Thursday, April 24, 2008

YANG JUJUR HANCUR LEBUR???

Zaman saiki larang Jujur (zaman sekarang mahal jujur)….

Beberapa hari ini sekolah-sekolah ada ujian. Ada banyak kasus ketidakjujuran dari berbagai pihak. Entah itu gurunya, muridnya,.....dsb. Persis seorang anak kecil tanya pada saya. Romo jujur apa yang murah? Ya saya jawab sekenanya jujur dihadapan Tuhan dan sesama. Anak itu mengatakan jawaban saya salah. Lalu dia mengatakan jujur yang murah adalah jujur ayam, jujur kacang ijo, jujur merah. Saya sempat protes, tapi namanya anak-anak ya sudahlah (dalam hati: wahh semprul tenan, aku dikerjain!!!) Lalu saya sempat merenung, iya ternyata jujur dihadapan Tuhan dan sesama jauh lebih mahal dari pada jujur (baca bubur) ayam, jujur (baca bubur) kacang ijo. Saya jadi teringat pernah ada pertanyaan: menurut Anda apakah yang akan terjadi bila dalam suatu ulangan tidak ada guru yang menjaga? Sekelompok siswa pasti akan mengatakan: "Wah itu berbahaya." Mengapa? Nanti pasti banyak anak akan melirik ke kanan dan ke kiri, membuka catatan, contek mencontek, tanya ke teman, melihat pekerjaan teman, atau bahkan menyalin pekerjaan teman.

Namun sekelompok siswa yang lain belum tentu setuju dengan pendapat teman-teman mereka. Mungkin mereka akan berpendapat: "Tidak apa-apa jika ulangan tidak ditunggui oleh guru. Bila ada yang melirik ke kanan dan ke kiri, membuka catatan, contek mencontek, tanya ke teman, melihat pekerjaan teman, atau bahkan menyalin pekerjaan teman itu kan wajar. Toh semua siswa pasti pernah melakukannya. Atau paling tidak ingin melakukannya. Jadi mengapa diributkan? Biarkan saja. Toh nanti saat ujian akhir akan ketahuan siapa yang suka mencontek dan siapa yang belajar sendiri."

Kalau boleh kita jujur, masalahnya bukan hanya wajar atau tidak wajar saja. Omong-omong, seringkali sesuatu yang tidak wajar menjadi wajar karena dibiasakan menjadi wajar atau salah kaprah. Ada masalah yang lebih penting di balik diskusi boleh tidaknya mencontek, yaitu masalah kejujuran. Jika kita menganggap contek mencontek dan yang sejenisnya itu wajar, lalu masih perlukah kejujuran? Jika kejujuran itu penting, apakah masih ada bentuk ketidakjujuran lainnya? Benarkah ungkapan “yang jujur hancur lebur”. Bagaimana kita harus menanggapi ungkapan ini?

Ketidakjujuran banyak bentuknya......

Berbuat tidak jujur bukan hanya mencontek saat ulangan. Ada juga bentuk ketidakjujuran yang lain. Misalnya, membual, menggosip, "ngrasani", atau membuat issu. Kok bisa? Kita tidak tahu apa isinya kehidupan seseorang yang sesungguhnya tetapi kita berani menyampaikannya ke orang lain. Apakah itu tidak sama saja dengan menyampaikan cerita mengenai seseorang kepada orang lain, menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya dari mulut ke mulut, atau menyampaikan cerita yang berlebihan mengenai diri sendiri.

Apa yang kita pikirkan belum tentu apa yang menjadi pikiran orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita tidak pernah tahu secara pasti apa isi hati dan pikiran orang-orang yang kita jumpai dalam hidup sehari-hari. Orang tua, saudara, teman, guru, tetangga, orang-orang yang kita jumpai di jalan, di mikrolet, di warung. Apa yang mereka rencanakan dalam hati tidak dapat kita ketahui sampai mereka melakukan apa yang mereka pikirkan. “Dalamnya laut dapat diukur tetapi dalamnya hati siapa yang tahu?” begitu ungkapan bijak orang-orang tua.

Mengapa kita terdorong untuk berbuat tidak jujur?

Kalau boleh saya merenung ada berbagai dorongan yang membuat orang tidak jujur yaitu pertama, harga diri: tidak mau dianggap ketinggalan zaman, kurang pengetahuan, kurang pergaulan, tidak gaul, takut tidak naik kelas, tidak belajar tapi ingin nilai yang baik, dsb. Kedua, kebiasaan: malas bekerja dan tidak mau berusaha memperbaiki diri, menggantungkan diri pada teman (orang lain), hidup tidak teratur sehingga tidak dapat membagi waktu, tidak mau susah-susah. Ketiga, ingin lebih dari yang lain: ingin dikenal, ingin menjadi populer dengan jalan pintas, mencari perhatian. Keempat, tidak dapat menerima diri apa adanya, tidak dapat menerima kelemahan diri. Kelima, merasa tidak aman. Orang dapat menjadi tidak jujur jika ia tidak merasa aman. Kebutuhannya akan rasa aman tidak terpenuhi. Ia merasa takut. Sebagai sarana perlindungan diri ia menyembunyikan kebenaran dengan berlaku tidak jujur.

Bertindak dan berbicara secara jujur berarti ketulusan hati atau sikap berterus terang. Kejujuran menuntut bahwa orang nyata sebagai benar dalam perbuatannya, mengatakan kebenaran dalam kata-katanya, dan menjauhkan diri dari lidah bercabang, kepura-puraan, penipuan, dan kemunafikan. Tidak ada agenda tersembunyi atau rencana terselubung untuk melaksanakan tipu muslihat. Kita bukan "serigala yang berbulu domba" atau "kura-kura dalam perahu".

Buah-buah kejujuran masih perlu untuk zaman sekarang ....

Kejujuran menumbuhkan kepercayaan orang lain kepada kita. Dengan dipercayai, kita diakui keberadaan kita sebagai manusia. Bayangkan orang yang tidak dipercayai oleh siapa pun. Ia pasti disingkiri oleh semua orang. Ia tidak diakui keberadaannya.

Dengan kepercayaan itu, kita juga belajar mempercayai orang lain. Mungkinkah orang hidup dalam situasi tidak saling mempercayai? Mungkinkah seorang bayi dapat tumbuh dewasa jika tidak mempercayai ibunya? Mungkinkan kita dapat berada di SMU kalau kita tidak mempercayai guru-guru kita di SD dan SMP. Mungkinkan kita setiap hari dapat makan-minum kalau tidak mempercayai yang memasakkan kita. Ataukah kita setiap hari perlu meneliti jangan-jangan makanan atau minuman kita beracun? Mungkinkah kita setiap hari menanyai sopir mikrolet yang kita tumpangi apakah dia dapat mengemudi dengan baik atau tidak?

Manusia dapat hidup wajar kalau dia mempercayai apa yang ada di sekitarnya. Kepercaayaan yang diberikan oleh orang-orang yang ada di sekitar kita harus dijawab dengan kejujuran yang kita berikan.

Orang jujur tidak hancur ....

Mari kita lihat Kitab Ayub 4: 7-9: "Camkanlah ini: adakah orang yang tak bersalah dibinasakan atau dimanakah orang jujur dimusnahkan? Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga. Mereka binasa oleh nafas Allah, dan lenyap oleh hembusan hidung-Nya".

Sepertinya dalam hidup sehari-hari, orang yang tidak bersalah itu kalah atau orang jujur itu hancur. Namun, penulis Kitab Ayub tidak menyetujui pendapat itu. Ia menyatakan bahwa ungkapan "yang jujur hancur" itu tidak benar. Bagi dia, yang ada adalah bahwa orang yang berbuat jahat dan membuat orang lain susahlah yang akan hancur.

Orang-orang tua kita mengatakan hal itu sebagai "ngunduh wohing pakerti." Tiap-tiap orang akan menuai buah-buah perbuatannya. Tidak mungkin orang yang menanam rumput akan menuai padi, atau sebaliknya Ada ungkapan "becik ketitik, ala ketara". Barangsiapa menanam rumput, dia juga akan memperoleh rumput

Semenderita-menderitanya atau sesengsara-sengsaranya orang jujur, dia tidak akan pernah hancur lebur. Ada hikmat di antara orang-orang tua yang mengatakan: "Tuhan itu tidak pernah tidur. Ia tahu apa yang terjadi kapan pun dan dimana pun”. Kemudian ada juga ungkapan "bumi itu bulat, yang sekarang di atas mungkin saja besok akan di bawah." Bahkan dalam kitab Ayub dikatakan ”mereka binasa oleh nafas Allah dan lenyap oleh hembusan hidung-Nya”. Kehidupan kita bukan jujur (bubur) kacang ijo, bukan jujur (bubur) ayam. Tetapi jujur karena suasana hati yang selalu mengikuti kehendak Allah. Semoga... Dominus Vobiscum.

(Sumber: RD. @d@m Soen, Pr. di Buletin Mingguan Nuansa Kasih, 27 April 2008)

Wednesday, April 2, 2008

UJIAN MASUK SURGA

Adalah seorang katekis yang rajin mewartakan Injil meninggal dunia karena serangan jantung. Kemudian di surga, ia bertemu dengan St. Petrus, sang Pembawa kunci surga. Untuk menentukan apakah ia akan masuk surga atau tidak, ia harus menempun dua buah ujian, yaitu ujian tulis dan lisan. Ternyata ia berhasil menempuh ujian tertulisnya dengan hasil sangat memuaskan. Kemudian ia harus masuk ruangan lain untuk mengikuti ujian lisan."Selamat siang. Anda mendapat nilai yang sangat bagus untuk ujian tertulis. Sekarang sudah siap untuk menempuh ujian lisan?", tanya St. Petrus. "Ya, saya siap!", jawabnya. "Apakah anda kenal dengan Yesus?" "Tentu! Dia mengenalku dan aku juga mengenal Dia! "Menurut kebanyakan orang, Dia itu siapa?"

"Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, ada yang mengatakan Elia, ada juga yang mengatakan dia itu seorang dari para nabi." "Menurut anda sendiri, siapakah Yesus itu?" "Menurut saya, Dia adalah MESIAS!!!"

"Maaf... Bapak harus mengulang ujian lisan lagi!!" "Apakah jawaban saya salah?" "Tidak! Tapi bapak menyontek pendapat saya!!"


(Sumber: kiriman teman)

Sunday, March 30, 2008

MAAFKAN DAN LUPAKAN ......

Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Ditengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya.

Orang yang kena tampar merasa sakit hati, tetapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: “HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU”.


Mereka terus berjalan sampai menemukan sebuah OASIS, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: “HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWA-KU”.


Orang yang menolong dan menampar sahabatnya bertanya, "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?" Temannya sambil tersenyum menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya diatas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya diatas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin."

Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik, karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu. Belajarlah menulis diatas pasir.

MALAM PERTAMA

Langit begitu gelap
Dewi rembulan begitu temaram di langit
Hanya kami berdua
Aku dan dia
Rambutnya begitu halus

Matanya begitu bening
Aku tahu apa yang dia ingin aku segera lakukan
Kulitnya begitu lembut
Kakinya begitu sempurna

Aku mengelus-elus dengan jari-jemariku
Tepat dipunggungnya
Waktu itu aku masih naif dan kurang pengalaman
Tetapi aku mencoba mengusahakan yang terbaik
Aku pegang dadanya
Lalu turun tepat di buah dadanya
Aku masih ingat bahwa waktu itu aku sangat takut
Hatiku berdegup dengan kencang

Perlahan-lahan aku membuka kedua kakinya lebar-lebar

Begitu dia melakukannya. . . .
Aku sudah tidak ingat apa-apa lagi
Tidak juga rasa malu
Tidak lama kemudian
cairan putih itu banyak keluar
Akhirnya pekerjaanku selesai
Sekarang semuanya telah berakhir. . . . . .
Aku masih ingat Malam pertama
Aku memerah susu
sapi!

(Sumber: kiriman teman)

Friday, March 28, 2008

SMILE

Tidak sengaja aku hari ini mengunjungi seorang nenek yang sudah tua, dia begitu ceria, murah senyum, gembira kayaknya gak punya beban. (Maklum jadi romo muda katanya klo kunjungan suruh ke nenek-nenek biar gak bahaya!). Setelah kunjungan, aku leyeh-leyeh santai di ranjang ama dengerin musik kesukaanku. Lagu itu lagunya Katon yang pernah direkamkan oleh seorang sahabat. Sambil santai, lalu kubuka sebuah buku kenangan dari seseorang yang tentu saja special buat aku. Di situ aku baca mengenai suatu riset dan penelitian kerja otot. Sederhana emang! Aku jadi terkesimak dengan perjumpaanku dengan Simbah tua tadi. “Berdasarkan sebuah riset dan penelitian dinyatakan ternyata untuk satu kali senyum, kita hanya memerlukan 25 otot yang bergerak atau bekerja. Sedangkan jika kita cemberut memerlukan 62 otot untuk bekerja”. Yahh kulihat lagi angkanya; woww lebih banyak otot yang bekerja untuk cemberut, dibandingkan untuk tersenyum. Padahal manfaatnya lebih banyak kalau aku tersenyum. Tapi mengapa ada masalah kecil saja, aku dapat langsung pasang muka cemberut.

Huh edan aku tak kuasa menghitung berapa kali dalam sehari cemberut atau tersenyum. Semakin banyak aku cemberut, berarti semakin banyak otot-ku yang bekerja. Bekerja tapi hasilnya buruk. Daripada aku gunakan otot-ku untuk cemberut dan tidak ada gunanya, bukankah lebih baik jika aku tersenyum dan wajah-ku akan lebih berseri ? Jadi benarlah yang dikatakan oleh kitab Amsal : "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat".

Artinya jauh lebih baik kalau aku tersenyum pada sesama dari pada pasang muka cemberut. Bahagianya kalau senyum manis-ku bisa membawa berkat dan suka cita buat orang lain. Simbah tua tadi telah mengajarku, hari ini. BETULLLLL....

Seribu macam alasan dapat aku utarakan untuk melegalkan wajah cemberut-ku. Tapi aku tidak perlu mencari seribu macam alasan agar aku tersenyum. Kuncinya Cuma satu, jika hati-ku gembira maka aku akan tersenyum dan agar hati-ku gembira aku harus ingat selalu kebaikan Allah yang telah aku terima sampai sekarang. Yahh Kokok yang sekarang ini. Biar aku Romo Projo gak papa. Orang bilang projo gak punya spiritualitas kayak yang lainnya! Aku akan menjawab dengan senyum , “Mbahmu !!! Aku masih punya senyum kok!. Mudah bukan ?? Nah, belajarlah menggerakkan wajah buat tersenyum pada dunia.

Ya Yesus, gembirakanlah hatiku, biarkan aku tersenyum jangan sampai aku lebih banyak cemberut, bahkan tatkala menghadapi masalah kecil ataupun besar jadikan aku tetap tersenyum. Mulai hari ini, ajarilah aku untuk dapat tersenyum dalam menghadapi hidup; pekerjaan, rutinitas, sahabat, umat. Yesus hari ini di salibMu, aku melihat Engkau tersenyum. AMIN


(Sumber: Buku harian; Selasa, 23 Maret 2004: Kutulis saat aku dikit2 ngantuk mau bobok)


PENGIN IMAN INSTAN? SO WHAT GITU LOH...


Miris dan jahat termakan iklan....

Tidak bisa kita pungkiri dalam hidup keseharian, kalau ditanya maukah hidup satu hari tanpa nonton TV? Jawabannya pasti TIDAK. Wahh kalau tidak nonton TV ada sesuatu yang hilang atau kurang dalam hidup nich. Mari kita renungkan dan kita cermati bersama: Kalau kita mau jujur, sebenarnya acara yang paling banyak tampil di TV adalah iklan. Michael Parenti dalam Make-Believe Media: The Politics of Entertainment; mengungkapkan betapa miris dan jahat ketika orang hidup setiap saat termakan iklan. Ia mengatakan, di Amerika, begitu seorang anak memasuki TK, ia sudah menonton sekitar 75 ribu iklan di teve dalam durasi 30 detik. Saat remaja, seribu iklan akan menerpanya setiap minggu. Gila! Di Indonesia, penelitian sejenis memang belum ada. Tetapi, indikasi yang serupa, mungkin berbeda dalam jumlah, tampaknya tak terhindarkan. Tingginya frekuensi iklan harus diakui sangat menumbuhkan mental konsumtif bagi anak-anak, sejak usia yang sangat muda. Dan hal itu terjadi karena iklan, terutama yang memakai bintang anak-anak-sangat menggoda dan bagus. Bahkan orang dewasa pun mengikutinya, sehingga imajinasi visual terbentuk dengan sangat sempurna dalam permainan ekonomi nilai tanda.

Sejenak kita cermati....

Lihat iklan Oreo: "Diputar, dicelup, lalu…" luar biasa betul daya provokasinya. Atau iklan serial Pepsodent yang dibintangi Tasya, sangat menggemaskan, dan luar biasa cerdas dalam menyampaikan bujuk rayunya. Juga kalimat, "Ini dulu, baru itu..." sangat mencengangkan daya godanya. Atau iklan sabun cuci, yang membuat si anak sangat betah mencium tangan ibunya, sehingga tidak bergeming ingin mencium terus, sementara temannya menarik-narik agar segera berangkat ke sekolah. Iklan ini sungguh piawai memainkan pesan. Padahal, ratusan lagi iklan sejenis, dengan kecerdasan yang mengagumkan, membombardir anak dan orang tua, meskipun kadang produk tersebut tidak untuk anak-anak. Lihat iklan Nutren: iklan ini menggambarkan seorang anak yang sedang makan dan ditemani pengasuh yang asyik nonton telenovela. Si anak tampak enggan makan, dan secara rahasia, melemparkan makanan itu kepada kucing di bawah meja makan. Lalu, ibunya datang dan bertanya pada pengasuh, yang menjelaskan si anak lagi makan. Tetapi si ibu tahu anaknya membuang makanan dan hanya tersenyum. Adegan ini diikuti suara narator, "... karena ibu paling tahu." Iklan selesai dengan adegan si anak minum susu Nutren pengganti nasi dan lauknya. Pesan iklan ini adalah, pertama, minum susu sama dengan makan nasi. Jika anak malas makan, ganti saja dengan Nutren. Iklan ini bukan saja mempromosikan makanan instan tetapi juga cara instan bagi para ibu untuk menangani anak yang malas makan, bukan membujuknya tetapi langsung mengganti dengan susu. Kedua, iklan ini juga menampilkan materialisasi kasih sayang seorang ibu dalam wujud yang sangat jelas, susu. Artinya, ibu boleh sibuk, pembantu boleh alpa, tetapi semua dapat digantikan dengan kehadiran susu. Walah! Walah!!!

Belum lagi yang ini bagaimana sosok anak dipermainkan dalam iklan, digambarkan secara kasar. Bukan hal yang aneh, anak dikondisikan sebagai sosok yang kurang ajar dan rakus. Iklan mie instan Sedap menunjukkan anak yang perutnya mau meletus tetapi tetap saja asyik menyantap mie itu. Ini diikuti kekurangajaran si anak dalam iklan mie 100 yang tak ikut berbaris karena asyik makan mie, tetapi si guru tak marah dan ikut menyantap mie. Juga, iklan susu Dancow, yang membuat anak lebih tinggi jika mengonsumsinya, jelas sangat membujuk meskipun tidak menggambarkan sungguh kebutuhan si anak. Apa mie instan cukup bergizi untuk kebutuhan anak? Mungkin, seperti visual iklan itu, hanya membuat gendut atau bahkan obesitas. Hih! Ngeri dech!!!

Iklan sejenis ini luar biasa banyak. Iklan sabun Lifeboy, beragam jenis pampers, permen, sampai obat-obatan memang mencoba mengkristalkan wujud kasih sayang, dimodifikasi dalam cara yang sangat instan, berupa barang. Provokasi ini mungkin tidak secara langsung mengenai kaum ibu, tetapi anak-anak sangat susah menolak diri dengan pesan-pesan itu. Padahal, selain "merusak realitas anak" dan membujuk mental konsumtif, dalam sinetron pun, gambaran anak-anak tetap membingungkan. Ada "ideologi kebenaran semu" yang banyak dimasukkan ke dalam sinetron, yang merusak mentalitas anak-anak dan orang dewasa.


Bahaya Iman Instan...

Dari apa yang kita cermati dari Iklan, baik juga kalau kita merenung. Jangan-jangan iman kita juga iman instan. Pengennya dengan iman segala-segala beres tanpa usaha. Wis pokoknya!!! Kalau sudah begini bagaimana imannya akan hidup. Kalau susah ada kesulitan sedikit atau badai kehidupan menerpa yang disalahkan Tuhan, karena Tuhan tidak memberi sesuatu yang instan (cepat saji). ATAU bahkan bisa jadi menyalahkan sesamanya.

Iman itu tidak seperti iklan, iman adalah suatu kesetiaan pergumulan hidup baik dalam suka maupun dalam duka yang akhirnya diwujudnyatakan dalam perbuatan (bdk. Yak 2:14-26). Iman menjadi enak dan nikmat tergantung kita mengolah, memasaknya. Iman kita bukan iman siap saji. Persis hari ini, kita bersama Thomas ditempa imannya agar percaya kepada Kristus tidak secara instan (bdk. Injil hari ini: Yoh 20:19-31). Apabila Tuhan tidak menjawab dan tidak mengabulkan apa yang kita minta dengan segera, maka kita menjadi tidak percaya atau mutung. Atau bahkan seringkali ingin bukti nyata lahiriah Tuhan benar-benar ada dekat kita. Kepicikan iman Thomas merupakan kesempatan bagi kita untuk merenungkan, bahwa dengan penerangan Roh Kudus, setiap orang Kristiani diajak mengambil sikap pribadi mengenai iman. Iman kita akan Yesus Kristus akan semakin berakar kuat, apabila kita berani setia akan daya kuasa RohNya: setiap saat, setiap waktu, setiap hari dimana dan kapanpun kita siap sedia menghadapi hidup baik dalam suka maupun dalam duka. Iman tidak berhenti pada satu titik, tetapi kita akan mengisi titik demi titik itu menjadi garis lurus yang tiada berakhir. Kita harus berani berproses BERIMAN SEJATI. Beranikah kita berjuang berproses dalam iman? Maukah kita tetap setia pada iman Yesus Kristus, ketika dunia menawarkan segala sesuatu yang instan; yang bisa jadi mengaburkan keyakinan iman kita?


Dominus Vobiscum.

Alleluya...Alleluya...Alleluya.....


(Sumber: RD. @d@m Soen, Pr. di Buletin Paroki Nuansa Kasih, Minggu 30 Maret 2008)

Thursday, March 27, 2008

BERTERIMA KASIH DAN BERSYUKUR

Ada Kisah….

Ada seorang teman bercerita tentang seorang ibu yang permennya dicuri putranya, Rio. Melihat putranya mencuri, ibu ini bertanya, "Rio, tidakkah kamu melihat Tuhan ketika mencuri permen Mama?" Dengan polos Rio menjawab, "Lihat Ma!"

Mendengar jawaban ini, ibunya tambah marah, dan diikuti pertanyaan yang lebih emosi, "Tuhan bilang apa sama kamu Rio?" Dasar anak polos, Rio menjawab jujur, "Boleh ambil dua!"

Tentu saja ini cerita yang terbuka dari penafsiran. Dari salah satu sudut pandang terlihat, wajah Tuhan di kepala kita teramat tergantung pada kebersihan batin kita masing-masing. Dalam batin bersih seorang anak polos dan jujur seperti Rio, Tuhan berwajah pemaaf dan pemurah. Dalam batin yang mudah emosi dan curiga seperti Mama Rio, wajah Tuhan menjadi pemarah dan penghukum. Hal serupa juga terjadi dalam cara kita melihat dan merenungkan Sabda Tuhan hari ini. Ada orang yang bisa bersyukur dan berterima kasih, tetapi ada juga orang yang tidak mau bersyukur dan berterima kasih meskipun mampu untuk melakukannya.

Suatu Kenyataan…

Realitas saat ini “Budaya” untuk bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan dan sesama semakin terkikis dengan kemanusiawian (orang menekankan akal budi; rasionalitas; egoisme, harga diri, dsb). Aku tidak butuh Tuhan dan sesama. Tanpa Tuhan dan sesama aku bisa melakukan apa saja kok. Ngapain berterima kasih kepada Tuhan dan sesama.


Kembali…..

Satu dari sepuluh orang yang disembuhkan itu kembali dan mengucap syukur kepada Yesus. Apakah peristiwa ini merupakan sesuatu yang unik yang hanya sekali terjadi ataukah merupakan pertanda dari situasi yang terulang-ulang terjadi pada manusia? Apakah bersyukur itu sulit sekali sehingga kesembilan orang lain itu tidak kembali kepada Yesus untuk memuliakan Allah? Mengapa mereka hanya tahu meminta, tetapi tidak tahu bersyukur? (Yesus, Guru kasihanilah kami!”). Mengapa kita hanya tahu memohon ampun, tetapi tidak mau bersyukur? Mengapa kita hanya mau mendapat, tetapi tidak tahu memuji Allah? Mengapa kita hanya mau ditolong, tetapi tidak mau berterima kasih?


Mengucap Syukur tidak gampang…

Mungkin kita heran dengan peristiwa ini. Bersyukur dan berterima kasih rupanya tidaklah begitu gampang seperti yang kita duga. Seringkali terjadi dengan sesama manusia yang kelihatan aja sulit bersyukur dan berterima kasih, apalagi kepada Tuhan yang tidak kelihatan. Malah tidak jarang pertolongan kita dicerca, tidak dihargai, tidak dianggap apa-apa, tidak bernilai lagi. Inilah tantangan kita: Orang harus kembali kepada Tuhan dan sembah sujud. Bersyukur dan berterima kasih tidak terjadi hanya dengan bibir, tetapi dengan seluruh diri. Bersyukur dan berterima kasih mengandaikan iman. Bersyukur dan terima kasih lahir dari iman. Orang mengakui kebaikan Tuhan dan sesama serta ketidak-berdayaannya sendiri. Penyembuhannya (bantuannya) itu merupakan sesuatu yang diterima dan bukan terjadi dengan kekuatan sendiri. Bersyukur dan berterima kasih berarti pula mengakui bahwa hidup dan panggilan kita menjadi Katolik adalah anugerah.


Bersyukur dalam iman….

Bersyukur dalam hidup modern ini makin lama makin-makin sulit. Mengapa? Karena orang merasa telah dapat melakukan amat banyak hal dengan kekuatan dan pemikiran sendiri. Segala-galanya makin dilihat sebagai hasil usaha sendiri. Bersyukur? Itu hanya kadang-kadang dilakukan dan bisa terjadi tidak cukup mendalam. Bersyukur punya gandengan dengan iman. Semakin dalam iman seseorang, semakin tahu pula dia bersyukur. Hanya orang asing itu yang pulang dan bersyukur kepada Yesus. Hanya dia yang diselamatkan, karena hanya dia yang benar-benar mempunyai iman yang mendalam. . Bagaimana dengan kita sebagai orang beriman? Orang yang mempunyai iman yang mendalam mampu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati kita.


(Sumber: RD. @dam Soen, Pr.)


Sunday, March 23, 2008

ALLELUYA LHO KOK LOYO???


Belum lama ini, kita telah menjalani Masa Prapaskah bersama Gereja dengan tema APP 2008: Kesejatian Hidup dalam pemberdayaan Lingkungan Hidup. Dalam pergumulan bersama dengan tema di atas banyak hal telah kita temukan, kita pahami, kita mengerti dan kita maknai. Kesejatian Hidup hanya bisa berdaya ketika umat beriman menemukan Yesus sendiri sebagai sumbernya. Yesus sebagai tanda kehadiran Allah selalu memperbaharui umat beriman dan alam semesta; termasuk di dalamnya lingkungan hidup di sekitar kita.

Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kelesuhan, keputus-asaan, ditolak, kesepian, terluka, tidak berdaya, gelisah, tidak ada gairah, apatis (cuek), seringkali menggerogoti jiwa kita, sehingga tidak jarang konflik menjadi “multi vitamin hidup”. Masihkah ada harapan yang lebih cerah? Masihkah ada multi vitamin yang lebih dahsyat lagi? Irek, XonCe, Hemaviton, Redocson? Bukan itu!!!

PASKAH adalah multi-vitamin kita. Paskah menjadi pusat hidup setiap orang Kristiani. Paskah bukan hanya suatu peristiwa biasa. Paskah menjadi kekuatan bagi setiap orang Kristiani. Paskah tidak menawarkan keputusasaan kegelisahan, kecemasan, keta-kutan, tanpa semangat, luka, penolakan; tetapi justru sebaliknya Paskah menjadi multi-vitamin, yakni menawarkan harapan dan hidup baru bagi orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Allah (bdk. Yoh 11:25-26; Mzm 22:1-32). Karena, lewat Kebangkitan Yesus dari alam maut penuh kemuliaan dan kemenangan; kita Hidup Baru. Artinya bahwa suasana hidup kita menjadi bergairah dan Dinamis. Jangan biarkan lagu Alleluya…Alleluya. ……….Alleluya menjadi loyo! Tetapi Alleluya menjadi lagu yang hidup dalam diri setiap orang Kristiani. Suasana diri kita sendiri, keluarga, lingkungan, wilayah, stasi dan Paroki menjadi hidup, karena disemangati dan diresapi oleh Kristus yang sengsara, wafat dan bangkit dengan jaya.

Dalam kesempatan Paskah ini baik juga kalau saya sharingkan pengalaman seorang teman yang boleh mengalami kebangkitan Paskah, ”Allahku ya Allahku, Mengapa Kau Tinggalkan Daku”:


Kita tentu sudah hafal dan tidak asing lagi dengan seruan Yesus menjelang wafatNya di kayu salib, bahkan menjelang Paskah, setiap Minggu Palma kita seolah-olah ikut menjadi Yesus yang menyerukan kalimat ini, Allahku...ya...Allahku, Mengapa Kau Tinggalkan Daku? Tidak hanya Minggu Palma, tetapi juga dipertegas pada Jumat Agung, kita telah berapa kali mendengarkan ratapan Yesus ini.

Sebuah perasaan aneh menjalari hati saya ketika pada misa Minggu Palma lalu saya ikut menyerukan mazmur tanggapan dengan seruan ini. Dan kemudian dipertegas lagi saat Jumat Agung dalam peristiwa yang nyata kisah Cinta Yesus. Sebuah keterbatasan dan ketidakberdayaan terbersit dalam benak saya saat itu, semakin sering saya mengulang kalimat itu, menyelusupi benak saya akan sebuah kepasrahan yang mendalam.

Lalu apakah demikian dengan Yesus? Apakah Yesus mampu merasakan demikian saat itu? Bukankah Yesus adalah Putra Allah, berasal dari Roh, mungkinkah merasakan sebuah ketidakberdayaan, keterbatasan, dan kepasrahan? Ah ... itu mungkin hanya pertanyaan dari sudut pandang saya seorang manusia! Lalu saya mencoba menoleh dalam diri saya sendiri, ketika saya menyerukan demikian, mengapa ada sensasi aneh seperti itu? Mengapa tiba-tiba terbersit pertanyaan seperti itu, bukankah tidak sekali ini saya mendengar dan melantunkan seruan itu? Sedetik kemudian saya sadar, bahwa ternyata saya sedang menyerukan diriku sendiri, menyerukan ketidakberdayaan dan keterbatasanku sendiri!

Banyak kejadian dan kegagalan dalam hidup yang membuat saya secara sadar atau tidak sering mengeluh, Allahku ya Allahku, mengapa Kau tinggalkan Aku? Saat itu saya marah, saya sedih bahkan saya ingin menggugat Allah, dimana Engkau Allah? Ketika saya dicampakkan orang lain, ketika saya gagal meraih semua anganku? Cinta saya yang kandas, menyisakan luka yang teramat sakit, cinta saya dibalas makian dan tolakan, sampai saya tak tahu apa itu harga diri? Lebih menyesakkan dada saya harus menyembunyikan luka saya sendiri, menyembunyikan aib sendiri, tak ada yang boleh tahu kecuali kamar pengakuan.

Akhirnya saya insaf, manusia adalah tetap manusia dengan segala ketidakberdayaan dan keterbatasannya, namun ketika kita mau, bahkan selagi kita mampu berseru Allahku, ya Allahku mengapa Kau tinggalkan Daku? Bukankah berarti kita masih mengingat Allah? Entah dapat kita rasakan atau tidak, hanya dengan mengingat Allah, sedikit kekuatan akan menjalari hati kita untuk berusaha berdiri, meski sulit! Itulah yang saya rasakan ketika itu. Pelan-pelan saya menyadari lagi, pada saat saya berseru dengan pemberontakkan hati, kemarahan hati, Allah membisu, bahkan seolah memalingkan muka, tetapi ketika saya berseru dengan rasa ‘bersandar’ pada Allah, saya merasakan Allah seolah memeluk saya dalam sebuah kedamaian hati.

Dari situ saya dapat berusaha berdiri menghadapi diriku, berjalan dalam hidup yang kadang sulit saya mengerti kemana alur dan tujuannya. Sungguh saya mengalami pembaharuan hidup. Tuhan Yesus buatlah, saya semakin memahami dan memaknai rahasia CintaMu .

Sharing ini bukanlah suatu kesaksian yang berhenti pada satu titik, tetapi saya masih berproses untuk menemukan Cinta Yesus yang lebih dalam. Lewat sharing ini saya hanya berbagi dan siapapun yang membaca, saya ingin kita lebih bisa memaknai hidup kita. Berserulah kepada Allah tanpa ragu, selama kita masih mampu berseru; mengeluhlah pada Allah sepuas-puasnya, menangislah dihadapan Allah sejadi-jadinya, Dia akan selalu memberi jawaban dalam damai, bagi hati yang bersandar padaNya.

(NN.)

Semoga semangat Yesus Kristus menjadi multi-vitamin bagi kehidupan kita.


SELAMAT PASKAH 2008

Alleluya...Alleluya.....Alleluya......

(Sumber: RD. @dam Soen, Pr. di buletin Paroki Nuansa Kasih Minggu 23 Maret 2008)

Friday, March 7, 2008

MAFIA SMS


Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari kehidupan mereka. Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan. Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka anggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin aja. Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit mahal RP 500..000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kositu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem dan kehidupan glamor, lha makan aja susah. Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, dll. Mereka terikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah. Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar. Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak Indonesiadijanjikan ketenaran dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi. Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh Indosiar. Namun tidak Ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka. Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela antre berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini. Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan Betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis. Mungkin ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu ke media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup mereka yang kontras dengan image publik kayanya menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar anak-anak Dan orang tua di Indonesia kaga tertipu lebih banyak lagi.

JUDI SMS MENGGILAAAA ......

Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara kontes-kontesan. Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni Terakhir, KDI, Putri Cantrik, dsb. Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit penyanyi terbaik. Acara ini hanya sebagai kedok. Bisnis sebenarnya adalah SMS premium. Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum -- setidaknya sampai saat ini. Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS biayanya --anggaplah- - Rp 2000. Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk penyelenggara SMSCenter (Satelindo, Telkomsel, dsb). Sisanya yang 40% untuk "bandar" (penyelenggara) SMS. Siapa saja bisa jadi bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet nonstop 24 jam per hari dan membuat program aplikasinya. Jika dari satu SMS ini "bandar" mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone? Saya yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp 80.000.000.000(baca: Delapan puluh milyar rupiah).

Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ? rumah senilai 1 milyar, itu artinya bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang diraupnya sebagai "biaya promosi"! Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS hanya sekali. Masyarakat diminta mengirimkan SMS sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan "siapa tahu" mendapat hadiah. Kata siapa tahu" adalah untung-untungan, yang mempertaruhkan pulsa Handphone. Pulsa ini dibeli pakai uang. Artinya : Kuis SMS adalah 100% judi. Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya pikir menyesatkan. Pemirsa televisi diminta menebak, "buka" atau "sahur", lalu jawabannya dikirim via SMS. Adaembel-embel gratis. Adakata, dapatkan handphone... " Saya bilang ini menyesatkan, karena pemirsa televisi bisa menyangka : "Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis (tall free), saya bisa mendapat handphone gratis". Kondisi ini sudah sangat menyedihkan. Bahkan sangat gawat. Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB. Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak panah, sekarang orang bisa berjudi, hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat handphone!

Tolong bantu sebarkan kampanye anti judi SMS ini. Tanpa bantuan anda, kampanye ini akan meredup dan sia-sia belaka.

(Sumber: kiriman teman yg di Jakarta)



PAPA SEDANG MENGEMUDI

MAZMUR 23:2-3

Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Seorang pembicara, Dr. Wan, menceritakan pengalamannya ketika ia dan seisi keluarganya tinggal di Eropa. Satu kali mereka hendak pergi ke Jerman. Dengan mengendarai mobil tanpa henti siang dan malam, mereka membutuhkan waktu tiga hari untuk tiba di sana. Mereka sekeluarga pun masuk ke dalam mobil -- dirinya, istrinya, dan anak perempuannya yang berumur 3 tahun. Anak perempuan kecilnya ini belum pernah bepergian pada malam hari. Malam pertama di dalam mobil, ia ketakutan dengan kegelapan di luar sana. "Mau kemana kita, papa?" "Ke rumah paman, di Jerman." "Papa pernah ke sana?" "Belum." "Papa tahu jalan ke sana?" "Mungkin, kita dapat lihat peta." [Diam sejenak] "Papa tahu cara membaca peta?" "Ya, kita akan sampai dengan aman." [Diam lagi] "Dimana kita makan kalau kita lapar nanti?" "Kita bisa berhenti di restoran di pinggir jalan." "Papa tahu ada restoran di pinggir jalan?" "Ya, ada." "Papa tahu ada dimana?" "Tidak, tapi kita akan menemukannya. " Dialog yang sama berlangsung beberapa kali dalam malam pertama, dan juga pada malam kedua. Tapi pada malam ketiga, anak perempuannya ini diam. Dr. Wan berpikir mungkin dia telah tertidur. Tapi ketika ia melihat ke cermin, ia melihat anak perempuannya itu masih bangun dan hanya melihat-lihat ke sekeliling dengan tenang. Dia bertanya-tanya dalam hati kenapa anak perempuan kecil ini tidak menanyakan pertanyaan-pertanya annya lagi. "Sayang, kamu tahu kemana kita pergi?" "Jerman, rumah paman." "Kamu tahu bagaimana kita akan sampai ke sana?" "Tidak" "Terus kenapa kamu tidak bertanya lagi?" "Karena papa sedang mengemudi." Jawaban dari anak perempuan kecil berumur 3 tahun ini kemudian menjadi kekuatan dan pertolongan bagi Dr. Wan selama bertahun-tahun, ketika dia empunyai pertanyaan-pertanya an dan ketakutan-ketakutan dalam perjalanannya bersama Tuhan. Ya, Bapa kita sedang mengemudi. Kita mungkin tahu tujuan kita (seperti anak kecil yang tahu mau ke ¡Jerman' tanpa mengerti di mana atau apa itu sebenarnya). Kita tidak tahu jalan ke sana, kita tidak dapat membaca peta, kita tidak tahu apakah kita akan menemukan rumah makan sepanjang perjalanan. Tapi gadis kecil ini tahu hal terpenting, -- Papa sedang mengemudi -- dan dia aman. ia tahu papanya akan menyediakan semua yang dia butuhkan. Kenalkah engkau Bapa anda, Gembala Agung, sedang mengemudi hari ini? Apa sikap dan respon anda sebagai seorang penumpang, anak-Nya yang dikasihi-Nya? Kita mungkin telah menanyakan terlalu banyak pertanyaan sebelumnya, tapi kita dapat menjadi anak kecil itu, belajar menyadari fokus terpenting adalah 'Papa sedang mengemudi'. Tuhan adalah Bapa bagi anda. Ijinkan IA untuk mengemudikan hidup anda. Maka kekuatiran bukan menjadi milik anda lagi.