Hidup kita tidak Hitam-Putih….
Apa yang kita mengerti tentang pertimbangan soal baik buruk dalam hidup? Kita menemukan bahwa hidup kita tidak hitam-putih. Maksudnya tidak benar-benar jelas perbuatan ini baik atau buruk. Kita menemukan banyak daerah abu-abu dalam hidup kita.
Orang yang hati-hati sering ragu-ragu dan bingung apakah melakukan hal itu atau ini boleh atau tidak. Orang yang tidak ‘pedulian’ (tidak memiliki rasa) akan masa bodoh dengan pertimbangan, "yang penting aku senang-aku menang".
Lalu, kita harus bagaimana? Kita menjadi orang yang masa bodoh saja biar tidak bingung-bingung: toh tidak ada orang yang melarang? Tetapi apa artinya kita menjadi orang Katolik kalau sama saja dengan yang bukan Katolik?
Tidak Sekedar Permainan.....
”Suatu ketika ada rekoleksi untuk anak-anak SMA: para peserta saya minta menggambar gelas sebanyak-banyaknya dalam waktu tertentu. Mereka lalu menunjukkan jumlah, bentuk, ukuran gelas yang berhasil digambar. Dari hasil dan berbagai komentar ternyata pada umumnya mereka menggambar gelas dengan model dan ukuran yang sama”.
Seringkali dalam hidup kita menunjukkan bahwa masih banyak di antara kita yang memandang bahwa hidup ini hitam-putih. Kesadaran bahwa ada daerah abu-abu yang berisikan aneka alternatif belum muncul. Kita menggambar satu model yang sama tidak ada alternatif model. Mengapa tidak menggambar aneka model gelas atau bahkan menggambar pabrik gelasnya sekalian? Hidup ini tidak hanya satu model menurut yang kita pikir. Kalau kita melihat di luar, ada banyak alternatif yang dapat diambil dalam hidup.
Mengapa bisa ada banyak alternatif? Alasannya manusia dikaruniai kehendak bebas oleh Allah. Karena kehendak bebas itu manusia dapat berbuat apa saja dalam hidupnya. Manusia bebas menjadi apa saja. Karena kebebasan ini, sebagai contoh, kita melihat ada aneka macam model baju padahal sebenarnya tujuannya hanya satu saja yakni menutup apa yang harus ditutup.
Karena kebebasan itu, Allah memberi hukum dasar yakni: buatlah yang baik dan hindarilah yang buruk. Hukum itu disebut sebagai hati nurani subjektif. Hati nurani subjektif adalah kata hati yang memuaskan dan mengikuti apa yang menjadi keinginan dan kehendak kita.
Hati nurani subjektif berfungsi untuk memutuskan tindakan, misalnya: saya ingin beli bakso; karena saya punya uang maka saya memutuskan untuk beli bakso; bagaimana kalau tidak punya uang: ya tidak jadi beli. Tetapi orang yang hati nuraninya tumpul pasti nekat menarget teman, memaksa, atau mungkin mencuri.
Seringkali sebagai orang Kristiani yang belum mempunyai banyak pengalaman, dalam memutuskan sesuatu kita tidak memandang adanya alternatif bertindak lain. Kita bertindak hanya dengan satu konsep tertentu. Konsep itu dapat kita terima dari media yang dikonsumsinya atau lingkungan tempat kita hidup. Okelah tidak apa-apa jika konsepnya baik; tetapi jika konsepnya buruk, seperti misalnya: seks bebas itu boleh, aborsi itu tidak apa-apa, narkoba itu pelepas frustasi, mode ngetrend itu gaya hidup, membunuh tidak apa-apa, korupsi itu biasa, biar orang lain susah yang penting saya senang. Atau SETIA (Selingkuh tiada akhir) itu indah, tidak setia pada janji perkawinan no problem. Bila konsep buruk seperti itu tiap hari masuk ke dalam benak kita, bisa jadi seseorang akan mengiyakan dan melakukan apa yang menjadi opini media itu karena kita menganggap konsep itu benar, tidak ada yang lain lagi.
Selain hati nurani subjektif juga ada hati nurani objektif yang berasal dari ajaran iman dan norma masyarakat. Hati nurani objektif ini berfungsi untuk mempertimbangkan suatu keputusan sebelum kita bertindak: apakah yang saya kerjakan ini cocok dengan ajaran iman, cocok dengan norma masyarakat, cocok dengan harapan orang-orang yang ada di sekitar saya.
Tindakan Kita ada dampak Sosialnya....
Tidak bisa dipungkiri dalam hidup kita, bahwa setiap tindakan kita membawa dampak bagi orang di sekitar kita. Hal yang baik dapat membangun. Tetapi hal yang buruk merusakkan hubungan baik kita dengan sesama, merusak nama baik kita, dan menjatuhkan harga diri kita. Yang menentukan baik buruknya tindakan adalah maksud awal dari orangnya sendiri dan tujuan tindakan itu. Setiap orang harus selalu mempertimbangkan apakah tindakan ini sesuai dengan keinginanku, ajaran imanku, dan orang-orang yang ada di sekitarku. Karena itu keselarasan hati nurani subjektif dan objektif harus merupakan pegangan.
Buah-buah Roh menjadi keistimewaan tindakan orang Kristiani....
Bagaimana kita memahami apa yang kita lakukan itu baik atau buruk? Kita dapat melihatnya dalam hasil dari tindakan kita. Kitab suci menyebutnya sebagai buah-buah daging atau buah-buah roh :“Perbuatan daging yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora. Buah Roh ialah: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Galatia 5:19-21a.22-23a)
Prinsip dasarnya adalah jika perbuatan kita menghasilkan buah daging berarti apa yang kita lakukan itu buruk, tetapi kalau menghasilkan buah Roh berarti tindakan kita itu baik. Karena itu, setiap orang diminta untuk selalu mengusahakan buah Roh dalam hidupnya dan menghindari buah daging.
Buah Roh bisa kita wujudkan dalam perkataan, perbuatan, dan pikiran kita sehari-hari. Terwujud dalam hidup sehari-hari kita dalam diri sendiri, saat berelasi dengan teman, dengan guru, dengan orang tua, dengan saudara-saudara di lingkungan kerja maupun dimana saja kita berada. Kita peduli, perhatian dan prihatin. Kita menginginkan apa yang terbaik bagi mereka yang kita cintai. Buah daging bisa juga dalam rupa perkataan, pikiran, dan perbuatan. Orang yang melakukan perbuatan daging selalu menimbulkan ketidakharmonisan, ketidakrukunan, kegelisahan, kebimbangan, ketidakpastian, dan keragu-raguan. Mereka yang hidup dalam suasana kedagingan tidak pernah merasa aman dan tenang masing-masing curiga-mencurigai. Seringkali hubungan yang ada tidak baik. Merasa asing dengan orang di sekitarnya, tidak bisa terbuka, atau percaya-mempercayai. Dan yang menggelisahkan ialah apa yang menjadi menu kesukaan kita adalah menceritakan keburukan dan kesalahan orang lain.
Selain itu, ada juga perbuatan daging yang halus yakni tidak peduli dengan suasana sekitarnya "Yang penting mereka tidak mengganggu aku, aku juga tidak akan mengganggu mereka". Sepertinya baik demi menjaga stabilitas relasi. Tetapi di tengah-tengah orang yang mengambil posisi seperti itu ada bom waktu yang siap meledak. Suasana seperti itu membuat orang tidak merasa pasti bahwa apa yang dikerjakannya benar. Orang juga tidak tahu apa yang dipikirkan oleh yang lain. Akibatnya, semua tidak ada yang pas, serba mengambang atau tidak mantap dalam bertindak.
Bagaimana dengan Anda dalam masa prapaskah ini? Sudahkah aku memiliki Hati Nurani yang jernih? Sudahkah ’mata hatiku’ menjadi melek karena Tuhan Yesus? Sudahkah aku menggunakan kesempatan-kesempatan saat ”RAHMAT”, ”ANUGERAH BERKAT” dalam Sakramen-sakramen Gereja untuk boleh mengalami buah-buah Roh dalam kehidupan?