Friday, November 14, 2008

Pesan Natal Bersama KWI - PGI 2008

"HIDUPLAH DALAM PERDAMAIAN DENGAN SEMUA ORANG"

(bdk. Rm. 12:18)

Kepada segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada.

Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

1. Di tengah sukacita Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, marilah kita melantunkan mazmur syukur ke hadirat Allah. Ia datang ke dalam dunia untuk membawa damai bagi seluruh umat manusia. Kedatangan-Nya mendamaikan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya. Ia telah merubuhkan tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang bersumber dan berakar di dalam diri-Nya (bdk. Ef. 2:14, dst.). Peristiwa Natal, sebab itu dapat menjadi petunjuk bagi mereka yang rindu untuk hidup dalam damai, khususnya dalam keadaan dewasa ini yang diwarnai ketegangan dan kecenderungan untuk mementingkan diri atau kelompok sendiri.

Umat Kristiani memahami dirinya sebagai bagian utuh dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Selama ini kita telah tinggal dalam rumah bersama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kerukunan dan kedamaian. Namun, akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai. Berbagai kelompok berusaha menunjukkan kekuatan mereka di hadapan kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman. Dalam usaha untuk memberi rasa aman kepada seluruh warga negara, pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengambil langkah-langkah nyata menuju kebersamaan yang rukun dan damai.

Kita merindukan keadaan damai yang memberi rasa aman bagi warga negara, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan afiliasi politik. Rasa aman itu membuat warga negara dapat bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan rasa aman itu seluruh warga negara dapat menjalin relasi tanpa merasa terancam, tertekan, atau dikucilkan. Memang banyak usaha positif untuk menciptakan perdamaian telah dilakukan oleh seluruh komponen bangsa. Namun, usaha ini belum mencapai hasil yang diharapkan secara maksimal dan masih harus terus dilakukan secara terarah, berencana dan berkualitas.

2. Dalam suasana hari raya Natal, kelahiran Yesus, Sang Raja Damai, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk mendengarkan nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. Ia menasihati Jemaat untuk hidup dalam damai dengan semua orang. Untuk itu Rasul Paulus mengajak mereka untuk memberkati sesama, termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan perlindungan (bdk. Kej. 27:27-29; Ul. 33; 1Sam. 2:20). Nasihat Rasul Paulus ini menggemakan kembali ajaran Yesus: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Luk. 6:27-28; Mat. 5:44). Agar Jemaat dapat hidup dalam damai dengan sesama, Rasul Paulus mengajak Jemaat untuk bersukacita dengan orang yang besukacita dan menangis dengan orang yang menangis (Rm. 12:14; bdk. Mat. 5:3; Luk. 6:20; Mat. 25:31-46).

Ia juga menasihati Jemaat untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi melakukan apa yang baik bagi semua orang (bdk. Rm. 12:17). "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan" (Rm. 12:21). Ketika orang membalas kejahatan dengan kejahatan, sebenarnya orang itu telah dikalahkan oleh kejahatan. Siapa yang melakukan kejahatan, ia telah dikendalikan oleh kejahatan itu sendiri dan telah melakukan kejahatan yang ia lawan. Ketika orang mengalami perlakuan jahat dari orang lain, tidak perlu membenci pelakunya dan menolak berhubungan dengannya, tetapi tetap ramah terhadapnya, bahkan terbuka untuk menolong orang itu bila ia mengalami kesulitan. Selayaknya umat Kristiani memperlakukan orang lain dengan kemurahan hati (bdk.Rm. 12:20a).

3. Semangat yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada Jemaat Roma itu kiranya juga menjadi semangat umat Kristiani di Indonesia, yang hidup dalam masyarakat majemuk yang terus berubah. Dinafasi oleh semangat Natal, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk:

•a. melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama. Berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat perlu dihadapi secara bersama-sama dan diselesaikan dengan cara-cara dialog.

•b. ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun kehidupan bersama di komunitas masing-masing, serta peka dan tetap berusaha ramah terhadap lingkungan sekitar.

•c. mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dan jangan sampai dikalahkan oleh kejahatan. Kita perlu menyadari bahwa musuh kita bukanlah sesama warga, melainkan kejahatan yang bisa menggerakkan orang untuk berlaku jahat dan menyakiti sesama. Maka, marilah kita melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela.

Demikianlah pesan kami, Selamat Natal 2008 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati.

Atas nama

PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA,

KONFERENSI WALIGEREJA

INDONESIA,

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe

Ketua Umum

Mgr. Martinus D. Situmorang, O.F.M.Cap

Ketua

Pdt. Dr.Richard M. Daulay

Sekretaris Umum

Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.

Sekretaris Jenderal

Paus Minta Umat Katolik dan Muslim Bekerjasama

KOTA VATIKAN (UCAN) -- Paus Benediktus XVI, pada hari terakhir pertemuan Forum Katolik-Muslim di Roma, meminta kedua pihak bersama-sama meningkatkan "penghormatan terhadap martabat pribadi manusia dan hak-hak asasi manusia yang fundamental" guna mengatasi kesalahpahaman, perselisihan, dan prasangka.

Berbicara kepada 58 peserta seminar pertama forum baru itu pada 6 November, ia mengatakan baik Katolik maupun Muslim perlu "mengoreksi citra buruk tentang pihak lain." Setiap pihak memiliki 29 wakil.

Yang memimpin pihak Katolik, Jean-Louis Kardinal Tauran, ketua Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama, ikut bersama dua pemimpin Muslim dalam menyambut paus dengan sambutan-sambutan singkat.

Shaykh Mustafa Ceric, ulama besar dari Sarayevo, memimpin delegasi Muslim bersama Seyyed Hossein Nasr, seorang ulama kelahiran Iran berkewarganegaraan Amerika Serikat yang mengajar tentang Islam di Universitas George Washington di Washington D.C.

Nasr mengatakan, "Sebagai kaum Muslim dari berbagai mazab pemikiran Islam yang berbeda dan berbagai negara, kami datang bersama ke sini untuk menjalin persahabatan, bertemu dengan kalian dalam kasih Allah, yang melampaui semua perbedaan teologis dan berbagai ingatan tentang berbagai konfrontasi historis."

Ia juga mengatakan, "Anda dan kami, sama-sama kita yakin akan kebebasan beragama, namun kami kaum Muslim tidak mengijinkan kristenisasi agresif di tengah-tengah kami yang hanya akan merusak iman kami atas nama kebebasan beragama, namun kami akan menerima umat Kristen jika mereka berada di antara kami."

Paus Benediktus menyebut seminar itu sebagai "sebuah langkah menuju saling pengertian yang lebih baik di antara Muslim dan Kristen" dan "sebuah tanda yang jelas" akan saling menghargai.

Forum itu merupakan hasil dari sebuah pertemuan bulan Maret antara wakil-wakil dari dewan kepausan itu dan sebuah kelompok pemimpin Muslim internasional. Kelompok ini sedang mengupayakan dialog dengan umat Kristen setelah Paus Benediktus memberikan kuliah pada September 2006 yang menimbulkan berbagai reaksi keras dan bahkan kekerasan di sejumlah negara-negara Muslim.

"Kita bersama hendaknya menunjukkan, dengan saling hormat dan solidaritas kita, bahwa kita ini anggota kita dari satu keluarga: keluarga yang disatukan dan dikasihi Allah," kata paus.

Paus juga memuji para peserta karena bersikap sama menyangkut perlunya "menyembah Allah sepenuhnya dan mencintai sesama tanpa pamrih," terutama mereka yang miskin dan tertekan. "Allah memanggil kita untuk bekerjasama dengan mereka yang sakit, lapar, miskin, dan yang mengalami ketidakadilan dan kekerasan."

Bagi umat Kristen, kata Paus Benediktus, cinta kepada Allah itu tidak dapat dipisahkan dari cinta kepada sesama -- semua pria dan wanita tanpa mempedulikan ras dan budaya. Sementara tradisi Islam juga mendorong komitmen praktis dalam melayani kaum duafa.

"Iman Anda tidak akan sempurna kecuali Anda berbuat sesuatu bagi orang lain yang Anda ingin orang lain perbuat bagi Anda sendiri," katanya, seraya mengutip dari Alquran.

Delegasi Muslim kemudian mengatakan kepada pers bahwa kutipannya dari Alquran itu mengesankan mereka dan mereka merasa agama mereka sepenuhnya dihargai oleh paus dan segenap rekan dialog beragama Katolik. Ulama besar yang memimpin delegasi Muslim itu menambahkan bahwa ia mengundang paus untuk mengunjungi Sarayevo.

Dalam pidatonya, paus mendesak umat Katolik dan kaum Muslim untuk "sama-sama mempertahankan dan meningkatkan nilai-nilai moral yang merupakan bagian dari warisan kita bersama." Dengan cara itu, kedua pihak dapat menemukan landasan bersama untuk membangun dunia yang lebih bersahabat "yang bisa menyelesaikan perbedaan dan konfrontasi secara damai, dan menetralkan kekuatan berbagai ideologi yang merusak."

Paus itu mengutuk diskriminasi berlandaskan agama, serta kekerasan dan penganiayaan di berbagai belahan dunia dewasa ini. Ini semua "menjadi semakin berat dan menyedihkan jika dilakukan atas nama Allah," katanya, karena "nama Allah hanya bisa menjadi suatu nama untuk perdamaian dan persaudaraan, keadilan dan cinta
kasih."

Para pemimpin politik dan agama, tegas paus, memiliki kewajiban yaitu untuk memastikan bahwa hak asasi manusia ditegakan, dengan sepenuhnya menghormati kebebasan hati nurani dan agama dari setiap pribadi.

Sementara itu, umat Katolik dan kaum Muslim ditantang untuk menunjukkan dengan perkataan dan perbuatan bahwa pesan kedua agama itu adalah pesan kerukunan dan saling memahami, katanya, sambil mengingatkan bahwa kegagalan untuk menerapkan hal ini akan melemahkan kredibilitas dan efektivitas dialog dari kedua agama.

Ketika mengakhiri sambutannya, paus berjabat tangan dan berbicara dengan setiap peserta secara pribadi, termasuk para perempuan Muslim.

Salah satunya adalah Amina Rasul, anggota Dewan Islam dan Demokrasi Filipina. Dia mengatakan kepada paus bahwa ia membawa sebuah surat untuk paus dari "anak-anak di Mindanao," Filipina bagian selatan. Surat yang telah diserahkan kepada Kardinal Tauran itu meminta campur tangan Paus Benediktus untuk menghentikan
serangan militer di Mindanao dan memulai kembali proses perdamaian.

Forum itu kemudian mengeluarkan sebuah deklarasi bersama.

Pesan Pastoral Sidang KWI 2008 Perihal Lembaga Pendidikan Katolik

Di sini Kita Berpijak

•1. Dalam hari studi, 3-4 November 2008, sidang KWI memusatkan perhatian pada "Lembaga Pendidikan Katolik: Media Pewartaan Kabar Gembira, Unggul dan Lebih Berpihak kepada yang Miskin". Para uskup, utusan Konferensi Pimpinan Tarekat Religius Indonesia (Koptari) dan sejumlah pengelola Lembaga Pendidikan Katolik (LPK) yang hadir, dibantu oleh para narasumber, aktif terlibat dalam seluruh proses tukar-menukar pikiran, pemahaman, dan pengalaman. Keterlibatan itu mencerminkan pula kepedulian dan kesadaran akan arti serta nilai pendidikan, yang dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh LPK sebagai wujud nyata keikutsertaan Gereja dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia (bdk. Pembukaan UUD 1945 alinea 4).

•2. Disadari sepenuhnya oleh para peserta sidang, bahwa karya kerasulan pendidikan merupakan panggilan Gereja dalam rangka pewartaan Kabar Gembira terutama di kalangan kaum muda. Dalam menjalankan panggilan Gereja tersebut, LPK mengedepankan nilai-nilai luhur seperti iman-harapan-kasih, kebenaran-keadilan-kedamaian, pengorbanan dan kesabaran, kejujuran dan hati nurani, kecerdasan, kebebasan, dan tanggung jawab (bdk. Gravissimum Educationis, art. 2 dan 4). Proses pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai insani-injili inilah yang membuat LPK itu unggul. Di sinilah, dan di atas nilai-nilai itulah LPK berpijak untuk mempertegas penghayatan iman dan memperbarui komitmen.

•3. Sebagai lembaga agama, Gereja mendaku (mengklaim) memiliki tanggung jawab terhadap masalah sosial, terutama yang dialami oleh orang-orang miskin (bdk. KHK 1983, Kanon 794). Dalam bidang pendidikan, tanggung jawab tersebut dalam kurun waktu sekitar lima tahun terakhir ini mengalami tantangan karena pelbagai permasalahan, yang berhubungan dengan cara berpikir, reksa pastoral, politik pendidikan, manajemen, sumber daya manusia, keuangan, dan kependudukan. Tentu saja, cakupan permasalahan ini berbeda-beda menurut daerah dan jenis pendidikan Katolik yang tersebar di seluruh Nusantara. Sidang menyadari bahwa LPK menghadapi pelbagai macam tantangan dan kesulitan. Namun, para penyelenggara pendidikan Katolik harus tetap berusaha meningkatkan mutu dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Kesadaran Umat Beriman

•4. Dari pengalaman jelaslah, LPK yang dikelola oleh keuskupan, tarekat maupun awam memperlihatkan, bahwa pendidikan Katolik menjadi bagian utuh kesadaran umat beriman (bdk. KHK 1983, Kanon 793). Pada gilirannya, mereka perlu mengambil bagian dalam tanggung jawab keberlangsungan LPK dalam lingkungan hidup mereka. Dalam upaya nyata untuk mengangkat kembali kemampuan LPK, keuskupan-keuskupan dan pengelola LPK lain sudah mengambil langkah nyata, antara lain menggalang dana pendidikan untuk menumbuhkan rasa memiliki di kalangan murid-murid sendiri, orang tua murid, mitra pendidikan, umat dan masyarakat umum. Dengan demikian dikembangkanlah solidaritas dan subsidiaritas dalam lingkungan karya pendidikan.

•5. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam peningkatan mutu pendidikan dan keterjangkauan pendidikan oleh masyarakat warga. Di sana-sini terjadi kesulitan dalam menerapkan peraturan pemerintah, filosofi pendidikan, dan kebijakan pendidikan yang mengutamakan orang miskin. Kendati demikian, LPK tetap menjalin kerjasama serta komunikasi setara dengan pemerintah, agar fungsi dan peran LPK tetap nyata.

Perubahan yang Diperlukan

6. Untuk setia pada pendidikan yang unggul dan mengutamakan yang miskin, perlu adanya perubahan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pelaksanaan pendidikan. Perubahan itu merupakan keniscayaan bagi LPK, termasuk di dalamnya Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (Komdik KWI), Komisi Pendidikan (Komdik) Keuskupan, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Majelis Pendidikan Katolik (MPK), Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), Perhimpunan Akademi Politeknik Katolik Indonesia (PAPKI), Ikatan Insan Pendidikan Katolik (IIPK), pengurus yayasan, kepala sekolah/direktur/ketua/rektor, guru, orang tua peserta didik, peserta didik, dan seluruh umat, apa pun jabatannya.

•7. Betapa mendesaknya suatu perubahan dalam seluruh tingkatan LPK! Perubahan itu mestinya dirancang dengan saksama dan dilaksanakan dengan arif di bawah otoritas uskup sebagai penanggungjawab utama pendidikan Katolik di keuskupannya (bdk. KHK 1983, Kanon 806). Perubahan yang diperlukan di sini antara lain:

•- menata ulang pola kebijakan pendidikan,

•- meningkatkan kerja sama antar-lembaga pendidikan,

•- mengupayakan pencarian dan penemuan peluang-peluang penggalian dana,

•- memotivasi dan menyediakan kemudahan bagi para guru untuk meningkatkan mutu pengajaran,

•- melaksanakan tata pengaturan yang jelas dan terpilah-pilah,

•- merumuskan ulang jiwa pendidikan demi memajukan dan mengembangkan daya-daya insan yang terarah kepada kebaikan bersama,

•- memperbarui penghayatan iman dan komitmen.

•8. Perubahan-perubahan tersebut tidak dapat diserahkan hanya kepada salah satu pihak saja. Oleh karena itu, sidang menghendaki agar perubahan itu merupakan tanggung-jawab dan dikerjakan bersama di bawah pimpinan uskup. Dengan demikian, kunci perubahan adalah pembaruan komitmen atas panggilan dan perutusan Gereja demi tercapainya generasi muda yang cerdas, dewasa dan beriman melalui LPK (bdk. Gravissimum Educationis, art. 3).

Harapan dan Ucapan Terima Kasih

•9. Pesan pastoral ini hendaknya mengilhami semua pihak yang terlibat dalam LPK di seluruh Nusantara untuk mencari dan menemukan jalan terbaik bagi LPK di masing-masing keuskupan di bawah pimpinan uskupnya. Mengingat fungsi strategis dan pentingnya LPK dalam kerangka perwujudan tugas perutusan Gereja, kami para uskup sepakat, bahwa KWI akan menulis Nota Pastoral tentang Pendidikan. Nota Pastoral ini dimaksudkan selain untuk mendorong tanggung jawab bersama dalam pendidikan, juga untuk menguraikan lebih rinci hal-hal yang berkaitan dengan LPK.

•10. Mengingat dan mempertimbangkan seluruh dinamika hari studi ini, kami para uskup dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang peduli pada dan terlibat dalam LPK, khususnya:

•- Para guru yang telah bekerja dengan penuh dedikasi;

•- Orang tua yang tetap mempercayakan pendidikan anak-anak mereka pada LPK;

•- Umat (warga masyarakat) yang penuh perhatian terhadap pendidikan;

•- Lembaga-lembaga Pendidikan Katolik yang benar-benar mengutamakan kalangan yang miskin.

Seraya berdoa, kami berharap semoga kehadiran LPK semakin mempertegas sikap Gereja Katolik untuk mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, yang pada gilirannya menjadi kabar gembira bagi semua.

Semoga Tuhan memberkati usaha baik kita semua.

Jakarta, 11 November 2008

Konferensi Waligereja Indonesia

Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap.

K e t u a

Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.

Sekretaris Jenderal

Friday, September 19, 2008

ADIL DAN MURAH HATI-KAH TUHAN ATAS KEHIDUPANKU???

Hanya Sebuah Cerita Kecil…..

Hari Jumat pagi bagi saya adalah hari penyegaran. Bangun pagi terus jalan-jalan liat situasi dunia. Yahh...kadang-kadang ke pasar, kunjungan ke umat mampir sebentar saja, menyusuri gang-gang atau sekedar jalan-jalan. Yang jelas pasti jalan kaki. Beberapa hari yang lalu, ketika saya berjalan menyusuri rel kereta api jalur Blimbing arah ke Singosari. Saya mendengar seorang anak kecil menyanyikan sebuah lagu. Entah siapa yang menyanyikan lagu itu, saya juga tidak tahu persis. Apakah dia sudah sekolah atau belum.Apakah dia orang Katolik atau tidak tidak juga tidak tahu. Tetapi yang penting bagi saya lagu itu pasti berarti. Pada saat itu juga saya berhenti sejenak di pinggir rel menikmati lagu itu. Lagu itu kira-kira begini:

Ketika ku hadapi kehidupan ini

jalan mana yang harus ku pilih

ku tahu ku tak sanggup

ku tahu ku tak mampu

hanya Kau TUHAN tempat jawaban ku...

Akupun tahu ku tak pernah sendiri

sebab Kau ALLAH yang menggendong ku

tangan-MU membelai ku

cinta-MU memuaskan ku

Kau mengangkat ku ketempat yang tinggi

Janji-MU sperti fajar pagi hari

dan tiada pernah terlambat bersinar

cinta-MU sperti sungai yang mengalir

dan ku tahu betapa dalam kasih-MU

Tidak sekedar lagu.....

Bisa jadi kita sudah sering mendengarkan lagu ini, tetapi masihkan ada arti dan makna? Kalau boleh jujur: tidak bisa dipungkiri, kita sering mengeluh, meskipun tidak berani terang-terangan. Tuhan kok tidak adil atas kehidupanku? Aku kok hidup dalam penderitaan, sedangkan orang lain tidak. Tuhan kok tidak memberiku otak cemerlang, sedangkan orang lain ada yang diberi otak cemerlang. Aku kok tidak diberi bakat dan talenta kayak orang lain? Tuhan kok tidak adil soal harta atau rejeki? Orang itu kok bisa kaya-raya, sedangkan aku miskin. Orang itu punya ini-itu, sedangkan aku kok tidak. Orang itu bisa mujur bisa gini-gitu (bisa apa saja), sedangkan aku tidak. Mungkin kita perlu merenungkan hal yang paling berharga baru kita sadar akan keadilan Tuhan: "waktu". Setiap orang di dunia diberikan waktu yang sama: 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Persis dalam lagu yang dinyanyikan anak kecil itu; Tuhan adil dan murah hati; betapa dalam kasih-Nya. Sekarang tergantung bagaimana kita menggunakan, mengisi dan memaknai setiap perjalanan waktu dengan aneka pergumulan hidup.

Menggunakan, Mengisi dan Memaknai Waktu....

Tidak bisa dipungkiri dalam hidup kita saat ini, seringkali yang terjadi adalah kita tidak berani menghadapi setiap resiko kehidupan yang butuh waktu. Maunya sich instant (serba cepat), segala-segalanya serba beres, enak, tidak perlu berjuang; tidak perlu membuang banyak waktu, tetapi berhasil dengan baik dan sukses.

Kalau saya boleh merenung dan berbagi (namanya juga merenung dan mengolahnya; bisa diterima, bisa tidak. Kalau bahasanya televisi JTV: ”yo sumonggo”). Setelah melalui suatu pergumulan kehidupan setiap saat, saya semakin yakin bahwa komoditas yang paling bernilai adalah waktu. Segala sesuatu yang hilang bisa kembali, kecuali waktu. Tanpa waktu yang cukup orang tidak berani memaknai dan menjalani kehidupan dengan syukur dan gembira. Mungkin ada contoh sederhana: ketika orang cerita mengenai bunga bank, saham, atau deposito. Orang yang berhasil berinvestasi di sini adalah orang yang berpikir jangka panjang. Orang yang mau sabar, membiarkan waktu yang menumbuhkan uangnya. Atau mungkin kita boleh merenungkan kembali berjalannya waktu kita bertumbuh. Misalnya setelah tiga tahun lulus SMA, terus empat tahun berikutnya kuliah bisa menjadi seorang sarjana. Setelah dia menjadi sarjana, lalu bekerja dapat gaji. Dan ternyata gaji PNS setiap dua tahun naik. Setelah beberapa tahun sempat untuk menabung bisa membuka usaha selain tetap sebagai PNS. Dengan ketekunan menjalani hidup, bisa bertumbuh dan berkembang secara maksimal. Dalam kisah ini mau diungkapkan apa? Diungkapkan bahwa waktu adalah penting dalam kehidupan. Seorang peternak ayam atau petani di sawah, butuh waktu untuk bisa memanen. Seorang yang ujian butuh waktu untuk mengerjakannya. Seorang yang sakit butuh waktu penyembuhan. Belajar butuh waktu. Latihan apapun sampai berhasil butuh waktu. Orang main sepak bola atau catur juga butuh waktu. Dan tentu saja masih banyak contoh dalam kehidupan kita sehari-hari.

Yahh...memang penting sekali waktu itu, tetapi jauh lebih penting yakni apa yang kita lakukan dengan waktu. Maka tampak jelas, bahwa persoalannya bukan hanya soalnya waktunya tetapi bagaimana orang menggunakan, mengisi dan memaknai waktu itu. Kalau waktu habis untuk meratapi nasib, yah pasti orang tidak akan bisa tumbuh dan berkembang. Akan tetapi sebaliknya kalau orang berani ambil resiko menggunakan, mengisi dan memaknai waktu dengan baik; buah-buahnya juga akan berlimpah. Ada pepatah: ”Kesuksesan hidup seseorang ditentukan bagaimana dia mengisi dan memanfaatkan waktunya”. Ada juga seorang teman yang kirim SMS komentar: ”Hidup kita, Taking the initiative. Daripada memfokuskan pikiran kita worrying things, lebih baik kita berbicara dan memfokuskan pikiran kita kepada apa yang kita bisa lakukan.Worrying about something that we don't like doesn't change anything, but doing something may be change something”.

Pesan Injil Tuhan hari ini (Matius 20:1-16a) ..

Setelah kita menyadari betapa pentingnya waktu, maka masihkah kita berpikir Tuhan tidak adil dan murah hati dalam kehidupanku? Adalah suatu kenyataan hidup. Kita semua: baik yang berkulit hitam-putih, kaya-miskin, laki-perempuan, pribumi-asing, dengan segala aneka keragaman: kita mendapat anugerah yang sama, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, serta mengalami siang-malam. TUHAN sungguh adil dan murah hati.

Yesus dalam Injil hari ini: mengingatkan kepada kita, bahwa dalam hidup kita selalu diberi peluang waktu sesuai dengan kemampuan kita. Tinggal sekarang bagaimana kita mengisi waktu. Entah itu satu jam, dua jam, atau berjam-jam, sesuai kemampuan kita. Segala keberhasilan, kesuksesan, kedamaian, ketenangan tidak tergantung satu-satunya pada uang dan materi (benda). Semua itu akan semakin berarti, ketika kita mau menggunakan, mengisi dan memaknai waktu dengan baik. Tuhan selalu memberi peluang dan kesempatan. Tuhan sangat adil dan murah hati dalam kehidupan kita.

Bagaimana dengan kehidupan kita? Sudahkah kita menggunakan, mengisi dan memaknai ”waktu” hidup kita; entah dengan orang-orang yang menjadi bagian kehidupan kita: waktu bersama keluarga, waktu dalam pekerjaan kita, waktu untuk istirahat, waktu untuk bersyukur, dan masih banyak waktu dalam kehidupan kita. Bersama Yesus, aku sanggup. Bersama Yesus, aku mampu.

Dominus Vobiscum

(Sumber: RD. @daM Soen, di Buletin Mingguan Paroki St. Albertus de Trapani; Minggu 21 September 2008)