Thursday, April 24, 2008

YANG JUJUR HANCUR LEBUR???

Zaman saiki larang Jujur (zaman sekarang mahal jujur)….

Beberapa hari ini sekolah-sekolah ada ujian. Ada banyak kasus ketidakjujuran dari berbagai pihak. Entah itu gurunya, muridnya,.....dsb. Persis seorang anak kecil tanya pada saya. Romo jujur apa yang murah? Ya saya jawab sekenanya jujur dihadapan Tuhan dan sesama. Anak itu mengatakan jawaban saya salah. Lalu dia mengatakan jujur yang murah adalah jujur ayam, jujur kacang ijo, jujur merah. Saya sempat protes, tapi namanya anak-anak ya sudahlah (dalam hati: wahh semprul tenan, aku dikerjain!!!) Lalu saya sempat merenung, iya ternyata jujur dihadapan Tuhan dan sesama jauh lebih mahal dari pada jujur (baca bubur) ayam, jujur (baca bubur) kacang ijo. Saya jadi teringat pernah ada pertanyaan: menurut Anda apakah yang akan terjadi bila dalam suatu ulangan tidak ada guru yang menjaga? Sekelompok siswa pasti akan mengatakan: "Wah itu berbahaya." Mengapa? Nanti pasti banyak anak akan melirik ke kanan dan ke kiri, membuka catatan, contek mencontek, tanya ke teman, melihat pekerjaan teman, atau bahkan menyalin pekerjaan teman.

Namun sekelompok siswa yang lain belum tentu setuju dengan pendapat teman-teman mereka. Mungkin mereka akan berpendapat: "Tidak apa-apa jika ulangan tidak ditunggui oleh guru. Bila ada yang melirik ke kanan dan ke kiri, membuka catatan, contek mencontek, tanya ke teman, melihat pekerjaan teman, atau bahkan menyalin pekerjaan teman itu kan wajar. Toh semua siswa pasti pernah melakukannya. Atau paling tidak ingin melakukannya. Jadi mengapa diributkan? Biarkan saja. Toh nanti saat ujian akhir akan ketahuan siapa yang suka mencontek dan siapa yang belajar sendiri."

Kalau boleh kita jujur, masalahnya bukan hanya wajar atau tidak wajar saja. Omong-omong, seringkali sesuatu yang tidak wajar menjadi wajar karena dibiasakan menjadi wajar atau salah kaprah. Ada masalah yang lebih penting di balik diskusi boleh tidaknya mencontek, yaitu masalah kejujuran. Jika kita menganggap contek mencontek dan yang sejenisnya itu wajar, lalu masih perlukah kejujuran? Jika kejujuran itu penting, apakah masih ada bentuk ketidakjujuran lainnya? Benarkah ungkapan “yang jujur hancur lebur”. Bagaimana kita harus menanggapi ungkapan ini?

Ketidakjujuran banyak bentuknya......

Berbuat tidak jujur bukan hanya mencontek saat ulangan. Ada juga bentuk ketidakjujuran yang lain. Misalnya, membual, menggosip, "ngrasani", atau membuat issu. Kok bisa? Kita tidak tahu apa isinya kehidupan seseorang yang sesungguhnya tetapi kita berani menyampaikannya ke orang lain. Apakah itu tidak sama saja dengan menyampaikan cerita mengenai seseorang kepada orang lain, menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya dari mulut ke mulut, atau menyampaikan cerita yang berlebihan mengenai diri sendiri.

Apa yang kita pikirkan belum tentu apa yang menjadi pikiran orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita tidak pernah tahu secara pasti apa isi hati dan pikiran orang-orang yang kita jumpai dalam hidup sehari-hari. Orang tua, saudara, teman, guru, tetangga, orang-orang yang kita jumpai di jalan, di mikrolet, di warung. Apa yang mereka rencanakan dalam hati tidak dapat kita ketahui sampai mereka melakukan apa yang mereka pikirkan. “Dalamnya laut dapat diukur tetapi dalamnya hati siapa yang tahu?” begitu ungkapan bijak orang-orang tua.

Mengapa kita terdorong untuk berbuat tidak jujur?

Kalau boleh saya merenung ada berbagai dorongan yang membuat orang tidak jujur yaitu pertama, harga diri: tidak mau dianggap ketinggalan zaman, kurang pengetahuan, kurang pergaulan, tidak gaul, takut tidak naik kelas, tidak belajar tapi ingin nilai yang baik, dsb. Kedua, kebiasaan: malas bekerja dan tidak mau berusaha memperbaiki diri, menggantungkan diri pada teman (orang lain), hidup tidak teratur sehingga tidak dapat membagi waktu, tidak mau susah-susah. Ketiga, ingin lebih dari yang lain: ingin dikenal, ingin menjadi populer dengan jalan pintas, mencari perhatian. Keempat, tidak dapat menerima diri apa adanya, tidak dapat menerima kelemahan diri. Kelima, merasa tidak aman. Orang dapat menjadi tidak jujur jika ia tidak merasa aman. Kebutuhannya akan rasa aman tidak terpenuhi. Ia merasa takut. Sebagai sarana perlindungan diri ia menyembunyikan kebenaran dengan berlaku tidak jujur.

Bertindak dan berbicara secara jujur berarti ketulusan hati atau sikap berterus terang. Kejujuran menuntut bahwa orang nyata sebagai benar dalam perbuatannya, mengatakan kebenaran dalam kata-katanya, dan menjauhkan diri dari lidah bercabang, kepura-puraan, penipuan, dan kemunafikan. Tidak ada agenda tersembunyi atau rencana terselubung untuk melaksanakan tipu muslihat. Kita bukan "serigala yang berbulu domba" atau "kura-kura dalam perahu".

Buah-buah kejujuran masih perlu untuk zaman sekarang ....

Kejujuran menumbuhkan kepercayaan orang lain kepada kita. Dengan dipercayai, kita diakui keberadaan kita sebagai manusia. Bayangkan orang yang tidak dipercayai oleh siapa pun. Ia pasti disingkiri oleh semua orang. Ia tidak diakui keberadaannya.

Dengan kepercayaan itu, kita juga belajar mempercayai orang lain. Mungkinkah orang hidup dalam situasi tidak saling mempercayai? Mungkinkah seorang bayi dapat tumbuh dewasa jika tidak mempercayai ibunya? Mungkinkan kita dapat berada di SMU kalau kita tidak mempercayai guru-guru kita di SD dan SMP. Mungkinkan kita setiap hari dapat makan-minum kalau tidak mempercayai yang memasakkan kita. Ataukah kita setiap hari perlu meneliti jangan-jangan makanan atau minuman kita beracun? Mungkinkah kita setiap hari menanyai sopir mikrolet yang kita tumpangi apakah dia dapat mengemudi dengan baik atau tidak?

Manusia dapat hidup wajar kalau dia mempercayai apa yang ada di sekitarnya. Kepercaayaan yang diberikan oleh orang-orang yang ada di sekitar kita harus dijawab dengan kejujuran yang kita berikan.

Orang jujur tidak hancur ....

Mari kita lihat Kitab Ayub 4: 7-9: "Camkanlah ini: adakah orang yang tak bersalah dibinasakan atau dimanakah orang jujur dimusnahkan? Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga. Mereka binasa oleh nafas Allah, dan lenyap oleh hembusan hidung-Nya".

Sepertinya dalam hidup sehari-hari, orang yang tidak bersalah itu kalah atau orang jujur itu hancur. Namun, penulis Kitab Ayub tidak menyetujui pendapat itu. Ia menyatakan bahwa ungkapan "yang jujur hancur" itu tidak benar. Bagi dia, yang ada adalah bahwa orang yang berbuat jahat dan membuat orang lain susahlah yang akan hancur.

Orang-orang tua kita mengatakan hal itu sebagai "ngunduh wohing pakerti." Tiap-tiap orang akan menuai buah-buah perbuatannya. Tidak mungkin orang yang menanam rumput akan menuai padi, atau sebaliknya Ada ungkapan "becik ketitik, ala ketara". Barangsiapa menanam rumput, dia juga akan memperoleh rumput

Semenderita-menderitanya atau sesengsara-sengsaranya orang jujur, dia tidak akan pernah hancur lebur. Ada hikmat di antara orang-orang tua yang mengatakan: "Tuhan itu tidak pernah tidur. Ia tahu apa yang terjadi kapan pun dan dimana pun”. Kemudian ada juga ungkapan "bumi itu bulat, yang sekarang di atas mungkin saja besok akan di bawah." Bahkan dalam kitab Ayub dikatakan ”mereka binasa oleh nafas Allah dan lenyap oleh hembusan hidung-Nya”. Kehidupan kita bukan jujur (bubur) kacang ijo, bukan jujur (bubur) ayam. Tetapi jujur karena suasana hati yang selalu mengikuti kehendak Allah. Semoga... Dominus Vobiscum.

(Sumber: RD. @d@m Soen, Pr. di Buletin Mingguan Nuansa Kasih, 27 April 2008)

Wednesday, April 2, 2008

UJIAN MASUK SURGA

Adalah seorang katekis yang rajin mewartakan Injil meninggal dunia karena serangan jantung. Kemudian di surga, ia bertemu dengan St. Petrus, sang Pembawa kunci surga. Untuk menentukan apakah ia akan masuk surga atau tidak, ia harus menempun dua buah ujian, yaitu ujian tulis dan lisan. Ternyata ia berhasil menempuh ujian tertulisnya dengan hasil sangat memuaskan. Kemudian ia harus masuk ruangan lain untuk mengikuti ujian lisan."Selamat siang. Anda mendapat nilai yang sangat bagus untuk ujian tertulis. Sekarang sudah siap untuk menempuh ujian lisan?", tanya St. Petrus. "Ya, saya siap!", jawabnya. "Apakah anda kenal dengan Yesus?" "Tentu! Dia mengenalku dan aku juga mengenal Dia! "Menurut kebanyakan orang, Dia itu siapa?"

"Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, ada yang mengatakan Elia, ada juga yang mengatakan dia itu seorang dari para nabi." "Menurut anda sendiri, siapakah Yesus itu?" "Menurut saya, Dia adalah MESIAS!!!"

"Maaf... Bapak harus mengulang ujian lisan lagi!!" "Apakah jawaban saya salah?" "Tidak! Tapi bapak menyontek pendapat saya!!"


(Sumber: kiriman teman)