflect the light of Christ your Son
and so live fully
as, in your love, you created me to do. Amen.
(Psalms 1367-9, 1474, 1483)
(NH)


53
Living simply
Lord, may we who have plenty
live simply
so that others may simply live.
Amen. (NH)


54
Hunger and justice
O God,
to those who have hunger, give bread,
and to us who have bread,
give the hunger for justice.
(World Council of Churches)


55
Deep compassion
Father,
fill our hearts with deep compassion
for those who suffer,
and may the day come quickly
of your kingdom of justice and truth. Amen.
(Eugène Bersier)

56
My small sacrifice
Lord, as many human hands
transform many grains of wheat
into a loaf of bread,
so may our small sacrifices
help towards the building up
of our human family.
We ask this through Jesus,
who is our brother,
and who fed the hungry. Amen.
(NH)


57
A prayer of St Augustine
Lord, you were rich
yet, for our sakes, you became poor.
You promised in your Gospel
that whatever is done
for the least of your brothers and sisters
is done for you.
Give us grace to be always willing and ready
to provide for the needs
of those whose parents have died
or whose homes are broken,
that your kingdom of service and love
may extend throughout the world,
to your unending glory.


58
A prayer of St Thomas More
The things that we pray for, good Lord,
give us your grace to work for.


59
A prayer of Mother Teresa
Lord, increase my faith,
bless my efforts and work,
now and for evermore. Amen.


60
Prayer of Peace
Lord, make me an instrument of your peace;
where there is hatred, let me sow love,
where there is injury, pardon,
where there is doubt, faith,
where there is despair, hope,
where there is darkness, light,
and where there is sadness, joy.
O Divine Master,
grant that I may not so much seek
to be consoled as to console,
to be understood as to understand,
to be loved as to love,
for it is in giving that we receive,
it is in pardoning that we are pardoned,
and it is in dying that we are born to eternal life.
(attributed to St Francis of Assisi)


61
The Clown’s Prayer
As I stumble through this life,
help me to create more laughter than tears,
dispense more happiness than gloom,
spread more cheer than despair.
Never let me become so indifferent
that I will fail to see the wonder
in the eyes of a child
or the twinkle in the eyes of the aged.
Never let me forget that my total effort
is to cheer people, make them happy
and forget - at least momentarily -
all the unpleasantness in their lives.
And, in my final moment,
may I hear You whisper:
‘When you made My people smile,
you made Me smile’.
(Author unknown)


62
Choices in good times
and in difficult times
God our Father,
in good times
may I live in such a way
that I will be strengthened
for the difficult times
that all of us face in our lives.
Lead me now
to make positive choices
to value friendship and loyalty,
and develop attitudes and values,
treasuring all that is lasting and important.
Throughout difficult times
may I build on
the positive choices of my past,
looking outward in the service of others
and avoiding self-pity.
May I grow in the faith
that, whatever my circumstances,
I need have no regrets
but may entrust
my past to your mercy,
my present to your love,
and my future to your Providence.
Amen.
(NH)


63
Doing the little and the great things
Teach us, Lord,
to do the little things
as though they were great
because of the majesty of Christ
who does them in us
and who lives our life.
Teach us to do the greatest things
as though they were little and easy
because of his omnipotence. (Blaise Pascal)

64
Balance in my life
God our Father,
lead me to grow in faith
and keep a healthy balance in my life.
Remind me that I need to
give time and space for myself
as well as for others.
Inspire me
to remaining committed in my work,
sharing quality time with my family,
and enjoying
sufficient rest and recreation. Amen.
(NH)

65
In busy days of noise and action
We read in the Gospel, Lord,
that you went away to lonely places to pray.
In my busy days of noise and action,
remind me of my need
for time alone
and for peace and quiet
and silence within.
Be with me now
as I pause for a few moments in quietness.
(NH)


66
Amidst difficulties; breaking the cycle of hatred and bitterness
We know, Lord,
that throughout our lives
each of us will experience
problems and difficulties.
Give us courage and strength at those times
and prevent us then
from looking only at ourselves.
Keep our vision wide
so that, even in times of difficulty,
we may still be of help to others.
Help us not to be bitter
towards people or situations,
but empower us to take the initiative
and break the cycle
of hatred, bitterness, and evil actions.
Help us to transform
the difficulties that come our way
into opportunities for personal growth
and service of others. Amen.
(NH)


67
Christ be below me
Lord, I rejoice
that nothing
can come between me and your love,
even when I feel alone or in difficulty,
when in sickness or am troubled. Rom 831-39
Even if attacked or afraid,
‘no abyss of mine is so deep
that your love is not deeper still’. Corrie Ten Boom
Lord,
you have experienced many hells of this world
but descended so that you can lift us up.
Be always near. (NH)


68
My own difficulties to lead me to be sensitive to others
Lord our God,
you have made me in your own likeness
and you love all that you have made.
I thank you
for all that has been positive in my life.
I ask that I may live in such a way
that I may learn
from whatever I may find
is negative or hurtful in my life.
May my disabilities and weaknesses
teach me how to be sensitive to individuals,
that I may grow more caring and compassionate
for others who experience difficulties.
May I grow in strength of character
through all that happens to me,
living fully each day. Amen. (NH)


69
A prayer of William Penn
Lord,
help me not to despise or oppose
what I do not understand.


70
The Serenity Prayer
God grant me
the serenity to accept the things I cannot change,
the courage to change the things I can,
and the wisdom
to distinguish the one from the other. (Reinhold Niebuhr)


71
To give and not to count the cost
Teach us, good Lord,
to serve you as you deserve,
to give and not to count the cost,
to fight and not to heed the wounds,
to toil and not to seek for rest,
to labour and not to ask for any reward,
save that of knowing that we do your will. Amen. (St Ignatius Loyola)


72
A prayer of the Kikuyu, Kenya
O Father,
your power is greater than all powers.
O Son,
under your leadership we cannot fear anything.
O Spirit,
under your protection there is nothing we cannot overcome.


73
The Way, the Truth and the Life
Lord Jesus Christ,
you have said
that you are the Way, the Truth and the Life.
Do not allow us to stray from you,
who are the Way,
not to distrust you, who are the Truth,
nor to rest in anything other than you,
who are the Life. (Erasmus)


74
Courage to accompany you, Lord
Lord, give us all the courage we need
to go the way you shepherd us,
that when you call
we may go unfrightened.
If you bid us come to you across the waters,
that we may not be frightened as we go.
And if you bid us climb the hill,
may we not notice that it is a hill,
mindful only of the happiness of your company.
You made us for yourself,
that we should travel with you
and see you at last in your unveiled beauty
in the abiding city,
where you are light and happiness
and endless home.
(Bede Jarrett, OP - adapted)


75
Signing with the cross
Lord Jesus,
I sign my heart with the sign of the cross,
reminding myself
of your love for each person.
I ask that I may grow in faithfulness
as your friend.
I sign my lips with the sign of the cross,
that I may speak as you would speak.
I sign my hands with the sign of the cross
asking that you enable me
to do your work,
and be your hands
in our world which you love so much.
I sign my eyes with the sign of your cross
that I may really see, Lord,
and be aware
of all that is around me.
I sign my ears with the sign of your cross
that I may listen and really hear
the communication that comes to me
in different ways
- from you
and from the people
you place into my life.
I sign my shoulders, Lord, with your cross,
knowing that you call me
to carry my own cross each day
and support others
in the burdens and difficulties
that they have.
All that I do today
I set out to do
in the name of the Father (+)
and of the Son
and of the Holy Spirit. Amen. (NH)

76
Day by day
Thanks be to you, my Lord Jesus Christ,
for all the benefits which you have given me,
for all the pains and insults
which you have borne for me.
O most merciful Redeemer, Friend and Brother,
may I know you more clearly,
love you more dearly,
and follow you more nearly,
day by day.
(St Richard of Chichester)


77
Prayer of Charles de Foucauld
Father,
I abandon myself into your hands;
do with me what you will.
Whatever you may do, I thank you:
I am ready for all, I accept all.
Let only your will be done in me
and in all your creatures.
I wish no more than this, O Lord.
Into your hands I commend my soul:
I offer it to you
with all the love of my heart,
for I love you, Lord,
and so need to give myself,
to surrender myself into your hands
without reserve,
and with boundless confidence,
for you are my Father.


78
Transform, Lord, my weakness and poverty
Look, Lord,
on an empty vessel that needs to be filled.
In faith I am weak - strengthen me.
In love I am cold - warm me and make me fervent
so that my love may go out to my neighbour.
I doubt and am unable to trust you completely.
Lord, strengthen my faith and trust in you.
You are all the treasure I possess.
I am poor, you are rich,
and you came to have mercy on the poor.
I am a sinner, you are goodness.
From you I can receive goodness,
but I can give you nothing.
Therefore I shall stay with you.
(Martin Luther)


79
An evening prayer
O Lord my God,
thank you for bringing this day to a close.
Thank you for giving me rest
in body and soul.
Your hand has been over me
and has guarded and preserved me.
Forgive my lack of faith
and any wrong that I have done today,
and help me to forgive all who have wronged us.
Let me sleep in peace under your protection,
and keep me from all the temptations of darkness.
Into your hands I commend my loved ones.
I commend to you my body and soul.
O God, your holy name be praised.
(Dietrich Bonhoeffer)


80
Christ in my sleeping
Lord, you mark when I walk or lie down;
all my ways lie open to you. Ps 1391-3
When I cease activity,
calm my mind.
When I am by myself,
be my companion and friend.
When I am weary and heavily laden,
may your Spirit renew me.
When I lie down, may it be in peace
for sleep to heal and refresh me,
for you alone, Lord,
make me dwell in safety. Ps 49
Watch my sleeping,
guard my waking,
be always near.


81
Till the shades lengthen
May the Lord support us all the day long
till the shades lengthen
and the evening comes,
and the busy world is hushed,
and the fever of life is over
and our work is done.
Then, in his mercy,
may he give us a safe lodging and a holy rest
and peace at the last.
(John Henry Newman)


82
The constancy of your faithfulness
Lord, the day is far gone
and the night is at hand. Lk 2429
May the constancy
of the setting of the sun,
and its rising
on those who need it elsewhere,
remind me of your faithfulness and your promise
to be with us always:
ready to help us to transform
darkness into light,
hatred into love,
and bitterness into joy. Amen.


83
Knowing, loving and serving you
Eternal God,
who are the light of the minds that know you,
the joy of the hearts that love you,
and the strength of the wills that serve you;
grant us so to know you
that we may truly love you,
and so to love you
that we may fully serve you,
whom to serve is perfect freedom,
in Jesus Christ our Lord. (St Augustine)


84
Emptying into eternal life
You who are love itself,
give me the grace of love,
give me yourself,
so that all my days may finally empty
into the one day of your eternal life. (Karl Rahner)


85
Take, Lord
Take, Lord, all my liberty.
Receive my memory, my understanding,
and my whole will.
Whatever I have and possess,
you have given to me;
to you I will restore it wholly,
and to your will
I utterly surrender it for my direction.
Give me the love of you only, with your grace,
and I shall be rich enough;
nor do I ask anything besides,
(St Ignatius Loyola)


86
The grasp of your hand in my failure
Let me not pray to be sheltered from dangers
but to be fearless in facing them.
Let me not beg for the stilling of my pain,
but for the heart to conquer it.
Let me not crave in anxious fear to be saved,
but hope for the patience to win my freedom.
Grant me that I may not be a coward,
feeling your mercy in my success alone,
but let me find the grasp of your hand
in my failure.
(Rabindranath Tagore)


87
Reflecting on growing older
as a new year begins
Almighty God,
by whose mercy
my life has continued for another year,
I pray that, as my years increase,
my sins may not increase.
As age advances,
let me become more open,
more faithful and more trusting in you.
Let me not be distracted by lesser things
from what is truly important.
And if I become infirm as I grow old,
may I not be overwhelmed
by self-pity or bitterness.
Continue and increase
your loving kindness towards me
so that, when you finally call me to yourself,
I may enter into eternal happiness with you,
through Christ our Lord.
Amen.
(Dr Samuel Johnson, 1709-1784)


88
Those who are sick, afraid, worried
Lord Jesus,
we ask you to bring your healing touch
to those whom we know
to be sick, afraid, or worried.
Bring them your peace and healing. Amen.


89
The one you love is ill
Lord, as your friend Lazarus lay ill,
others remarked to you
that "the one you love is ill."
People said: "See his love for him."
Today, Lord Jesus,
we pray for ______
because he - the one you love - is ill.
We ask you to bring
your healing and peace
to him and his family. Amen.
(re ‘Lazarus’, see John 11)
(NH)


90
Sick, hungry, thirsty and needy
Trusting in your goodness
and great mercy, Lord, I come:
sick - I come to my Saviour;
hungry and thirsty - to the well of Life;
needy - to the King of Heaven.
(Thomas à Kempis)


91
Patience and strength in sickness and in health
Lord,
teach me the art of patience whilst I am well,
and give m the use of it when I am sick.
In that day,
either lighten my burden
or strengthen my back.
Make me
(who so often in my health
have discovered my weakness,
presuming on my own strength)
be strong in my sickness
when I solely rely on your assistance.
(Thomas Fuller)


92
Those very ill
God our Father,
we bring before you today
those who suffer
from chronic illness or disability
- those for whom sickness or disability
profoundly affects their lives.
When they feel diminished,
remind them that you call them by name
and hold them
in the palm of your hand. Is 431
When they feel fragile and broken,
mould them and heal them,
that they may more closely resemble
the image of Jesus,
your Son and our Brother.
When they are reminded
of different times in the past,
lead them to grow in the faith
that you love them today, as they are,
in the reality of their lives this day.
When they feel uncertain about the future,
lead them to that perfect love
which casts out all fear. 1 John 418
When situations remind them
- not of what they can do,
but of what they cannot do -
remind them
that “love never fails”, 1 Cor 138
and that, living in your love,
they will bear your fruit in plenty. Jn 155,9
May all of us
- whatever our circumstances -
never be so taken up with our own concerns
that we do not see or respond to
the needs of others.
May we live with courage
the different challenges
that each of us faces.
Amen.
(NH)


93
Watch, Lord, with those in need
Watch, dear Lord,
with those who cannot sleep
and those who weep this night.
Tend the sick,
give rest to the weary
and bless the dying.
Relieve those who are suffering,
have pity on those in great distress,
and shield those who are happy.
Amen. (St Augustine)


94
The Last Words of St Teresa of Avila
My Lord, it is time to move on.
Well then, may your will be done.
O my Lord and my Spouse,
the hour that I have longed for has come.
It is time for us to meet one another.


95
A Song of Farewell (for accompanying the dying,
or for one who has just died)
Go forth, DEAR BROTHER, (or ‘sister’, or the person’s name)
upon your final journey.
Go from this world and rest in peace
in the presence of God the Father,
who created you;
in the love of Jesus our Lord,
who calls you his friend,
and in the warmth of the Holy Spirit,
who has made his home in you.
In death
your life is now changed, not ended,
and we give you back to our faithful God
who first gave you to us.
On our common pilgrimage
we have accompanied you
as far as we can go together.
Our ways part for now
but, beyond our horizon,
you will be met by Jesus
who is himself the Way.
May the angels lead you into paradise,
and the saints take you by the hand
and walk with you
into the presence of God.
There, face-to-face,
you will meet our loving Father.
His hands will be swift to welcome,
and he will hold you close:
his tender love is that of a mother for her child,
and he has written your name
on the palm of his hands.
You will find rest
in Christ, the Good Shepherd,
who carries you and says: “Do not be afraid.”
His peace will be yours
in a place where pain and sorrow will be no more.
There in God’s kingdom
of light, happiness and peace
the Holy Spirit will heal and renew
and strengthen you.
The end of your pilgrimage
will be a new beginning
in the bright dawn of eternal day.
Go forth, DEAR BROTHER,
upon your final journey.
Go from this world, and be with God. (NH)


96
For someone who has died
Loving Father,
to you the dead do not die
and, in death, our life is changed - not ended.
We believe that all that binds us together
in love and friendship
does not end with death.
Hear our prayers for _____
who has died.
As you have made each of us
in your image and likeness
and have called us by name,
hold him/her safely in your love
in your kingdom
of light, happiness and peace. Amen.


97
Lord, welcome those who have died
Lord,
welcome into your calm and peaceful kingdom
those who have departed out of this present life
to be with you.
Grant them rest
and a place with the spirits of the just;
and give them the life that knows no age,
the reward that passes not away,
through Christ our Lord. Amen.
(St Ignatius Loyola)


98
For the deceased and those who mourn
Father,
your Son declared "blessed"
all those who mourn,
knowing that no-one can mourn
unless they love very much.
Bring courage and strength
to those who now mourn
because they have loved greatly.
In your loving kindness
bring them healing and inner peace,
and lead the one they mourn
into your kingdom
of light, happiness, and peace. Amen.
(NH)


99
For those who mourn
Lord Jesus, you tell us
that those who mourn are “blessed”,
knowing that only those who love greatly
can mourn.
We know, too,
that it is better
to have loved and lost someone
than never to have loved at all.
Be with ______
and may the members of his/her family
be strengthened,
knowing that others care for them
and hold them in prayer. Amen.
(NH)


100
The Angelus
The angel of the Lord declared unto Mary
And she conceived by the Holy Spirit.
Hail Mary, full of grace,
the Lord is with thee.
Blessed art thou among women,
and blessed is the fruit of they womb, Jesus.
Holy Mary, Mother of God,
pray for us sinners,
now and at the hour of our death. Amen.
Behold the handmaid of the Lord.
Be it done to me according to your word.
Hail Mary....
And the Word was made flesh
And dwelt among us.
Hail Mary....
Pray for us, O holy Mother of God
That we may be made worthy
of the promises of Christ.
Let us pray:
Pour forth, we beseech thee, O Lord,
thy grace into our hearts,
that we, to whom the incarnation of Christ, thy Son,
was made known by the message of an angel
may, by his passion and cross,
be brought to the glory of his resurrection,
through the same Christ our Lord. Amen.

from the prayer web-site
of the De La Salle Brothers
www.prayingeachday. org